39. Finally

905 32 0
                                    

Sinar rembulan di malam purnama merupakan sinar paling indah yang pernah terlihat. Di tengah malam, saat sepi mengukung kesendirian, di sanalah letak keindahan berasal. Dia dengan terang menyinari permukaan bumi dengan begitu elok. Mempesona setiap insan yang melihat. Penggambarannya banyak yang dituangkan dalam karya sastra. Para penulis dan pengarang cerita beramai memuji keagungan dari salah satu ciptaan-Nya.

Ainina tak menampik itu. Wajahnya pun kian merona dengan rekah yang nampak mempesona. Lio sudah menyampaikan maksud semasa itu. Dan Ai hanya ....

Ia tahu keputusannya sedikit salah. Namun tatkala pancaran tulus penuh kejujuran darinya apakah Ai bisa menolak dengan semua yang ditawarkan meski Ai tahu kalau keputusannya berarti secara tidak langsung mengundang apa yang tidak seharusnya. Bunda hanya mengharapkan yang terbaik meski dia tahu kalau ada kesangsian begitu Lio melamar Ai baik-baik. Melalui kedatangannya bersama sang Kakak dengan ibunya ke rumah tentu Ai terkejut. Suatu kehormatan dan sedikit memalukan, mengingat rumah Ai yang nampak seperti gubug di datangi oleh orang kaya raya, mantan bosnya. Disertakan pula sang ibunya dengan kakak. Bagaimana Ai bisa menolak meski ia tahu kalau dirinya punya hak atas keputusan yang diambil. Namun jika dihadapkan seperti ini dengan hati yang tak bisa ia ungkap lagi kalau dirinya pun mengakui. Yah, tak lagi mengelak bagaimana daya pikat dari sesosok Ferlio Andres dengan wajahnya itu belum lagi sikapnya yang belakangan ini begitu baik dan perhatian. Benar-benar sosok idaman bagi seorang wanita. Tanpa melihat rupa dengan kekayaan jikalau hati baik penuh rasa peduli, siapapun bakal kepincut. Begitulah apa yang dirasakan Ai.

Lamaran terkesan resmi yang mendatangkan keluarga darinya dengan baik ke sini, merupakan hal berbeda dari malam di mana penolakan Ai di kala itu yang Lio sendiri tanpa seorang pun.

Ai menerima bukan demikian saja. Shalat istikharah sedari Lio menyatakan, Ai mendapat petunjuk jikalau lelaki yang terasa samar di antara kesadaran dan tidaknya Ai adalah sang mantan atasan. Sehingga Ai menerima dan tentu menjadikannya hal yang luar biasa bagi Lio beserta keluarga.

Ibu dan kakaknya sebelum ke sana Lio sudah menjelaskan terlebih dulu agar mengerti. Meski nampak syok dari sang ibu lebih dominan Lio yang telah menyembunyikan semua darinya. Tetapi, tak urung mengembangkan senyum. Dia juga takkan mempermasalahkan status. Baginya di usia setua itu, melihat sang anak menikah adalah impian paling besar. Asal bisa membuat Lio senang, ibunya dengan tangan terbuka menerima. Keyla pun sama halnya dengan sang ibu. Ia takkan memperturutkan hal lebih. Cukup tahu jika yang dipilih sang adiknya adalah hal benar. Ai gadis baik, penuh kesahajaan di dalam dirinya yang membuat keanggunan itu secara alamiah ada dan mereka semua menerima.

Sekarang, Ai menatap keindahan rembulan di balik jendela kamar yang menampakkan jelas sinarnya. Kehidupan yang dulu serasa gelap kini terang bak rembulan di sana. Tapi, Alina, Ai teringat kembali.
"Bagaimana keadaanmu, Dik? Baik-baikkah? Kakak--kakak ...."

Ai takkan bisa melanjutkan ucapannya. Terlalu banyak hal yang disembunyikan dan Ai tak mampu mengungkapnya lebih. Jikalau iya, maka sedihnya semakin larut tatkala teringat. Namun yang paling sedih adalah saat ini. Saat di mana dirinya akan memulai kebahagiaan dalam hidup, adiknya belum juga di temukan. Lalu, kesilapan yang dilakukan sang adik masih terngiang di benak Ai.

Alina yang sudah memberontak. Membuka hijabnya seusai masa SMA, membentak sang bunda, menyela Ai tatkala memberi arahan, lalu ... Lalu sekarang meninggalkan rumah sampai kini belum menampakkan wujudnya.

"Alina. Kakak harap, jika bukan sekarang waktuku untuk bertemu denganmu. Izinkan kakak sebentar saja melihat keadaanmu sekarang dengan bunda yang nampak merindu takkalah sedih dariku, Alina," lirihnya dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata.

***

Kebahagiaan hidup terkadang hanya bersifat sementara dan memang begitulah seharusnya. Andaikata tanpa permasalahan, maka makan saja sayur tanpa garam! Tak ada bumbu pemikat yang menambah harum masakan! Niscaya tidak mungkin permasalahan takkan luput dari hidup. Adakalanya seorang yang bernama manusia dijebak terlebih dulu ke dalam permasalahan rumit lalu kebahagiaan mengikuti setelahnya. Atau, kebahagiaan dulu yang sanggup membuta lantas kesedihannya mengekori. Tak dapat dipungkiri oleh siapapun, jika takdir lebih kuasa setelah usaha dilakukan.

