Gedang terus menatap keluar jendela. Hatinya benar-benar kacau. Entah kenapa, hanya karena ciuman saja bisa menjadi sebuah masalah besar baginya. Ia tidak mengerti kenapa ia bisa semarah ini, bahkan melontarkan kata-kata yang bisa menyakiti Satria.
"Come on, just a kiss. Kenapa aku selebay ini sih???" Gerutunya dalam hati. "Udah kayak cewek aja. Dicium Satria nggak bakal bikin aku kenapa-kenapa...", ia terus mencoba menenangkan dirinya. Sayangnya, hal itu semakin membuatnya kesal. Mungkin ia merasa kesal karena ciuman pertamanya sama laki-laki. Seharusnya pengalaman ciuman pertamanya itu sama perempuan yang dia suka, seperti Ambar.
Arrhg! Gedang merebahkan punggungnya ke sandaran kursi jok dengan kasar.
"Dang, kamu kenapa?" tanya Papanya. Sedari tadi ia bisa merasakan kegelisahan dari gerak-gerik puteranya itu.
"Nggak apa-apa, pa."
"Kamu ada masalah? Kok malam-malam minta pulang?"
"Nggak apa-apa. Kangen aja sama rumah."
"Yakin? Bukan lagi berantem sama sang pangeran?"
"Nggak!" jawab Gedang kesal.
"Kok dia ngebolehin kamu pulang ya? Bukannya kamu nggak ama---"
"Kata siapa?! Nggak ada yang perlu ditakuti!" sergah Gedang.
"Roh kakaknya pangeran itu---"
"Nggak ada! Udahlah, nggak usah dibahas. Kalo memang roh itu sebuah ancaman, Satria nggak mungkin ngizinin aku pulang," terang Gedang.
Agung mengangguk-angguk.
Sesampainya di rumah, ternyata sang Mama, Evita dan kedua saudaranya sudah berada di teras menunggu kedatangannya. Melihat kedatangannya, ketiga orang itu langsung berjalan menghampiri.
"Gedaangg, anak mamaaa...." Evita langsung memeluk Gedang.
"Ma, Gedang kangen..." Gedang balas memeluk sang mama dengan erat.
"Om Satrianya mana?" tanya Kamidia celingak-celinguk melihat ke arah mobil yang lagi diparkirkan sang ayah
"Di rumahnya lah," jawab Gedang.
"Lho, dia nggak ikut?"
"Ngapain juga dia ikut..." gerutu Gedang sambil berjalan memasuki rumah.
"Kok...? Emang nggak apa-apa??? Gimana kalo roh itu---" Evita mensejajari langkah Gedang.
Gedang berhenti dan menatap mamanya. "Udah deh, Ma, hal kayak gitu nggak usah dipercaya," potong Gedang kesal.
"Woey! Kopernya kenapa nggak dibawa???" teriak Betari seraya menarik koper yang diberikan Agung.
"Kok bawa koper segala? Kamu pulangnya lama?" tanya Evita.
"Aku bakal kembali tinggal di sini, Ma."
"Beneran???"
"Iya."
"Kalo gitu, biar Betari yang ngegantiin Gedang tinggal di rumah Om Sat," timpal Betari.
Evita langsung menoleh dan menatap anak sulungnya itu tajam.
Betari nyengir.
"Jadi sekarang roh pengganggu kakak udah dimusnahin ya?" tanya Kamidia.
Gedang langsung menoleh ke arah mamanya meminta penjelasan kenapa Kamidia tahu soal roh pengganggu.
"Ntar mama jelasin," kata Evita.

KAMU SEDANG MEMBACA
BANGSAT
De TodoGedang tak habis pikir kenapa orang tuanya sepertinya sangat menginginkan ia menyukai laki-laki, padahal ia sendiri adalah seorang laki-laki juga. Hal itu bukan perasaan Gedang saja. Kenyataannya orang tuanya lebih menyukai kalau dirinya membawa tem...