17. Pendekatan Diri

999 51 1
                                    

Hari ini terik membentang indah. Menghantarkan hawa panas menyelimut kerak. Tergambar jelas dilangit-langitnya membiru cerah.

Lio. Lelaki itu pergi ke kantor dengan raut tak seperti biasa. Menebar senyum ramah disetiap orang yang ditemuinya di lorong menuju ruang kerja.

Bu Rika yang ruang kerjanya berjarak satu meter dari depan ruang sang bos membalas senyum Lio dengan bibir merah hasil sepuan lipstiknya.
"Selamat pagi, pak!"

"Pagi!" Lio mengerut menampakkan raut tak suka "Tapi tolong, Bu Rika bisa berpakaian sopan sedikit?" lanjutnya kemudian.

Wanita seperempat abad itu menyipit, menatap pakaian yang menurutnya sopan. Meski yah, menampakkan lekukan tubuhnya yang sedikit berisi terutama dibagian dadanya yang bila tegak membusung, maka nampaklah apa yang di sana itu.
"M-maaf pak. Bukannya sebelum-sebelumnya bapak tidak berkomentar dengan pakaian saya? Lagipun, ini cukup sopan," katanya membela diakhiri seulas senyum.

Lio mendengus. Memang benar, asisten kantornya ini sedikit sopan dibanding sebelumnya yang kerap kali mengenakan pakaian yang menampakkan belahan dada atau memakai blouse dengan belahan sampai paha. Entah trend apa itu, yang jelas Lio tidak suka. Kurang atittude, meski indeks prestasi selama bekerja sedikit mumpuni.

"Terserah Bu Rika, saya sebagai atasan hanya menyarankan saja," lalu Lio menuju ruangannya.

Bu Rika mendesis sebal. Bagaimana pak Lio jadi seperti ini? Terlalu menomorsatukan yang demikian. Baiklah jika ini masalah kesopanan yang menipis dikalangan menegah ke atas. Tapi, bukannya dari awal pak Lio tidak mempermasalahkannya? Bahkan sudah banyak di devisi lain yang lebih parah cara berpakaiannya dibanding dirinya.

Pikirannya, tiba saja mengarah ke satu orang.

Apa karena...

Tepat saat itu, Ainina datang. Menyapa Bu Rika yang dibalas tatapan sinis.
"Selamat pagi Bu Rika."

Dia...?

Mungkin saja pemikiran kolot pak Lio bersumber juga dari pegawai yang sama-sama kolotnya. Ini jaman emansipasi wanita! Jaman kebebasan! Jaman dimana kaum wanita bebas melakukan apapun! Asal tidak melakukan tindak kriminal right?

Awas saja kau wanita udik, jika benar ini karnamu aku tidak akan tinggal diam, batinnya seraya meninggalkan diri menuju tempat kerja.

Setelah mengetuk dan dipersilahkan sang atasan, Ainina dengan pelan membuka pintu berpelitur coklat itu.

"Bapak ada perlu? Apa kita ada rapat keluar seperti kemarin?"

Lio menatap Ainina dengan senyumnya.
"Bukan. Saya memanggilmu kesini karna ada suatu hal. Nanti siang, apakah kamu tidak sibuk dan keberatan?"

Ainina nampak berpikir. Kegiatannya selama di kantor hanya membantu Lio untuk melayaninya seperti membawa kopi untuk diminum atau mengcopy file jika berada di kantor. Diluarnya, Ainina akan mencatat poin penting dalam rapat seperti kemarin dan akan diketiknya untuk soft file. Selebihnya, Ainina tidak tahu.

"Tidak pak. Apa ada suatu hal penting?"

"Uhmmm ya. Nanti siang kalau gitu kamu ikut saya keluar, ada suatu hal penting yang harus diurus."

Ainina mengangguk mengerti. Setelahnya, jam sudah menunjuk pukul satu saja. Ia merasa cepat dengan waktu yang berputar. Baru saja keluar dari ruangan pak Lio pagi tadi lalu dirinya duduk di kursi ruangannya mengerjakan beberapa perintah dari Bu Rika yang menyuruhnya merevisi beberapa tulisan yang typo atau kurang dibeberapa bagian ketikannya. Ainina hanya menurut, mengiyakan.

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang