XXV

5.3K 466 33
                                    

Entah sudah berapa kali Gedang mengerutkan keningnya sepanjang ia mengobrol dengan Ambar pagi ini. Ambar terlihat tak antusias saat ia mengabarkan tentang kepergian Satria. Bukan itu saja, pikirannya seperti melayang entah kemana. Ia bisa merasakan kalau yang duduk di sampingnya sekarang hanya raga Ambar saja, tapi pikiran pacarnya itu sedang mengembara entah kemana.
“Jadi sekarang kita bebas...”
“...”
Gedang menatapi wajah Ambar yang lagi-lagi tertangkap sedang asik dengan pikirannya sendiri.
“Hey!” sentak Gedang.
“Hah!!” Ambar tersentak.
“Kamu lagi mikirin apaan sih? Kamu dengar nggak sih omongan aku?”
“I..iyaaa. Hhhhh....” terdengar Ambar menghela napas.
“Emang aku ngomong apa coba?” uji Gedang.
“Pangeran pergi kan? Kemana?”
“Lho? Kok kamu balik nanya?”
“Iyaa... ummm... eh, itu Rizaldi kan???”
Gedang mengarahkan pandangan mengikuti telunjuk Ambar.
“Iya,” Gedang membenarkan saat melihat sahabatnya itu berjalan mendekat.
“Dia udah punya pacar belum sih?”
“Emang kenapa? Kok tiba-tiba kamu ngepoin dia?”
“Iya juga sih...” Ambar kebingungan dengan pertanyaannya sendiri.
“Hey kalian berdua!! Pagi-pagi udah mojok aja...!” tegur Rizaldi dengan candaan saat jarak antara mereka sudah cukup dekat.
“Hey, Bro!” balas Gedang. Sementara Ambar Cuma tersenyum.
“Ambar nanya pacar kamu siapa?” tanya Gedang.
“Lho tumben nanya? Ada yang naksir aku gitu? Hahaha...!” kelakar Rizaldi.
Oh Gosh! Kok senyumnya manis ya?? Bisik hati kecil Ambar.
“Penasaran aja sih setahu aku kamu gak pernah bawa gandengan. Padahal kamu kan cakep...” terang Ambar.
Gedang dan Rizaldi sedikit bengong mendengar pernyataan Ambar barusan. Gedang nggak nyangka kalau Ambar bakalan muji cowok lain di depannya. Sementara Rizaldi kaget salah satu kembang sekolah kayak Ambar bakal muji dia. Dan dia bisa merasakan pernyataan barusan terdengar tulus, keluar dari lubuk hati Ambar. Dia merasa tersanjung.
“Kenapa? Kok kalian pada bengong? Aku serius kok. Kamu cakep. Emang ada yang bilang kamu jelek, Zal? Hanya aja selama ini karena kamu dekatnya sama Gedang, jadi orang-orang lebih notice-nya ke Gedang. Gedang jadi pusat perhatian dan kamu sedikit terabaikan.” Terang Ambar panjang lebar.
Rizaldi terkekeh. “Pada dasarnya aku emang orangnya nggak suka show-off sih. Aku nyaman dengan diri aku sekarang dan nggak suka diperhatiin banyak orang.”
“It’s good. But sesekali kamu juga harus nunjukin kualitas kamu yang sesungguhnya. Terkadang kami para cewek membutuhkan sedikit usaha dan kerja keras dari cowok buat mendapatkan kita. Gak usah yang berlebihan, tapi cukup...” saran Ambar lantas pergi menuju kelasnya.
Gedang dan Rizaldi berpandangan.
“Kenapa tuh cewek kamu?” tanya Rizaldi.
Gedang mengangkat bahunya tanda tak tahu.
“Kok dia perhatiannya ke aku ya? Kayaknya dia udah mulai bosan sama kamu, Dang..!” goda Rizaldi.
“Enak aja. Dia kasihan karena kamu ngejomblo mulu. Makanya kamu dikasih tips biar lekas dapat pacar!”
“Njirrr..! Dalemmmm.....”

***

Gedang tengah main game di ruang keluarga saat sang Mama melintasinya sambil berbicara melalui telepon.
“Iya. Mama masih di rumah, Pa. Papa udah di sana? Gimana? Oohh... Ya gimana lagi? Ya... Oke. Sampai ketemu di rumah ya, Paa.”
“Apanya yang gimana, Ma? Papa lagi di mana?” tanya Gedang sesaat sang mama menutup telepon.
“Di rumah Satria.”
“Ngapain?”
“Rumah itu disewakan. Sebentar lagi penyewa akan datang. Jadi hari ini Papa mengawasi pekerja yang menebang pohon-pohon cempaka...”
“Ditebang? Semuanya?”
“Iya, semuanya...”
“Kenapa ditebang? Bunganya kan bagus...” nada suara Gedang terdengar keberatan.
“Itu permintaan Satria kok.”
“Satria? Dia---“ Gedang tak melanjutkan ucapannya. Sementara sang Mama segera berlalu.

Satria menyuruh papa menebang semua cempaka? Kenapa? Apa benar dia nggak akan kembali lagi? Tanya Gedang dalam hati.

Satria berdiri dan berjalan menuju kamar –orang tuanya-- sang mama. Ia mengetuk pintu kamar yang sedikit terbuka.
“Ya, ada apa?”
“Gedang, Ma.”
“Huuh. Kenapa?”
“Sebenarnya Satria pergi kemana sih, Ma?” tanya Gedang seraya bersender di samping pintu kamar.
“Mama juga nggak tahu, Nak... dia nggak ngasih tahu,” jawab sang mama yang muncul dari balik pintu dengan pakaian rumahan.
“Masa sih dia nggak ngasih tahu? Kira-kira kemana ya?”
Mamanya mengangkat bahu disertai gelengan kepala.
Gedang menghela napas berat. Entah kenapa napasnya menjadi sesak. Tanpa berkata-kata lagi ia pergi meninggalkan sang mama dan berjalan menuju kamarnya.

BANGSATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang