37. Accidents Will Happen

938 35 1
                                    

"Terimakasih. Saya nggak tahu harus bilang apa kalau Pak Lio sudah berbuat baik pada saya sampai sejauh ini." Mata teduhnya menatap langit malam yang indah. Bulan bintang bersahabat untuk menerangi malam gelap agar tetap bersinar. Lio yang duduk sedikit jauh dari Ai tersenyum, memandangi wajahnya. "Indah. Sangat indah."

"Yah memang sangat indah."

Bibir itu tersenyum tulus. Menggambarkan kesederhanaan dan keanggunan dari sosok gadis seperti Ai. Lio tak menyangka jika di bawah temaram rembulan, wajah sang pujaan tetaplah sama. Mungkinkah Allah bisa mempersatukannya kelak?

Bukan paras menjadi prioritas. Bukan cuma jas berdasi yang akan membasi. Bukan pula wajah-wajah penuh kecongkakan yang membuat hati beralih.  Lio sekalipun sudah menanggalkan pekerjaannya saat ini, hatinya akan dan tetap terpaut meski dunia seolah menghancurkan. Ia mungkin menunggu waktu tepat dan apakah sekarang itu waktunya?, pikirnya masih menimbang. Memulai mana yang harus dibahas. Kedua bibir atas dan bawahnya seolah kelu ingin bicara suatu hal yang pas namun seperti ada perekat lem yang begitu kuatnya sampai Lio tak mampu untuk berbicara sepatah kata. Ada apa dengan dirinya? Setelah keterdiaman dan beberapa kali menelan bulat saliva, Lio memulai.
"Ngomong-ngomong,"
"Kamu duluan saja yang bicara," ucap Lio tak enak.
"Hmmm... Baiklah. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi untuk pak Lio. Karena mungkin jika karena anda tidak membantu saya saat itu. Kami... aku tidak bisa membayangkannya." Rautnya berubah sendu dengan mata yang menunduk menatap rumput. Lio mendesah. Sepertinya Ai mulai kembali dalam mode orang asing. Mereka sudah saling kenal dan Lio tidak suka dengan orang yang terlalu formal gaya bicaranya seperti orang asing. "Jangan kaku Ai. Aku mengerti. Dan tolong, aku masih bisa bersama bukan meski ...." Lio mendesah. Ini bukan saatnya. Ainya butuh waktu untuk mencerna keadaan lagipun semua tidak mungkin dituturkan secara beruntun. Lio tidak mau hal buruk terjadi.

"Maaf untuk soal itu–Lio."

"Sebenarnya, aku ...."

Apa ini benar dan semestinya?

Kerutan di dahi Ai menunjukkan ekspresi aneh yang ditangkap oleh Lio. Terkesan menyembunyikan dan ingin memberi suatu hal yang sepertinya penting namun hal apa itu? Apa jangan. Seketika kepala Ai menggeleng.

"Enggak. Kurasa kamu tahu jawabannya soal itu. Untuk semuanya aku ucapkan terima kasih dan maaf, aku harus ke dalam, takut bunda mencari," pamitnya sopan. Meninggalkan Lio yang menggeram—tepatnya pada diri sendiri yang bodohnya tak berucap jujur saja sebelum pergi.
"Oh Tuhan, kenapa sulit sekali?!"

***

Akhir-akhir ini setelah beberapa hari kejadian, Ai sudah kembali ke rumah—begitu bunda diperbolehkan pulang oleh dokter. Ai sudah akan membayari biaya administrasi namun tatkala sang resepsionis memberi tahu kalau biaya sudah dibayar sejak awal kedatangan, duganya tepat menunjuk sang mantan atasan sebagai pembayarnya. Segera ia mencari nomornya yang semoga masih aktif.

To: Pak Lio
sebelumnya saya terimakasih atas kebaikan yang sudah diperbuat namun tak lama saya mengantikannya segera.
Send...

Ai tak menunggu balasan, ia segera mengirim uangnya persis seperti tagihan rumah sakit. Jumlahnya masih bisa ia tanggung akibat gajinya yang juga masih banyak meski kedepannya mungkin Ai akan mengiritnya dengan ekstra. Ia juga perlu mengirim adiknya uang meski sudah jauh di tempat namun ia takkan membiarkannya kekurangan. Biarlah dirinya yang akan mencari sendiri. Hp berlogo tangan saling memegang begitu layar terbuka saat pertama kali itu bergetar. Ai menerima sms balasan darinya.

Pak Lio : mengapa kau kembalikan? Aku ikhlas membantu tanpa embel-embel.

Ai ingin membalas beberapa kata namun ia hapus. Ia ingin dan ia hapus lagi. Akhirnya lelah dan ia putuskan untuk mematikan ponselnya setelah berpikir ulang. Pikirannya saat ini adalah menjauh dari kehidupan sang mantan atasan. Rasanya sangat aneh sekali jika masih berurusan dengannya sementara di antara mereka tidak ada hubungan selain mantan bawahan dan majikan. Kecuali kalau mereka sudah menikah? Pemikiran macam apa itu? Ai mengejek dirinya geli mengingat kejadian lalu yang membuatnya malu. Bisa-bisanya Lio mencintai gadis ndeso terlalu norak dengan keadaan kumuhnya. Mungkin jika tulus namun Ai tidak mengambil resiko lebih cukup menerima pelukan darinya di rumah sakit membuatnya lupa. Ia sangka jika itu maya. Namun saat tersadar ada sosok lain yang nyata rasa malu kembali memenuhinya.

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang