16. Attach

1K 46 2
                                    

Sejauh mata memandang, sejauh itu pula cara berpikir kita tertuju. Melalui pelabuhan kah untuk sampai, atau menaiki kapal bahkan pesawat terbang agar mencapai pulau satu yang akan tergapai. Segalanya harus memiliki skill mumpuni sebelum beranjak jauh. Begitulah pencapaian terbesar dalam hidup.

Lalu hidupnya?
Lio tak lagi tahu harus berkata apa saat wanita yang berusaha ia tolong, malah menolak pemberian uang yang ditransfer dengan begitu mudah. Menurut si gadis, ini sangat berlebih dan tak baik. Hingga Lio mencoba negosiasi agar mau menerima tanpa tolakan. Tapi ia tetap saja kukuh dengan pendiriannya sekalipun Lio mengancamnya untuk berganti rugi dengan dua kali lipat jika berani menolak.

Seperti makan bumerang, dia ternyata berbeda dengan kebanyakan orang. Ainina, gadis itu terlalu kuat akan prinsipnya agar uang yang didapat memang benar hasil dari usaha keringatnya sendiri, bukan hasil ongkang-ongkang tanpa usaha. Lio merasa... Entah.

Gadis ini, memang benar berbeda hingga otakku memutar taktik bagaimana caranya agar dia mau menerimanya meski harus memaksa untuk bekerja sesuai dengan keinginannya.

Sebagai asisten pribadinya, mungkin ini tidak buruk menjadi tugas si gadis. Bilang saja untuk kelanjutan kontrak kerjanya, besok di rumah sekalian mengesahkan.

Lio pada waktu itu masih di dalam kamar, membenahi pakaian dengan sedikit terburu sesaat Bi Ijem memberitahu ada seseorang yang menunggunya di bawah. Dia, ternyata Ainina. Gadis itu berpakaian seperti biasa. Baju yang terjulur sampai mata kaki disertai penutup kepala yang membingkai indah hingga ke bawah dada. Seulas senyum mencoba riang sampai pokok pembicaraan akhirnya dibahas. Diakhir sebelum pengesahan diantaranya, Lio kembali menegaskan untuk mengingatkannya agar nanti, apa yang ia suruh dijalani tanpa ada bantahan. Jika tidak, maka hukum akan tetap berjalan.

Jangan dibuat serius tentang hal tersebut, karna Lio mana mungkin melakukan hal yang akan membuatnya keberatan dan merasa susah. Itu hanya sebagai batu loncat. Salah satu cara agar wasiat sang almarhum tetap ia jalani dengan benar.

Niatnya, siang ini ada pertemuan dengan perusahaan lain hingga lelaki itu mengutus Ainina sebagai pendamping. Dia kan asisten pribadi, sudah selayaknya mengikuti kemanapun kaki bos melangkah.

"Ma-af, sebelumnya pak. Saya dipanggil ke sini, apakah ada suatu hal yang mesti saya laksanakan?"

Gadis itu memang tepat waktu. Begitu Lio menyuruh asisten di kantor memanggilnya, maka butuh sekian sekon sudah berada di hadapan.

Benar-benar tipe teladan.

"Yah, kau benar. Saya menyuruhmu untuk menemani saya rapat di luar kantor."

"Kenapa harus saya pak? Bukankah Bu Rika lebih pantas?"

Lio tersenyum. "Bu Rika asisten saya di kantor saja yang tugasnya mengurusi keperluan kantor selebihnya jika ada tugas di luar, kamulah yang harus menemani dan membantu saya. Kau masih ingat bukan, jika jabatanmu sebagai asisten pribadi saya?"

Ini terkesan memaksa. Tapi, ini salah satu tujuannya.

"B-baiklah pak. Kalau begitu, kapan kita akan berangkat?"

"Sekarang," kata Lio yang kemudian mendorong kursi rodanya keluar dari ruangan.

"E-eh pak. Ini saya bisa lakukannya sendiri," elak Ai berusaha namun tangan kokoh Lio tak bisa dibantah.

"Tidak ada kata tidak. Karna ini perintah atasan," Lio menegaskan. Ai yang mengalah terdiam sudah dengan jawaban lirih, "Baiklah."

Sekadar perasaan atau kebenaran yang tengah tertutup. Aura begitu menguar sesaat Lio bersama asisten barunya itu keluar ruangan, para karyawati memandang kami aneh. Bahkan sangat ragu untuk mengungkapkan apa yang tengah terjadi. Mereka tersenyum ramah di hadapan Lio tapi saat mengalihkan pandangan, rasanya ada yang menusuk asistennya itu dari belakang.

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang