40. The Second Chance

933 36 0
                                    

Cakrawala di langit nampak menunjukkan pesonanya yang terang benderang. Menghiasinya penuh dengan keceriaan nan membiru. Suatu kebahagiaan. Suatu kebahagiaan. Dan Ai tahu. Gadis yang tengah memandang anak-anak didiknya keluar dari kelas penuh antusias mengembangkan senyum manis dari bibirnya.

"Hati-hati pulangnya."
"Iya, Bu."

Kembali dipandangnya seorang murid terakhir yang ia didik. Anak lelaki itu begitu menggemaskan. Kaki kecilnya melangkah penuh riang tatkala sang ibu akan menjemput kemari. Ai mengangguk sopan dengan senyuman tatkala orang tua dari sang anak tersebut melambaikan tangan untuk undur diri.

"Nanti kaupun akan mendapatkan anak-anak yang lucu Ainina," ujar seseorang. Ai yang belum menyadari balas menjawab, "Yah mungkin. Suatu saat nanti begitu Allah menghendakinya."

Mengerti ada yang salah, Ai menghadapkan diri ke arah samping dan bertemulah tatapan itu dengan sang calon imam masa depan. "Itu pasti dan kita takkan lama lagi bukan?"

Entah mengapa pipinya merona merah mendengar penuturannya. "Lio, tidak bisakah untuk tak menggodaku?" tutupnya menahan malu mengambil arah lain.

Lio terkekeh. Kekehan renyah yang mampu menyehatkan sensor pendengar. Hingga Ai mau tak mau tersenyum. "Ini waktumu pulang bukan? Mari kuantar," bujuk Lio sembari menjulurkan tangan kanan ke arah Ai layaknya pangeran mempersilahkan tuan putri untuk jalan terlebih dulu.

Ai yang diperlakukan seperti itu sungguh malu  meski hatinya senang diperlakukan bak tuan putri hanya saja ini sedikit berlebihan. Semenjak acara lamaran, kedua anak adam berlain jenis tersebut sering bersama, mengantarnya pulang bahkan berjalan-jalan untuk sekadar menghabiskan waktu siangnya dengan makan di pinggiran jalan atau kafe terdekat. Ai pun sebenarnya takkan mau dengan semua perlakuan darinya akan tetapi, sekuat apapun menolak tatapan tulus nan penuh pesonanya takkan bisa ia elak.

Hana temannya jelas mengakak penuh riang tatkala tahu kalau Ai kini sudah terikat dengan Lio. Waktu itu, Hana kesekiannya menyambangi rumah Ai untuk memberinya beberapa oleh-oleh dari tanah kelahirannya. Penjelasan mengapa Hana datang, suaminya mendapat pekerjaan di dekat wilayah Ai dan Hana yang kangen pun meminta izin untuk ke sana.

"Wahhh ... hahah ... akhirnya, akhirnya temanku yang sudah ditakdirkan terputus jodoh semenjak lahir ini ketemu juga. Apalagi, yang kamu dapetin itu mantan atasan yang sudah pasti terjamin akan ketampanan, kemapanan, dan kharismanya. Wahh aku kasih sepuluh jempol!"

Ai malu-malu segera menepis omongan Hana. "Ihhh apaan sih Hana, ngomongnya lebay! Aku gak mandang itu kok, yang penting hati baik dan saling melengkapi."

"Iya deh iya. Hmm gimana bisa kamu terima? Bukannya kamu keras kepala dan gak mau nentuin apa yang bukan prinsipmu he?"

Hana sangat tahu kalau Ai yang sering membantah keinginannya dan juga pernah bilang padanya kalau Lio sang atasannya itu sangat cocok jika sudah bersanding dengan Ai. Namun Ai malah dengan bodohnya menolak. Yah, pernyataan cinta yang dikategorikan lamaran langsung dari Lio waktu itu--Ai memberitahunya kalau dirinya sangat jauh dari kriteria. Tampang Ai yang pas-pasan dengan segala hal yang ada dalam diri Ai sama sekali tak ada yang menarik. Namun Hana berseru dan berkata kalau Ai selalu merendah dengan keadaan yang ada. Padahal dipikir, Ai sosok wanita yang sempurna. Pantas bersanding dengan sosok yang sama sempurnanya seperti Lio. Jika pun mereka menolak namun Tuhan berkata dan berencana demikian, akankah masih sama keadaannya?

Ai sekarang mengakui dan tak bisa lagi menghianati hatinya yang demikian sudah jauh hari mengaku.

"Ai? Kamu baik-baik saja kan?"

"Aku ... Lio, bisakah kita mencari Alina kembali?"

Lio yang berada di balik kemudi mengernyit. "Maksudmu? Kita ke kampusnya?"

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang