27. Scare and Suprised

767 37 0
                                    

Tercabik perih dalam perasaan tak terbalas, mampu menjadikan Alina tergelap dalam hati. Ia salah memilih langkah disetiap pijak yang ia jejak. Karena, keperihannya kini bercampur sesal terkelung di dalam sana. Apa memang sekarang sudah terlambat? Mengapa kakaknya itu selalu menjadi nomor satu di hidup bunda? Kenapa bukan aku? Kenapa?

Argghhh.....

Alina mengumpat kesal. Memberengut dengan segala hal yang menimpa dirinya saat ini, bunda dan kak Ai. Pusing dengannya, berjalan keluar di malam hari tidaklah buruk. Disambarnya tas selempang yang berada di atas laci lantas pergi tanpa pamit terlebih dulu dengan bunda. Kedua pasang kakinya berjalan, menghentikan laju taksi.

"Weisthhh.... Napa muka kek jeruk purut ha? Masalah lagi sama kak Ai-mu itu?" teman sekuliahnya menyahut, begitu Alina sampai di sebuah kafe yang sudah mereka sepakati. Tidak buruk. Suasana hati Alina saja yang terlalu buruk untuk situasinya saat ini.

"Udah napa nggak usah gitu? Alina lagi empet noh!" tunjuk Dhea, yang duduk di sebelah Sisil.

Wajah keluguan menyimpan kepahitan nan suram itu, mengembus napas kesal kemudian duduk dengan tampang lesu. Matanya bergantian menatap mereka. "Kalian diem aja bisa kan?" tegasnya.

Sisil dan Dhea hanya mengatupkan mulut, menatap Al yang sudah duduk di kursi lalu memesankan minum. "Yaudah sekarang, elo ceritain dong ke kita-kita masalah yang lo hadapi saat ini apaan emang?"

Alina menyeruput chocolate matcha, minuman yang mereka pesankan sebelum mengucap, "Hidup itu emang nggak selamanya indah ya? Apalagi idup gue." Kepala Al menggeleng sambil mengaduk-aduk minumannya tak habis pikir. "Huh... Apa ini emang gini ya?"

Kedua temannya yang mendengar penuturan Al saling pandang. Mengangkat bahu, aneh. "Jelasin ke kita-kita kali aja bisa bantu kan?"

Alina memandang mereka kemudian. "Ini soal kak Ai. Kalian tau bukan gimana gedeknya aku sama dia? Ahhh pokoknya bener-bener udah kebangetan!"

Mereka mengembus lelah. Untuk yang kesekiannya, mereka kembali mendengar ketidaksukaannya dengan kak Ainya itu. Bagaimana bisa berbeda sifat, mereka tahu jika kakaknya itu orang baik, kalem dan pasti enggak bersikap yang membuat Alina kecewa. Ini mah, hanya akal-akalannya saja supaya benci.

Sisil dan Dhea tahu betul karena mereka pernah bertemu dengannya saat di rumah. Pun, mereka dengan benar melihat sendiri kalau dia memang orang baik. Bahkan, memintanya untuk menjaga Alina agar jangan membiarkannya kesepian dan kena bullyan lagi. Ahhh ia ingat betul saat pertama bertemu dengan Alina. Sosoknya memang senang berdekat dengan kaum sosialita di kampus mereka. Namun, kesenjangan yang cukup lebar menjadi bahan cela yang cukup unik dan mengasyikkan.

Bagi mereka, tentu tidak ada kamusnya. Kaum rendahan dengan kaum borjuis. Jangan saja berteman, mendekat pun rasanya tidak sudi. Kau lihat penampakan diri dulu baru berteman dekat. Nah ini, jauh mata beda hati. Sungguh aneh. Alina terlalu bergengsi. Sampai Sisil dan Dhea melihat itu dan mereka menawar diri sebagai teman. Awalnya Alina menolak, namun lambat laun kena tulah. Akhirnya mereka berteman dan sedikit banyak berluas tentang berpikir. Baginya sekarang, teman berpenampilan ok dengan brand terkenal tidaklah banyak membantu malah menyusahkannya saja.

Baiklah, jika saat itu Alina terlalu silap dan gengsi. Ia terlalu menomorsatukan strata dibanding lain tanpa mengaca kehidupannya yang pas-pasan. Padahal, teman sesamanya tidaklah buruk. Buktinya sekarang Sisil dan Dhea dengan baik hati menemaninya selalu, bahkan di saat butuh sandaran seperti ini.

"Alina.... Alina!" Dhea memanggil kencang. Al segera tersadar dari pikiran panjangnya. "Yah... Begitulah idupku," ada geleng sebagai jeda, "nggak tau lagi mo ngapain."

Kali ini, Sisil yang terkenal dengan kata-kata bak Bob Sadino berceloteh, menanggapi hal yang semestinya dilakukan Alina. "Gini, gini deh, orang bijak pernah bicara; 'nikmati hidup sebelum kamu tertelan masa. Nikmati syukur setiap apa yang ada sebelum kamu terjemput kuasa maka sesalmu tiadalah apa'. Bener nggak tuh omongan?!" matanya menelisik Sisil dan Alina.

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang