Gedang kaget bukan kepalang. Matanya melotot seiring semakin kuatnya cekikan lelaki tersebut pada lehernya. Dadanya terasa sesak dengan cepat. Sementara lelaki itu sepertinya tak ada niat akan melepaskannya sama sekali. Bahkan sekarang tubuh Gedang sudah terangkat beberapa senti dari atas sana.
Gedang menggelepar. Ia berusaha menendang tubuh lelaki itu. Namun gerakannya justru membuat lelaki itu semakin marah dan mengangkat tubuh Gedang lebih tinggi hanya menggunakan satu tangannya.
Ya Tuhan, aku rasa ada yang merasuki lelaki ini.... desis Gedang dalam hati. Ia ingat pernah mengalami kejadian serupa saat diserang juniornya di kamar mandi. Dan saat itu yang merasuki tubuh sang junior adalah roh Aria Tebing.
Mungkinkah lelaki yang berusaha membunuhnya sekarang dimasuki oleh roh serupa? Jika benar lelaki ini dirasuki roh Aria, maka lelaki ini tidak akan melepaskannya sebelum dia mati.
"Bangsat..." Gedang memanggil Satria dalam hati. Sayangnya panggilannya itu tak membuat Satria datang menyelamatkannya.
"Bangsat..." ia mencoba sekali lagi. Sementara asupan oksigen pada tubuhnya semakin berkurang. Gedang merasakan dadanya tersumbat. Tapi ia tak menyerah dan terus menggapai-gapai udara. Dengan sisa kekuatan yang ada, ia menggenggam lengan lelaki itu, berusaha melepaskan cengkraman tangan itu di lehernya.
Tiba-tiba lelaki itu menjerit. Gedang kaget melihat respon lelaki itu barusan. Ia menggegam tangan lelaki itu semakin kuat. Jeritan lelaki itu pun bertambah kuat. Tidak hanya itu, ia juga melepaskan cengkraman tangannya dari leher Gedang sehingga tubuhnya terhempas ke tanah.
Gedang terkesima. Ia memandangi telapak tangannya. Kosong, tak ada apapun di sana. Lantas bagaimana mungkin lelaki itu bisa menjerit kesakitan padahal ia tak melakukan apa-apa? Tapi saat ini ia sadar bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Dengan cepat ia bangkit dan mendekati lelaki itu. Ia menekankan kedua telapak tangannya ke wajah lelaki itu. Terdengar jerit kesakitan. Tapi Gedang tak memperdulikannya. Lelaki itu meronta-ronta dan wajahnya merah seperti terbakar. "Keluar kau Sialan!!!" teriak Gedang.
"AAAAAAA...." lelaki itu menggelepar di tanah. Gedang melihat ke sekeliling dengan waspada. Seseorang berdiri di seberang jalan mengamati mereka berdua. Gedang menekan kedua telapak tangannya lebih kuat ke muka sang lelaki sampai ia tak sadarkan diri.
"Hey! Apa yang kau lakukan?!" teriak seseorang yang sambil menyebrang jalan dengan tergesa.
"Lelaki ini tak sadarkan diri, Pak. Dia sudah tergeletak di sini saat aku menemukannya," jawab Gedang.
"Ooohh..." Bapak berjaket cokelat lusuh itu mendekat dan jongkok di samping Gedang. Ia mendekatkan telunjuknya ke dekat lubang hidung lelaki itu. Tak hanya itu ia juga memeriksa denyut nadinya. Sementara Gedang hanya diam saja memperhatikan tindakan yang dilakukan sang Bapak.
"Bagaimana, Pak? Apakah kita harus membawanya ke rumah sakit?" tanya Gedang.
"Aku rasa begitu. Tapi...." ia memperhatikan jalanan yang lengang. Gedang mengerti apa yang dipikirkan sang Bapak.
Tiba-tiba lelaki di hadapan mereka membuka matanya dan bergerak pelan.
"Ah, kau sudah sadar rupanya..." desah sang Bapak lega.
Lelaki itu meringis. "Ada apa ini?" tanyanya keheranan.
"Mas pingsan di jalan," jawab Gedang.
"Pingsan?"
Gedang mengangguk.
"Sebaiknya kamu segera periksakan dirimu ke dokter," saran sang Bapak.
"Aku baik-baik saja. Uhm, tapi terima kasih atas bantuan Bapak dan adik..." kata lelaki itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
BANGSAT
DiversosGedang tak habis pikir kenapa orang tuanya sepertinya sangat menginginkan ia menyukai laki-laki, padahal ia sendiri adalah seorang laki-laki juga. Hal itu bukan perasaan Gedang saja. Kenyataannya orang tuanya lebih menyukai kalau dirinya membawa tem...