XXXIX

5K 413 32
                                    

Gedang mengkucek-ucek matanya. Benar. Ia tak salah lihat. Lelaki itu memang Satria. Hanya saja dengan penampilan yang sama sekali jauh berbeda. Rambut yang biasanya rapi dan pendek itu terlihat menjuntai sampai ke bahu. Pakaian semacam rompi yang dikenakannya membalut tubuhnya yang kokoh. Mempertontonkan lengan yang kuat dan dadanya yang bidang. Kulit tubuhnya juga terlihat lebih cokelat. Namun begitu seksi.

Bertemu Satria di sini membuat Gedang merasa aman. Segala kegundahannya hilang untuk sementara. Ia bersandar di sebatang pohon sembari terus memperhatikan Satria berlatih. Semilir angin membuatnya tertidur. Entah sudah berapa lama sampai akhirnya ia merasakan tubuhnya terguncang.

Ketika ia membuka matanya, ia langsung menangkap wajah Satria. Senyum lebar langsung mengembang di bibirnya.

"Bangsat!!!" seru Gedang sambil memeluk Satria. "Abang bisa lihat aku juga rupanya..." desisnya senang bukan kepalang.

Satria terkejut. Ia melerai pelukan lalu menatap wajah Gedang dengan ekspresi kebingungan.

"Hey!!!" Gedang melambai-lambaikan tangan di depan wajah Satria. "Abang kenapa? Kok bingung gitu?"

"Hai, anak muda, siapa gerangan namamu? Dan dari mana asalmu?" Satria balik bertanya seraya memperhatikan penampilan Gedang dari ujung rambut sampai ujung kaki. Penampilan dan pakaian yang dikenakan Gedang terasa begitu aneh sekaligus menakjubkan di matanya. Seumur hidupnya, ia belum pernah melihat siapapun mengenakan pakaian seperti yang Gedang pakai.

Gedang malah tertawa mendengar pertanyaan dan pemilihan bahasa yang Satria gunakan.

"Hmm...!" Satria berdehem.

"Abang tahu nggak, kenapa kita kembali ke masa lalu?"

"Apa yang kau bicarakan? Aku bertanya siapa namamu?"

"Apaan sih...?! Serius ah...! Gimana nih caranya kita bisa kembali???" Gedang mencubit nipple Satria yang mengintip di balik rompinya.

"Aduh..!" desis Satria kesakitan. Ia menatap Gedang tajam. Matanya berkilat dan dengan cepat langsung meraih leher Gedang dan menekan satu tangannya yang kokoh di sekitar leher itu hingga Gedang nyaris tersedak.

"Siapa yang mengirimmu ke sini...?" desis Satria penuh ancaman.

Gedang menggeleng-gelengkan kepala lemah. Wajahnya yang mendongak ke atas memperlihatkan mimik kesakitan. Mukanya memucat dan matanya melotot. Sementara kedua tangannya berusaha melepaskan cengkeraman lengan kokoh Satria di lehernya.

"Cepat katakan!" bentak Satria.

Aduh, kok jadi gini sih? Seriusan Bangsat nggak kenal aku...? Gimana nih??? Tanya hati kecil Gedang.

"B—be—ai—kk..." ucap Gedang dengan susah payah.

Satria melepaskan cengkeraman tangannya dan mendorong tubuh Gedang ke depan. Sementara cowok itu langsung terhuyung dan terbatuk-batuk. Ia menghirup napas sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya yang terasa kosong.

"Sekarang katak—"

"Baiklah. Oke," potong Gedang seraya mengatur pernapasannya. "Aku Gedang. Bang Satria benaran nggak tahu siapa aku?"

"Gedang?"

"Iya. Aku bukan utusan siapa-siapa. Aku ke sini juga nggak tahu kenapa. Aku dari masa depan."

Satria terlihat menghela napas. Ia mencoba menahan amarah mendapat jawaban Gedang yang terdengar melantur.

"PRAJURIT...!!!" Seru Satria kemudian. Dua orang prajurit entah dari mana muncul menghampiri mereka.

BANGSATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang