21. Alih-Alih

843 40 2
                                    

Putih, bersih dan luasnya hampir berkali lipat rumah miliknya. Membuat Ai berdecak kagum. Tak diragukan bila ini tempat khusus yang memang diperuntukkan untuk kaum jetset. Kaum elit berduit banyak. Ai mana mampu di sini. Lagi pun buat apa? Ia kan tak sakit.

Lio yang sudah kembali dari hadapan sang recepcionist, menemui Ainina yang nampak melihat-lihat sekeliling. Hendak mengatakan suatu hal mengapa dirinya berada disini, namun nampaknya Lio tak ingin mendengar perkataannya.
"Biar nanti akan kujelaskan. Sekarang, ayo ikut aku."

Ai mendesah pasrah begitu kursi rodanya bergerak ke suatu lorong di rumah sakit mewah ini. Sedikit panjang perjalanan, hingga sampai depan pintu berpelitur putih tulang. Di sana Ai sempat membacanya sekilas tentang ruang apa yang akan mereka masuki.

Dokter spesialis tulang?

Ai tahu karna plang kecil menunjuk ortopedi yang menurut pengetahuannya, merupakan istilah lain dari dokter yang berurusan dengan pertulangan. Seketika, pikirannya kemana-mana. Siapa yang tulangnya retak? Lio? Ia lihat itu sangat tidak memungkinkan. Apalagi, semua alat geraknya dapat digunakan dengan normal dan Lio sehat wal'afiat tidak memiliki gejala tulang retak atau semacamnya. Lalu, kalau begitu siapa jika bukan...

Saudara? Atau... Dirinya?

Mana mungkin!

Ai segera menghilangkan impian bodohnya yang berkata bahwa sang boss akan membantunya untuk menyembuhkan kaki lumpuhnya itu. Pikirlah matang-matang dan mengoreksi diri. Memangnya Ai itu siapanya Lio? Kakak bukan, saudara bukan, apalagi pacar dan calon istri. Lagipula kalau benar dia adalah pacar atau calon istrinya Lio. Apakah Lio tetap setia untuk selalu bersamanya? Aihh.. itu perumpamaan bodoh.

Realitasnya kehidupan dari seorang Ai bukan bersama Lio! Melainkan sebatas bawahan dengan atasan yang sepatutnya Ai menghormat penuh dan menuruti perintahnya. Bukan malah menentang seperti tempo lalu.

Ai tak akan memikirkan hal itu lebih lanjut lagi. Karna sama saja mencari kepusingan sendiri.

Disadari ataukah tidak, Ai kini sudah masuk ke dalam ruang yang sempat dibacanya tersebut. Lio berkata sebentar dengan seorang wanita cantik berseragam dokter. Menatap ramah Lio dan sempat berbasa-basi sebelum pertanyaan lain berlanjut.

"Sudahlah omong kosong ini Rin, karna aku kesini mau periksa."

Sosok wanita yang dipanggil Rin, karna namanya Rini mengerut. Menatap tak percaya keadaan Lio.
"Kulihat, kau baik-baik saja tidak ada yang kurang Lio!"

Jelas saja Lio terkekeh.
"Rini, Rini... Kamu nggak pernah berubah semenjak dulu sekalipun sudah menyandang status dokter spesialis. Kemanakan otak cerdasmu itu?"

Rini yang dikatakan seperti itu mencebik. Memanglah benar jika gadis cantik berambut sebahu itu sedikit tulalit. Tapi jangan salah, ia merupakan salah satu dokter spesialis terkenal yang sudah melambungkan nama dikancah nasional.
"Udah deh... Aku kesel nih!"

Lio menggeleng-geleng sembari menyembunyikan senyuman geli.
"Bukan aku. Dulu pernah ngomong ke kamu sebelumnya dan aku sudah bawa orangnya sekarang," jelas Lio.

Rini mengangguk, membenarkan. Lio pernah menelponnya untuk mengosongkan jadwal dijam satu hari rabu, tepat hari ini untuk memeriksa keadaan seseorang yang harus ditolongnya. Rini sempat menolak karena jadwalnya pun padat. Tapi Lio akan memberi lebih jika berhasil dan mau tak mau Rini setuju. Bagaimanapun, Rini adalah manusia yang membutuhkan uang lebih, kapan lagi coba jika bukan karna ini? Sedikit terlalu memang. Apalagi profesi seorang dokter yang tugas utamanya adalah menolong bukan mengutamakan honor sebagai prioritas.

"Ohiya, aku udah ingat."

Lio dengan segera menghampiri Ainina yang masih tercenung di atas kursinya. Segera didorongnya kehadapan Rini.

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang