XLI

3.8K 363 26
                                    

Sementara itu dengan menunggangi Kumbang, kuda putih kesayangannya, Pangeran Satria mengambil jalan pintas agar lebih cepat mencapai kerajaan Selebar. Di tengah jalan ia bertemu dengan dua orang perempuan yang memikul bawaan yang nampak berat. Pangeran Satria menghentikan laju kudanya.
“Selamat pagi, hendak kemanakah gerangan bibi berdua?” tanya Satria.
Melihat siapa yang menyapa kedua perempuan itu langsung membungkukkan badan.
“Mohon ampun Yang Mulia Pangeran Satria, kami berdua hendak menghantarkan makanan kepada suami dan warga yang sedang gotong royong membersihkan jalan...”
“Iya, Yang Mulia. Tidak jauh dari sini semalam ada pohon yang tumbang...” tambah perempuan yang satunya lagi.
“Oh, begitu. Baiklah. Begini saja, kalau kalian bersedia, biar saya saja yang menghantarkan bekal ini sambil lalu. Kalian silahkan pulang. Bagaimana?”
“Ah, tidak usah Yang Mulia...”
“Benar Yang Mulia. Ini sudah menjadi tugas kami.”
“Tidak apa. Saya juga akan mengarah kesana. Tidak usah sungkan.”
Kedua perempuan itu berpandangan.
“Sini bekalnya. Biar saya dan Kumbang yang menghantarnya.”
“Ah, kami jadi merepotkanmu Yang Mulia.”
“Tidak sama sekali,” sanggah Satria seraya menaikkan bekal ke atas Kumbang. “Kalian berdua kembalilah ke rumah. Hati-hatilah di jalan.”
“Terima kasih pangeran...”
Satria mengangguk dan meneruskan perjalanannya.

Lokasi pohon tumbang yang diceritakan oleh kedua perempuan tadi cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi karena ketangkasan Kumbang, Satria bisa mencapai tempat itu dengan singkat. Ia langsung menyapa rakyat Sungai Limau yang sedang bergotong royong menyingkirkan pohon besar yang melintang menghalangi jalan. Melihat kedatangan sang pangeran mereka langsung menyampaikan salam.
“Pohon ini memang sudah tua, Pangeran. Cepat atau lambat memang akan tumbang juga. Untung saja tidak memakan korban,” terang salah satu warga.
Satria tersenyum.
“Aku minta maaf tidak bisa ikut kalian menyingkirkan pohon ini karena ada hal penting yang harus aku kerjakan. Sebagai tanda aku ikut serta bersama kalian, ambilah pedang ini. Semoga keberadaannya bersama kalian bisa membantu,” kata Satria sambil mencabut pedang dari pinggangnya.
“Tidak usah pangeran. Mungkin dalam perjalanan Pangeran membutuhkannya.”
“Semoga saja tidak ada aral di jalan.  Perjalanan yang akan aku tempuh tidaklah berbahaya dan dekat. Doakan saja aku bisa selamat sampai tujuan,” pinta Satria lantas pamit.
Mereka semua mengangguk.
“Pangeran Satria begitu baik budinya,” puji salah satu dari mereka.
“Iya. Sangat bertolak belakang dengan Pangeran Aria,” timpal yang lain.
“Aku berharap Pangeran Satria lah yang menggantikan Raja dari tahtanya,” harap yang lain.

***
Pangeran Satria mencapai gerbang belakang Kerjaan Selebar dengan selamat. Ia langsung dibawa menemui Ayahanda. Tanpa buang waktu Satria langsung menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Raja Bermano hingga tak menunggu sang raja kembali ke istana terlebih dulu.
Mendengar kabar yang disampaikan sang putra, Raja Bermano terhenyak. Untuk beberapa saat ia tak bisa mengucapkan apa-apa. Melihat diamnya sang ayahanda, Satria bisa mengambil kesimpulan.
“Aku mohon petunjukmu ayah, apa yang harus aku lakukan...” pinta Satria seraya membungkuk di hadapan Raja.
“Ayah tidak menyangka kakakmu akan bertindak sejauh ini,” desis Raja Bermano.
Satria tidak berkata-kata.
“Pulanglah Satria. Jangan dengarkan ucapan kakakmu. Ayah akan segera menyusul.”
“Baik, Ayah...” sahut Satria lantas bangun dan meninggalkan ruangan.
Tanpa mereka berdua ketahui, seorang prajurit Kerajaan Selebar mencuri dengar percakapan mereka. Sesaat setelah Pangeran Satria pergi, ia pun diam-diam pergi menemui seseorang yang sudah menunggunya di sebuah tempat tak jauh dari ruang bermalam Raja Bermano...

***

Apa yang dikatakan Gedang itu benar, kata hati kecil Satria. Meskipun susah untuk diterima logikanya, tapi sekarang ia mulai mempercayai perkataan lelaki itu. Mungkin saja ia memang dikirim dari masa depan untuk menyelamatkan dirinya dan kerajaan Sungai Limau dari malapetaka.

Satria semakin memacu kecepatan si Kumbang. Ia harus segera menemui Gedang. Ia harus mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari Gedang mengenai masa depannya ataupun kerajaannya. Keberadaan Gedang tentu bukan tanpa sebab. Terbit sedikit penyesalan di hatinya mengapa tidak serta merta membawa lelaki itu bersamanya menghadap Ayahanda.

BANGSATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang