Satria tengah menatapi lukisan pohon cempaka di kamar yang dulu ditempati Gedang. Ia berdiri di depan tempat tidur dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Pikirannya menerawang jauh, melintasi waktu, mengembara kembali ke masa silam, tepat di masa enam ratus tahun yang lalu saat ia mengasingkan diri di hutan Mayang.
Bukan tanpa alasan ia memilih hutan Mayang tempat mengasingkan diri setelah difitnah oleh sang Kakak, Pangeran Aria. Hutan Mayang adalah hutan yang membentang di perbatasan kerjaan Sungai Limau dan Sungai Serut. Bagian selatan termasuk kedalam wilayah kerajaan sungai Limau dan bagian Utara menjadi bagian wilayah sungai Serut. Keistimewaan dari sungai Mayang adalah terdapat begitu banyak jenis tumbuhan perdu dan bunga-bunga liar. Rakyat dari kedua kerajaan sering meramu dan mengumpulkan bunga-bunga dari sana untuk berbagai keperluan, salah satunya untuk upacara kerajaan. Dan pohon bunga yang paling sering dijumpai di sana adalah pohon Cempaka.
Sifat bunga cempaka yang berbunga sepanjang musim, membuat hutan Mayang kerap memutih ketika cempaka putih yang mekar dan kemudian berganti menguning ketika cempaka gading yang merekah. Belum lagi semerbak wanginya yang memenuhi udara. Ketika angin berhembus dari selatan, aroma khasnya tercium sampai ke istana. Jadi bukan tanpa alasan kenapa ia memilih hutan itu sebagai tempat mengasingkan diri. Ia berharap keindahan panorama hutan Mayang bisa menjadi pelipur laranya. Dan ternyata di sana ia tak hanya menemukan keindahan pesona alam hutan tapi juga keindahan ragawi seorang putri. Seorang putri yang elok parasnya. Dialah Gading Cempaka.
"Dinda... aku merindukanmu..." desis Satria tanpa sadar.
Tiba-tiba lukisan pohon cempaka itu luruh, perlahan-lahan menghilang dari figura. Dan sekarang yang terbingkai di figura bukanlah sebuah lukisan, melainkan cermin.
Satria mengernyitkan keningnya. Ia melihat cermin itu bukannya memantulkan bayangan yang ada di depannya, melainkan menampilkan sebuah jalan raya dengan kendaraan berlalu lalang. Satria mendekat. Layaknya televisi, figura itu sekarang memperlihatkan sebuah Sedan putih yang berjalan tiba – tiba oleng dan langsung mengarah ke sisi kiri jalan. Sementara di trotoar nampak dua orang melangkah gontai tanpa menyadari maut mengintai mereka.
TITTTTTTT....!!!
"MBAAKKK, AWAASSSS....!!!"
Dua orang pejalan kaki itu menoleh. Seperti dishoot oleh seorang cameraman, cermin itu meng-zoom out wajah kedua pejalan kaki itu hingga memenuhi isi cermin.
Satria tersentak saat melihat wajah yang terpampang di cermin.
"Ged---"
Tubuhnya menghilang.
***
Sebuah Sedan Putih meluncur zigzag tak terkendali. Sang sopir yang merupakan lelaki paruh baya nampak panik. Ia menginjak rem berkali-kali namun tak berfungsi. Mobil yang dikendarainya meluncur semakin kencang. Ia membanting stir ke kiri. Ia sengaja melakukan itu supaya mobil menabrak trotoar agar berhenti. Ia tidak ingin mengambil resiko dengan terus memaksakan mengendarai mobil yang remnya blong di saat lalu lintas ramai seperti sore ini. Hal itu bisa menyebabkan kecelakaan beruntun. Sialnya, ia tak menyadari ada dua orang pejalan kaki di trotoar. Mobilnya yang melaju kencang dipastikan bisa jumping ke atas trotoar dan menabrak kedua pejalan kaki itu.
TITTTTTTT....!!!
Dalam kondisi panik ia sempat menekan klakson sekuat tenaga dengan tangan gemetaran.
Seorang pengendara motor yang melihat kejadian genting itu memacu motornya mendahului mobil itu dan berteriak, "MBAAKKK, AWAASSSS....!!!" ketika melintasi dua pejalan kaki yang diintai maut, yang tak lain adalah Gedang dan Ambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANGSAT
عشوائيGedang tak habis pikir kenapa orang tuanya sepertinya sangat menginginkan ia menyukai laki-laki, padahal ia sendiri adalah seorang laki-laki juga. Hal itu bukan perasaan Gedang saja. Kenyataannya orang tuanya lebih menyukai kalau dirinya membawa tem...