6. Perasaan

1.6K 70 0
                                    

Agak risih ditatap oleh karyawannya sendiri dengan tatapan memuja. Walau ini bukan kali pertama baginya.

Lio jadi teringat saat dirinya baru pertama mengajar sebagai guru. Kejadiannya sama banyak yang memuji. Terlebih, mereka adalah murid-murid SMA dengan umur yang masih muda membuat efek kelabilan dan kealayannya masih kentara. Apalagi terkenal dengan sebutan kids jaman now yang begitu semerbak dipenjuru medsos masa kini. Sebutlah bersorak sorai bak seorang fan girl bertemu sang idola. Ituloh, sematan lain dari seorang fans yang fanatik terhadap artis di negri ginseng sana. Demikian tahu bukan karna sendiri, melainkan akibat Ricko yang seringkali memberikan informasi seputar perkembangan jaman yang memang tengah trending, langsung memberitahunya kepada Lio. Mau tak mau Lio tahu apalagi Ricko memang type lelaki bermulut. Yang di mana senang bergosip ria hingga tahu bagaimana seluk beluk kelakuan anak jaman sekarang yang membuat orang tua geleng-geleng kepala. Hastag #kidsnow atau #kidsjamannow yang entah diprakarsai oleh siapa begitu booming. Ditambah tingkah laku mereka yang senang bertindak nyeleneh. Lihat saja, masih SD sudah berani pacaran memakai sebutan papi mamian dan begitu putus panggilan berubah menjadi janda dudaan? Atau lebih parahnya memakai sebutan konyol seperti mimi pipi dan begitu putus akan menjadi nampol pala? Sudahlah kita tinggalkan kelakuan kids jaman now yang katanya kebanyakan micin sampai berkelakuan aneh seperti itu.

Sebenarnya tidak hanya murid, guru-guru serta karyawan sekolah yang masih lajang  dan berumur muda pun sama. Sama-sama terpesona. Tapi, Lio? menganggapnya biasa saja. Mungkin karna, perbedaan umur yang cukup signifikan. Akan tetapi, pekerjaan yang ia tangani sekarang bertemu dengan orang berbeda, umur yang tak terlampau jauh pun bisa dibilang seumuran membuatnya risih bila berada di antara mereka. Apalagi tadi, menatap dengan tatapan penuh minat. Dan untungnya, Lio segera bersikap cool.

"Pak!" suara wanita mengintrupsi untuk terdiam di tempat.

Lio pun sedikit terkesiap saat yang ada dihadapan ini seorang wanita berpakaian kantor yang terlihat casual dan elegan ditubuhnya. Dicobanya mengendalikan diri dan berhasil menanyakan maksud. Namun yang terjadi, ia malah terdiam di tempat dengan mata yang terus menatap.
Lio menajamkan mata kearahnya.
"Emmm, a-anu pak," katanya gugup.

"Kalau tidak ada yang dibicarakan, saya mau ke ruangan segera!" tandasnya mengakhiri pembicaraan tak berguna. Hingga Lio memilih untuk melangkah kembali dan urung, saat wanita tadi berseru kembali. Mengintrupsi agar terdiam.

"Tunggu!"

Sekarang, dia berdiri di hadapan Lio.

"Maaf pak, saya hanya mau bilang. Kalau ruangan bapak ada disebelah sana!" Ia menunjukkan ruangan Lio yang berlawanan arah dengan yang dilaluinya. Lio menahan malu. Dikira wanita tadi iseng dan mau memperkenalkan namanya seperti karyawan lain yang nampak caper (red, cari perhatian). Tapi, ia memberitahu ruangannya. Mau ditaruh ke mana mukanya itu?

Tanpa mengurangi tengsin lagi, mengucapkan rasa terimakasih dengan nada datar lantas mengambil langkah panjang agar cepat sampai ke ruangan.

*

Ruangan luas bernuansa putih ini masih sama seperti ruangan yang pernah ditempati sang ayah saat masih berada di kursi kebesarannya. Yang membedakannya sekarang hanyalah sebuah papan nama yang terletak di atas mejanya—telah berganti nama dengan Ferlio Andres, nama panjangnya dengan embel-embel CEO (Chief Enterprise Officer) sebutan lain yang ia pimpin di kantor. Di sana tertulis rapih dengan torehan tinta emas berhuruf san serif yang dibuat agak besar dan jelas.

Puas memandang ruangan, ia pun duduk di kursi kebesaran. Menjumput berkas yang tertata rapih, lalu membacanya secara random.

Ternyata, membaca laporan-laporan perusahaan membuat kepala terasa jenuh dan bosan apalagi dibandingkan dengan menjawab pertanyaan dari murid-muridnya semasa masih menjadi guru.

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang