22. Kesadaran

822 36 0
                                    

Merasa senang ataukah sebaliknya? Ainina tidak tahu lagi memaknai segala hal yang menimpanya. Layakkah penuh syukur dengan segala kemudahan dan keinginannya selama ini? Malah berbanding dengan rasa takut dan cemas yang mengiringinya saat ini.

Kerendahan hati seseorang mampu membuat Ai kalap dalam sekejap. Bukan mengapa jikalau hari yang dilalunya cukup sulit dan hampir terpelosok dalam nestapa hidup, tetapi akankah jauh lebih baik dengan sekarang?

Sikap sang big boss usai pemeriksaan kemarin oleh dokter ahli tulang, Ai rutin diajaknya ke sana dengan dalih penyembuhan sebagai tindak lanjut. Ai sebenarnya ingin menolak dan menentangnya keras. Bukan maksud sombong dengan tidak menerima bantuan orang karena dirinya 'mampu'. Melainkan sebuah perasaan yang lebih tinggi daripada itu.

Sebuah dalih, bernama harga diri.

Tiada ada patut ternilai oleh apapun hal di dunia ini selain harga diri baginya. Karena sang kuasa sajalah yang patut ia jadikan sandaran betapa tingginya sebuah kehormatan (red, harga diri) terutama bagi kaum wanita.

Ai tidak lagi mempersoalkan dan memperpanjang, jika apa yang dilakunya sudah sedikit menjauh. Akan tetapi, ia pun mengetahui bagaimana rupa untuk menolak permintaan sang big boss kiranya sudah banyak hal yang diberi olehnya. Dan rasa-rasanya, Ai sangat kurang ajar. Sudah syukur diberi pekerjaan, tak mempermasalahkan dirinya yang cacat yang lantas diberinya kemudahan untuk penyembuhan kaki.

Pikirnya tak mengerti. Namun menolak pun apalah daya. Hingga Ai pasrah dan mengikut.

Seperti sebelum-sebelumnya, sekarang ini jadwal rutin penyembuhan yang dilakukannya bersama Lio sebagai peneman, berjalan lancar sebagaimana mestinya.

"Dari hari ke hari rupanya penyembuhan yang kita lakukan cukup baik dan signifikan."

Lio tersenyum penuh syukur. Dengan antusiasnya ia bertanya. "Kira-kira, kapan bisa sembuh secara total?"

"Tidak lama lagi akan sembuh secara total. Mengingat cidera yang dialami oleh Ai tidaklah parah. Hanya terkena paraplegia ringan hingga peluangnya pun sangat besar terlebih lagi kalian yang secara rutin memeriksa dan belajar menggerakkan otot kaki."

"Kalau boleh tahu, paraplegia. Itu penyakit apa ya dok?" Ai kali ini bertanya. Setahunya, kelumpuhan yang dideranya ini sangat parah dan kemungkinan sembuhnya kecil. Mengingat kecelakaan tempo lalu yang mampu meringsekkan motor matic kesayangannya sampai tak berbentuk. Lalu dengan tiba dokter Rini berkata demikian. Seolah ini hanya isapan jempol semata.

"Paraplegia merupakan salah satu jenis kelumpuhan pada kedua belah bagian bawah tubuh, termasuk dua belah kaki yang dimana jika dilakukan penanganan dan penyembuhan yang tepat, sang penderita bisa sembuh secara total. Ini memang sedikit aneh mengingat kejadian yang dialami oleh saudari Ainina cukup parah. Tetapi, dalam dunia medis pun mempercayai bahwa keajaiban atas Sang Maha Kuasa itu memanglah ada."

Ai mengangguk, membenarkan.

Kuasa manusia taklah seberapa dibanding kuasa Allah. Manusia hanya bisa menentukan yang belum pasti karena kepastian sejati hanya milik Allah. Jika sudah berkehendak, maka kita hanya menerimanya walau yang terpahit sekali pun.

Kisah tentang kemahaan-Nya sudah banyak. Saat dokter menyatakan bahwa penyakit yang diderita pasien tidak akan sembuh dan menyebabkan kamatian, namun Allah dengan mudahnya mengangkat penyakit kronis tersebut sampai sembuh secara total. Itu hanya sedikit kisah dari kekuasaannya yang luas.

Lio menyalimi dokter Rini secara simbiolis, begitu juga dengan Ai. Mereka akhirnya keluar dari sana dengan Lio yang mendorong kursi roda milik Ai. Untuk saat ini dan beberapa hari ke depan, Ai masih belum dibolehkan lepas dari penggunaan kursi roda. Selain penyembuhan yang belum sepenuhnya pulih, pun khawatir terjadi suatu hal tak mengenakkan hingga Ai hanya menurut saja.

✓Way of Love to Find Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang