35. Jumput Asa

677 31 1
                                    

Kali ini pendapatnya sudah benar. Ia akan melakukan kebenaran yang sebenarnya, yang sudah disusun jauh hari namun akibat terapuh belum siap mengambil resiko yang lebih sakit, Lio memundurkan diri. Dalam beberapa waktu lalu, bukan waktu singkat yang cenderung pendek untuk menjadikan diri menjadi lebih dewasa. Lio sudah tahu menguatkan begitu pula Kak Keyla yang sudah menyetujui keputusan bulat yang diambil Lio. Sebagai Kakak yang baik, Keyla menyokong Lio lebih lagi masalah amanat yang diperoleh dari sang almarhum.

"Lio, berusahalah. Kakak tau ini berat bagimu, tapi lebih berat lagi kalau kamu gak ngerjain sama sekali. Cuma ngambil enaknya aja," jelasnya diselingi kekehan. Lio hanya tersenyum samar. "Doakan aku Kak, aku bakal lakuin hal yang akan membuatku menjadi lebih mengerti lagi."

Perasaan seorang Keyla yang halus bak salju putih terharu, mendengar penuturan Lio yang tulus dari hatinya. "Lio, jangan begini. Kakak gak kuat liat kamu kek keju leleh," candanya diiringi air mata yang jatuh setetes.

"Kak jangan bercanda. Aku kuat asal bukan kakak yang jadi korban. Karena kakak kecil sedangkan badanku besar dan ganteng, mirip persis seperti Omar Borkan Al Gala," balasnya yang dijawab Keyla dengan pelukan. "Kau ini candanya terlewat. Di mana juga tau kalau Omar Borkan Al Gala jauh lebih ganteng dan gagah dari kamu."

Lelehannya serta merta kembali menetes begitu Keyla melepas peluknya. Lio pun yang terbawa suasana mengusap tetes yang jatuh di sudutnya. "Kak, tolonglah, ini masih rahasia 'kan?"

Tawa tergema membuat Lio mengheran. "Hei, mau Ibu lebih khawatir lagi?"
Lio menggeleng dengan senyum tertahan. "Baiklah, aku sekarang sudah mengerti. Doakanku selalu dalam napasmu ya, kak?"

Keyla tersenyum namun pun mengangguk mengiyakan perkataan Lio. Sementara Lio sudah memasuki mobilnya menuju masa depannya yang akan ia jemput. Biarlah bila kesakitan yang diperolehnya nanti, sekarang yang dipikir hanya rupa senang dan bahagia dengan asa tinggi yang memenuhi akalnya.

Sebuah amanat yang menjadi tanggung jawab terbesarnya sekarang. Jauh hari sudah waktu terlewat dengan sia tanpa penguasaan diri yang benar. Lio terlalu terburu mungkin waktu itu–memang sedikit memperturut kenafsuannya mengenai ketertarikan diri pun sebelumnya tahu bila Ai adalah sosok lemah berhati lembut yang lebih mementingkan keluarga dibanding dengan kehidupan pribadi tepatnya perasaan. Lagi pun, apalah diri Lio itu? Pemuda kota yang jarang tersadar dengan kehidupan sementara di dunia. Hanya selalu mementingkan hal berbau duniawi sebagai penuntun jalannya yang lurus. Dulu, sebelum mengenal dunia luar Lio mengerti agama. Begitu pula keluarganya yang serta tidak menjauh dengan kegiatan wajib sebagai sosok muslim yang sebenarnya. Contohlah rukun islam yang memang terlaksana meski dalam tata caranya kurang, sedikitnya mereka sholat ketika teringat dan ketika lupa mereka cenderung meninggalkannya. Tidak jauh sifatnya dengan Lio yang memang sudah menjauh, tapi untungnya Tuhan masih sayang sampailah Lio mendapat pencerahan melalui sosok bernama Ainina. Gadis jelita berhati peri. Dan haruslah Lio selalu berdoa yang baik untuk seluruh anggota keluarganya terutama sang almarhum yang telah mempertemukannya dengan sosok Ai. Entah mesti bagaimana Lio mengenai ini. Syukur atau merasa sedih? Setidaknya dibalik kecelakaan sang ayah, Lio sudah memahami beberapa hal mengenai agamanya, Islam. Kemudian untuk sekarang, demi semuanya Lio menjumput asanya saat ini.

Ddrtt....ddrrttt...drrrttt...
Hpnya yang diletakkan di atas holding phone mobile terus bergetar, Lio yang sedikit kesal mengaktifkan mode loudspeaker untuk mendengar pembicara di sana tanpa perlu mengangkat sekaligus bisa konsen dalam mengemudi.
"Ya? Hari ini semua jadwal sudah dipindah ke tangan kanan saya. Semua? Iya semua jangan sampai saya mengulangi lagi."

"Baik pak."

Lio mendesahkan napas, kembali melajukan kemudi ke arah yang di tuju.

*

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang