XX

5.5K 467 36
                                    

Satria beranjak bangun setelah menyeruput tehnya. "Baiklah, terima kasih. Aku pamit pulang."

Evita mengangguk.

"Salam untuk semuanya."

"Baik, Pangeran."

"Panggil saja Satria," koreksi Satria.

Evita kembali mengangguk. "Nanti salamnya akan kusampaikan. Mereka semua sering bertanya mengapa kamu tak pernah mampir ke sini lagi."

"Gedang juga?"

"Kecuali Gedang..."

Satria terkekeh kecil.

"Maaf, apakah benar-benar tidak ada masalah diantara kalian?" tanya Evita. Naluri kepo emak-emak muncul ke permukaan.

Satria menghela napas. "Memang Gedang tidak bercerita pada kalian?"

Evita menggeleng.

"Masalah kecil saja. Gedang belum terbiasa tinggal di sana dan ia merasa kesepian. Setiap hari ia minta pulang sehingga kami bertengkar," terang Satria berbohong.

"Oh begitu... Tapi, apa benar roh itu sudah pergi dan tidak akan mengganggu dia lagi?"

"Tidak. Roh Kakanda Aria sudah pergi."

"Syukurlah..."

"Baiklah, aku permisi. Kalau ada apa-apa segera beritahu aku."

"Baik, Pang---Satria."

Satripun pulang dengan diantar Evita sampai ke pintu.

Sepulangnya dari rumah Gedang, Satria langsung menemui Madam Rosetta. Saat ia datang, wanita itu tengah melayani kliennya. Seperti biasa, kalau sang Madam sedang sibuk dengan profesinya, maka Satria akan menunggu di ruang santai sekaligus ruang baca yang letaknya di sebelah ruang praktek. Tapi ia baru saja hendak memutar gagang pintu saat ia tak sengaja mendengar percakapan antara sang madam dengan kliennya.

"Terus gimana dong, Madam? Aku takuutttt... Aku hampir aja kabur ke sini tadi malam saat hantu bunga cempaka itu muncul lagi. Untung aja terornya dia cuma sebentar. "

Hantu bunga cempaka?

Satria langsung tertarik ingin mendengar percakapan mereka lebih banyak lagi. Sejak dulu perhatiannya seketika akan tersita dengan segala sesuatu yang berbau 'cempaka', tak terkecuali saat kata 'cempaka' meluncur dari mulut orang-orang. Tak perduli siapapun itu. Ia dan cempaka bagaikan kutub magnet dan besi berani.

"Tenang, Nak," terdengar suara Madam Rosetta lembut. "Selagi kamu tidak membuat makhluk itu marah, dia tidak akan mengganggumu..."

"Selama ini aku merasa tidak membuat kesalahan, tapi kenapa hantu itu malah menggangguku?"

"Sebenarnya gampang saja, Nak. Jika kamu tidak mau diganggu, maka kamu tinggal menghindari sumber kemarahannya, yakni jauhi Gedang."

Gedang?!

Aku nggak salah dengar kan? Mereka menyebut nama Gedang, desis Satria.

Cempaka dan Gedang. Dua kata ini semakin membuat Satria penasaran. Tanpa pikir panjang ia langsung menerobos masuk ke dalam ruang praktek. Madam Rosetta dan kliennya langsung menoleh.

"Ada apa?" tanya Madam Rosetta.

Satria langsung mengenali seorang gadis muda yang tengah duduk di hadapan Madam Rosetta. Dia tak lain adalah Ambar, pacar Gedang.

"Oh, nggak apa-apa. Aku kira kamu lagi sendirian," kilah Satria.

"Tunggu, kayaknya aku pernah lihat Abang sebelumnya. Tapi di mana ya? Kok wajahnya nggak asing..." suara Ambar barusan menyurutkan langkah Satria yang hendak menutup pintu.

BANGSATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang