"Bye..." ucap Ambar seraya melambaikan tangannya.
Gedang tersenyum lalu melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah.
Petang ini cuacanya begitu berbeda dari sore tadi. Awan kelabu nampak berarak di langit. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Bahkan beberapa pengendara motor yang arahnya berlawanan dengan Gedang nampak mengenakan jas hujan. Kemungkinan arah menuju rumahnya sekarang sedang turun hujan. Dan itu berarti saat ini sama saja ia mengejar hujan. Meskipun begitu Gedang tetap memacu motornya dengan santai. Jalanan yang cukup lengang membuatnya bisa menggunakan badan jalan sesukanya.
Dari sebuah toko Gedang mendengar sebuah lagu balada lembut dan manis yang menyita pendengarannya. Lagu itu belum pernah ia dengar sebelumnya. Dan ia hanya bisa menangkap beberapa kata semacam: your bed, ......unhappiness,.... pada liriknya. Ia pun berniat mencari lagu itu nantinya di internet.
Tiba-tiba seekor kucing muncul entah dari mana, melompat ke tengah jalan yang membuat Gedang kaget dan menginjak rem belakang dan menekan rem depannya dengan kencang hingga terdengar decitan. Ia cemas bukan kepalang sementara sang kucing dengan anggunnya melenggang pergi dan masuk ke sebuah lorong tanpa bersalah.
"Bangsat..." umpat Gedang kesal seraya kembali melanjutkan perjalanannya.
Beberapa saat kemudian ia baru menyadari kata apa yang sudah ia ucapkan. Ia lantas melihat ke sekeliling. Namun ia tak menemukan sosok yang diharapkannya akan muncul.
Bang---shit! Kenapa sih aku selalu ingat dia? Konyol banget! Kenapa sih udah pergi tuh orang masih aja bikin kesal?!
Gedang memacu motornya lebih kencang. Sementara rintik hujan sudah mulai terasa mengenai punggung tangannya.
.....Yang jelas dia pergi lama bahkan bisa jadi tak akan pernah kembali. Apa itu belum cukup buat kalian? Buat kamu?
Entah kenapa ucapan Madam Rosetta tadi kembali terngiang di benaknya.
Lama...? Nggak akan kembali???
Rahang Gedang mengeras. Oke, let's try!, gumamnya.
Gedang semakin mengegas motornya. Motor itu melaju dengan kecepatan tinggi...
"Bangsat.... bangsat... bangsat..." bibirnya tak berhenti menggugam.
Kemudian ia berbelok tajam dan menabrakkan motornya ke trotoar. Tubuhnya terpental dan mendarat di dekat pohon palem di tepi jalan. Untungnya ia mendarat di tanah berumput sehingga ia tak merasa begitu sakit, apalagi ia mengenakan jaket tebal dan jeans. Meskipun begitu tindakan gilanya barusan cukup untuk membuat siku kiri jaket dan bagian paha jeansnya robek. Ia juga bisa merasakan perih di bagian tersebut. Bisa dipastikan ia mengalami luka lecet.
Gedang memejamkan matanya sesaat. Saat ia membuka matanya kembali ia dihadapkan pada langit mendung. Beberapa tetes rintik hujan menerpa wajahnya. Saat itu pula ia merasakan dadanya begitu sesak.
Bukankah seharusnya ia datang menolongku? Ia selalu datang setiap aku terancam bahaya. Apakah ia benar-benar sudah pergi jauh?
***
Gedang meringis saat sang Mama mengoleskan obat luka di siku kirinya. Luka lecetnya cukup lebar. Begitu pula pada pahanya. Hanya saja tidak separah luka di sikunya. Tapi lututnya memar. Sepertinya saat jatuh tadi lututnya mengenai benda keras.
"Lain kali hati-hati... ingat?!" nasehat sang Mama.
Gedang mengangguk.
"Jangan ngebut-ngebut lagi... udah tahu sore, hujan... malah ngebut..."

KAMU SEDANG MEMBACA
BANGSAT
CasualeGedang tak habis pikir kenapa orang tuanya sepertinya sangat menginginkan ia menyukai laki-laki, padahal ia sendiri adalah seorang laki-laki juga. Hal itu bukan perasaan Gedang saja. Kenyataannya orang tuanya lebih menyukai kalau dirinya membawa tem...