Kenapa begitu susahnya untuk mencintai Satria?? Satria itu tampan dan kaya. Bahkan ia juga sakti.
Apakah karena kami sama-sama pria? Gedang tak mengerti.
Jika ia terlahir sebagai perempuan, apakah ia akan menerima Satria dengan mudah? Semudah kedua saudara perempuannya yang menyukai Satria.
Apa yang harus aku lakukan? Tanya Gedang dalam hati. Ia mencoba mengingat sosok Satria. Membayangkan wajahnya, postur tubuhnya, sikapnya... Ia tetap bingung awal mula ia harus menyukai Satria.
Bukankah perasaan suka tak bisa dipaksakan?
Tapi orang bilang bisa karena terbiasa. Apakah perasaan suka akan bisa hadir jika ia terus memikirkannya?
Aku akan mencoba. Aku harus secepatnya mengakhiri semua ini. Menemukan takdirku kemudian bebas dari kemelut ini, gumam Gedang dalam hati.
Gedang menatap langit-langit kamar. Membiarkan pikirannya mengembara. Ia membuka pikirannya lebar-lebar.
"Apapun yang terjadi, Mama dan Papa akan selalu mendukungmu, Nak... apapun takdirmu di masa depan, tak akan mengubah fakta kalau kau adalah darah daging kami... " ucapan Mamanya tadi kembali terngiang di telinga Gedang.
Ucapan Mamanya itu menguatkan hati Gedang. Setidaknya jika terjadi sesuatu yang buruk padanya nanti, ia tahu kemana harus mengadu. Jika pada akhirnya ia harus menjalani takdirnya sebagai pasangan Satria, ada orang yang tahu kebenarannya seperti apa.
"Jangan pendam semuanya sendiri. Apapun yang menjadi kegelisahanmu, ceritakan sama Mama. Mama berhak tahu... Jangan biarkan Mama seperti orang bodoh yang tak mau perduli dengan masalah buah hatinya..."
Gedang memejamkan matanya. "Bangsat... Bang Satria... apa kau bisa mendengar aku sekarang? Ayo kita bicara..." desis Gedang. Mungkin jika ia meminta baik-baik, Satria akan datangkan?
"Bangsat... Aku menerima takdirku. Ya, aku menerima. Kau bisa dengarkan? Datanglah..." gumam Gedang lagi.
Satria tak juga muncul.
Gedang menghela napas berat. Dengan cara apa supaya lelaki itu bisa muncul? Tanya hatinya.
***
Gedang sedang bersandar di bangku taman dengan wajah tengadah ke langit dan mata terpejam, saat Ambar datang menghampirinya dengan dua buah minuman gelas di tangan.
"Hey...!" seru Ambar.
Gedang membuka matanya.
"Kamu kenapa, Yang? Kurang tidur?" tanya Ambar sambil menyodorkan satu minuman gelas ke Gedang.
"Nggak," jawab Gedang sambil menerima minuman itu.
Mereka berdua berdiam diri sambil menyesap minuman di tangan masing-masing.
"Eh, seandainya kamu sudah tahu takdirmu di masa depan akan seperti apa, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Gedang tiba-tiba.
"Eh?"
"Ya. Gimana? Kamu bakal ngelakuin apa?"
"Ngejalaninya dong. Terus mau gimana lagi?"
"Meskipun takdir itu buruk?"
" Uhm, banyak orang bilang takdir nggak bisa diubah. Tapi sebagian orang bilang takdir bisa diubah. Kalo takdir nggak bisa diubah, untuk apa kita berdoa dan berusaha, iya kan? Emang sih, segalanya tergantung Sang Pencipta..."
"Jadi menurut kamu kita bisa merubah takdir yang sudah digariskan ke kita?"
"Uhm,,, mungkin ada yang bisa dan ada juga yang nggak. Aku nggak tahu pasti. Tapi ada yang pernah bilang ke aku, bahwa aku bisa menentukan takdir ku sendiri dan keputusanku itu juga mempengaruhi hidup orang lain..." beritahu Ambar. "Ada yang bilang itu ke aku, tapi aku lupa siapa ya...?"

KAMU SEDANG MEMBACA
BANGSAT
RandomGedang tak habis pikir kenapa orang tuanya sepertinya sangat menginginkan ia menyukai laki-laki, padahal ia sendiri adalah seorang laki-laki juga. Hal itu bukan perasaan Gedang saja. Kenyataannya orang tuanya lebih menyukai kalau dirinya membawa tem...