Ainina menggeret paksa Hana. Ia tak peduli akan tatapan aneh dari semua para tamu undangan. Tidak ada maksud lain, hanya saja ia sudah kesal dan jenuh di dalam keramaian ini. Apalagi hari sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, harusnya sebagai perempuan muslim yang baik tidak boleh pulang di atas jam 09.00 kecuali ada kepentingan mendesak.
Kalau saja ia tak mengikuti kemauan Hana pasti dirinya sudah berada di rumah beristirahat dengan nyenyak di kasur empuknya.
"Ai, kau ini. Lepaskan!!" Hana mencoba melepas cengkraman namun, Ainina tetaplah Ainina sang pemaksa.
Bukan berarti ia pemaksa dalam segala hal, hanya diwaktu terpepet saja. Seperti saat ini, ia hanya tak mau pulang terlaru larut lagi.
"Sudahlah mana kuncinya?"
Mereka telah sampai dan sekarang sudah berada di tempat parkir.
"Nih!" Hana berucap dengan nada yang tak rela memberikan kunci motor bergantung angry bird itu ke tangan pemiliknya.
Ainina yang tidak memperdulikan ekspresi Hana segera menjumput kunci motornya, menstater, lantas menjalankannya begitu Hana telah duduk di belakang.
"Ah, kau ini Ai. Baru juga jam sepuluh malam yaelah," gerutu Hana. Ia merasa kalau temannya ini terlalu kolot dan khawatir akan bahaya malam. Padahal, Hana sendiri yang sering pulang larut malam karna senang mengambil jatah lembur di kantor, aman-aman saja tak ada masalah. Asal selalu waspada dan siap siaga, in syaa allah aman. Lagipula, jalanan menuju rumahnya selalu ramai pengendara. Jadi, kejadian yang tak diinginkan sangat minim terjadi.
"Jangan menggerutu. Aku tak konsen!" jawab Ainina ketus yang sedang membelokkan laju motornya ke arah kanan. Sedang Hana, ia memutarkan matanya malas.
***
Duuuuh, aku menyesal bertemu dengan lio. Dia telah merusak suasana hati saja.
Baru juga Ricko bertemu dengan seorang yang selama ini dirindunya. Tapi, dia telah mengacaukan?! Bukankah maksud utamanya adalah menemui lio? Ah, walau demikian tetap sahaja dia salah.
"Rick, menurut lo gue harus gimana?"
Ck,ck. Tadi aja ngomong apa gue nggak tahu, eeh malah minta saran. Hati Ricko merasa kesal.
"Woi!"
"Apa?" alis Ricko terangkat.
"Lo nggak denger gue ngomong apa barusan?" Lio menatap Ricko sedih. Lalu berubah ekspresi menjadi melow. Kedua tangannya menengadah ke langit "Ya Allah, lio dosa apa? Sampe punya temen kayak Ricko?" katanya berseru dengan nada mendramatisir.
"Ya Allah Enricko dosa apa sampai bisa berteman dengan lio?" sahut Ricko tak mau kalah.
Setelahnya ...
12
3
Dan binggo!!!
"Gue sebenarnya masih bingung. Menurut lo, gue harus bagaimana hah?"
See, ia tak pernah menyerah untuk mendapatkan apa yang dipinta.
"Gue nggak bisa jawab!"
Ricko menjawab jujur sepenuhnya. Dia bertanya tentang sikapnya nanti di perusahaan yang ia tangani agar disegani dan dihormati karyawannya. Kan, Ricko sendiri bukanlah seorang bisnisman. Ia hanyalah seorang seniman, yang bisa merangkai karya seni dengan mengubah bahan bekas menjadi barang berguna yang mempunyai nilai jual tinggi di pasar. Dan itu tentu menguntungkannya sekali. Sedikit modal dan hanya perlu memutar otak agar barang yang dijual laku dipasaran. Seperti membuat desaign yang menarik dengan bentuk kekinian dan lucu-lucu. Bisa menggaet minat masyarakat. Terutama kaum muda-mudi. Eh, apa itu juga seorang bisnisman ya? Seketika Ricko bingung, karna dalam pengedaran dan pemroduksian produk, ia juga memperkejakan warga sekitar. Tidak cuma itu, beberapa perusahaan lain juga menanamkan modal padanya. Aahhh, kok jadi ke aku? Yang jadi masalah kan, dia? Gegara lio ini mah!, Ricko menggerutu dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓Way of Love to Find Love [Completed]
General FictionRating (R-13+) #53 Highest rank in GenFict 17/05/18-20/05/18 Blurb: Saat takdir mempermainkan kehidupan, tangan Tuhan seolah menggoreskan tinta buruk baginya. Namun siapa sangka, jika yang selama ini yang dianggapnya buruk mampu menuntun ke pencari...