Perkiraan seperti itu, Alina seketika meragu dan takkan mengakui jikalau ia mengalami fase kesedihan yang terus berturut. Setelah kebahagiaan yang didapat beberapa waktu lalu. Tepat selesai Alina mereguk kebahagiaan surgawi beberapa minggu terakhir, kini sungguh berbanding terbalik. Kesucian yang ia tawarkan tak bertahan lama. Kenikmatan penuh gelora berselimut nafsu dunia terhilang begitu Alina mendapat tanda positif. Youssef dengan kejam memperlakukan Alina dengan kasar. Bahkan secara terang memukul, memaki dengan umpatan. Tanpa sekali dua kali yang menyebabkan luka di hati sekaligus fisik.

"Hentikan! Kumohon hentikan, Yus! Kau menyakitinya! Kau telah menyakitinya!" teriak Alina menahan perutnya dari amukan Youssef yang hendak menendangnya kembali. Garis wajah kusam tak terawat, ditambah tendangan dan pukulan yang bertubi darinya, tak mengurangi keteguhannya sekalipun.

"Tidak! Kau tidak menurut! Kau tidak menurut Alina!"

Rintihan tangisnya tak bisa ia cegah. Lelehannya begitu meyayat kuping siapapun yang mendengar. Lain dengan sosok lelaki yang kini berdiri tegap menatapnya penuh dengan amarah. Alina takut, begitu takut. Tapi lebih takut lagi jika ia sudah membuat noda yang lantas menghilangkan noda tersebut seusai membuahkan hasil. Apakah, apakah itu hal baik?

Sebobrok dan sebencinya Alina menyesali perbuatan. Ia takkan sampai hati melakukan tindak penghilangan 'jejak' dalam perutnya. Biarkan jika sosok pria yang telah membuatnya begini marah besar. Asalkan Alina terbebas memilih untuk membiarkan sang buah hati tetap dalam perutnya hingga waktu melahirkan tiba. Namun agaknya Youssef sangat murka tatkala Alina tak menginginkan hal tersebut. Padahal menurutnya, itu adalah cara terbaik agar dirinya bebas dari tanggungjawab dan bisa kembali bersenang. Bukankah hubungan mereka hanya sebatas permainan yang didasari atas rasa suka sama suka? Kalau Alina tetap mempedulikan apa yang sudah tertanam, maka itu sudah menjadi keharusan Youssef untuk menghilangkannya. Menurutnya, penggangu dan parasit! Bisa-bisanya Alina lupa memakai pil pencegah seperti pintanya dan menimbulkan kecamuk.

"Alina, kemari kau!"
"Biarkan! Biarkan aku bebas, Yus!"

Rambut panjangnya tampak urakan tak ia peduli dengan kaki lemah tertatih penuh luka pun ia tak mengindah. Hanya satu yang diinginkan. Jangan sampai melukai 'dia'.

"Apa?! Kau membiarkan setelah apa yang kuperbuat! Bukankah sudah menjadi kesepakatan untuk bersenang saja jangan sampai meninggalkan jejak hah? Kau lupa! Gadis ja*** si**!!"

Umpatannya kasar dengan tarikan keras di rambut Al. Tentu merasakan sakitnya terperih. Ingin melawan, ia percuma melakukan jikalau dirinya pun lemah.

"Hentikan, Yus. Kubilang hentikan. Kau menyakitinya," lirih Al dengan sengal yang memburu. Ia sudah tidak sanggup. Si murka nan penuh kebenciannya membuat Al semakin terpuruk. Tubuhnya bahkan sudah meluruh begitu tarikan keras dari rambutnya terlepas. Tak lupa erangan menyayat kupingnya membuat lelaki itu mengumpat.

"S***! Ternyata tak ada gunanya aku memelihara perempuan sepertimu! J***** tak tau diuntung!"

Tendangan keras di tulang kering Ai menjadi akhir dari penderitaannya. Tertinggallah seonggok manusia yang tak lagi memiliki angan indah di masa depan itu dengan keadaan mengenaskan. Meluruh di atas dinginnya marmer, di ruangan luas yang sudah ditutup oleh sang pemiliknya. Alina kacau. Sungguh kacau.

"Apa ini akhir dari hidupku, Tuhan?" lirihnya berganti dengan rasa sakit yang luar biasa. Perutnya seolah ada yang ingin dikeluarkan dan Alina menahan sesuatu itu sampai matanya menatap nanar darah yang keluar dari area selangkangannya. "Apa ini hukuman dari-Mu? Jawab aku!"

Kemudian tubuh itu tergeletak. Tak sadarkan diri dengan keadaan yang tragis. Sementara dibagian sana, ruangan luas itu menjadi sempit. Erangan kecewa dan kesal tak bisa ia bendung lagi tatkala teringat dengan sikap Alina. Gadis yang sudah sejauh ini bersama dengannya itu membangkang. Dia melakukannya karena untuk menikmati kesenangan dunia bukan? Kenikmatan yang mana mungkin teraih jika dua pihak di antaranya saling menyetujui?

Sungguh, lelaki berperawakan mirip bintang hollywood tersebut takkan memaksa sama sekali tetapi, ketika semua peristiwa sudah terlaku lantas bagaimana? Pastinya tetap, ini salah si gadis itu! Kalau menuruti keinginan pasti takkan jadi begini!

"Alina! Alina kau... Aarggghhh!" geramnya sembari melempar beberapa hiasan rumah yang berada di ruang tengah. Tanpa peduli berapa kerugian teraih dengan memecahkan benda mahalnya yang terpenting, menyalurkan emosi. Dipikirnya, jika sudah begini maka ia tinggalkan rumah mencari hiburan di luar.

"Yah, kiranya aku bisa bersenang," gumamnya miris.

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang