Bang Sat.
Bukan baru kali ini Satria mendengar kata itu. Sudah lebih dari 21.000 kali selama dua belas tahun belakangan ini ia mendengar kata itu.Tapi selama ini ia cuma diam. Ia hanya datang lewat angin. Tak perduli ia sedang apa, ia pasti akan datang. Mau tidak mau. Tak perduli siang atau malam, lagi santai, lagi bosan, lagi capek, bahkan saat tengah malam buta seperti ini.
Entah apa yang sedang dilakukan anak itu sampai hampir sudah menunjukkan pukul dua pagi masih terjaga. Seharusnya dia tidur saat ini. Hmmm, Satria jadi penasara---
BANGSAT!
Panggilannya tiap hari makin terdengar jelas.
BANGSAT..!! BANGSAATTTTT...!!!
Satria yang baru saja ingin memejamkan mata langsung tersentak bangun. Sebelum ia bisa melakukan dan memikirkan apapun,bahkan untuk menghela nafas sekalipun, tiba-tiba ia sudah berdiri di belakang anak itu.
Gedang.
Anak itu nampak sedang memegangi tengkuknya di pinggir ranjang. Apa yang sedang ia lakukan di pagi buta begini?
Dan ngomong-ngomong sekarang Satria datang menemuinya bukan sebagai angin, tapi melainkan dengan wujud aslinya. Hal yang tak pernah ia kehendaki sebelum waktunya tiba. Kenapa bisa begini?
Apa yang harus aku katakan padanya atas kemunculanku yang tiba-tiba berada di dalam kamarnya? Gumam Satria dalam hati.
Sekuntum bunga cempaka tiba-tiba muncul di udara entah dari mana. Satria meadahkan tangan dan sekuntum bunga itu mendarat di telapak tangannya. Saat ingin ia genggam, bunga itu melayang lagi menuju Gedang.
Satria tersenyum. Ada banyak hal diluar kuasanya. Biarkan takdir ini menjalankan rencananya, gumamnya dalam hati.
"Haruskah kita bertemu di tengah malam begini?"
Gedang menoleh ke arah Satria dengan ekspresi muka yang sudah bisa ia tebak. Gedang nampak kaget dan pias saat mendapatinya bersender di samping lampu tidur.
"Kkk...am..kk..am..kamu...ssi...si...ap..a?" suara Gedang tercekat.
"Hantu," jawab Satria spontan.
Gedang nampak menelan ludah. Tapi Satria salut anak itu tak serta merta lari terbirit-birit melihat ada seseorang yang tiba-tiba muncul di kamarnya. Matanya tertuju ke jendela kamar yang terkunci rapat. Tentu saja ada terlintas di pikirannya kalau Satria masuk lewat jendela itu.
"Han..tu?" bola mata Gedang membesar. Ia memutar badannya dan berlari menuju pintu kamar. Satria tersenyum dan membiarkannya pergi...
***
Positif dia hantu. Ia muncul gitu aja di kamar tanpa ada jejak dari mana ia masuk. Jendela terkunci rapat. Langit-langit kamar gak ada yang jebol. Dan dia datang ke sini pasti ada maksud dan tujuan. Aku harus beri tahu Mama dan Papa, kata Gedang dalam hati dengan dada berdegup kencang.
Krieett...
Gedang membuka pintu kamar dan...
"HAAAA...!!!" ia berteriak histeris saat melihat "sosok hantu" itu sudah berdiri di depan pintu. Spontan ia mundur ke belakang.
Satria menaruh telunjuk di atas bibirnya dan berjalan perlahan menghampiri Gedang yang gemetaran setengah mati.
"Emang tampangku menyeramkan ya?" Satria berhenti di depan cermin. Gedang melihat ada pantulan tubuh Satria di sana.
Berarti dia bukan hantu. Setahuku, sosok hantu tidak terpantul di cermin, kata Gedang dalam hati sedikit lega. Mungkin dia adalah manusia sakti, kata hatinya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANGSAT
RandomGedang tak habis pikir kenapa orang tuanya sepertinya sangat menginginkan ia menyukai laki-laki, padahal ia sendiri adalah seorang laki-laki juga. Hal itu bukan perasaan Gedang saja. Kenyataannya orang tuanya lebih menyukai kalau dirinya membawa tem...