"Thanks ya, Zal, kamu udah mau nganterin aku..." kata Ambar sambil memberikan helm ke Rizaldi. Saat itu mereka berdua sudah kembali ke sekolah.
Rizaldi mengangguk.
"Aku kembali ke kelas ya."
"Iya."
Ambar baru beberapa langkah berjalan saat Rizaldi menahannya, "Mbar, tunggu...!"
Ambar menoleh. "Ada apa?"
"Jadi alasan kalian putus itu karena ini?"
Ambar mengangguk.
"Aku ikut sedih dengarnya. "
"Thanks. Tapi sedihnya di aku berlalu. Kami bertiga sama-sama terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan."
"Jadi kamu udah move on dari Gedang?"
"I try."
"Uhmmm, kamu masih ingat sama terawangan madam tadi tentang aku?"
"Tentang kamu suka seseorang?"
Rizaldi menangguk.
"Siapa? Aku boleh tahu?"
"Kk..ka...mu..."
"Aku?"
Rizaldi tiba-tiba meraih tangan Ambar. Gadis itu bisa merasakan tangan Rizaldi bergetar hebat.
"Mungkin ini bukan waktu yang tepat. Tapi aku nggak tahu apakah ada waktu yang tepat. Aku juga nggak mau kesalip untuk kedua kalinya. Aku mungkin terlihat sebagai teman yang nggak punya empati di mata kamu karena suka sama mantan teman sendiri. Aku juga berusaha untuk....untuk melupakan kamu. Tapi setelah aku tahu alasan kalian putus, aku jadi mengerti kenapa waktu itu Gedang pengen nyomblangin aku sama kamu."
Ambar tak berkata-kata. Rizaldi pun melepas tangan Ambar perlahan.
"Maaf kalau aku nggak peka. Aku cuma mau jujur sama perasaan aku. Kamu nggak perlu bilang apa-apa kalau kamu nggak mau."
Ambar mendongak dan menatap mata Rizaldi. Cowok itu langsung menunduk.
Ambar mengangkat dagu Rizaldi. Ia kembali menatap manik mata cowok itu. Entah kenapa ia seperti tertarik ke dalam bola mata Rizaldi. Ia melihat potongan visi yang pernah ditunjukkan Madam Rosetta lewat air dalam bejana waktu itu. Ambar langsung melepas pandangannya dari mata Rizaldi.
"Coba pikirkan satu nama laki-laki, siapa saja. Dialah yang akan menjadi jodohmu."
....
"Siapapun nama yang kau pikirkan itu, dialah orang pertama yang kau lihat saat membuka matamu besok."
Ucapan Madam Rosetta kembali terngiang di telinganya.
Ambar kembali menatap Rizaldi. Cowok itu menatapnya dengan kikuk. Tiba-tiba senyum merekah di sudut bibir Ambar. Kali ini ia yang meraih tangan Rizaldi dan menggenggamnya erat...
***
Gedang tersentak saat mata pedang Aria menancap di tubuhnya. Ia pikir inilah akhir hidupnya. Tapi ternyata tancapan pedang itu tak berdampak apa-apa. Ia tak merasa kesakitan sama sekali, pun ketika pedang itu ditarik dari tubuhnya. Gedang terkejut dengan keajaiban ini. Ia menatap Aria Tebing yang menyeringai lebar. Ia berniat bangkit tapi tiba-tiba terdengar teriakan Satria.
"Kau sangat keterlaluan, Kanda! Aku tak akan membiarkanmu menyakiti orang-orang tak bersalah lagi!!!"
Terdengar pedang beradu. Gedang yakin kedua pangeran kakak beradik itu sedang bertarung. Berdencing-dencing bunyinya begitu mematikan. Ia yakin pertarungan itu tak akan berakhir sebelum salah satu diantara mereka kalah. Ia mengintip dari ekor matanya. Gading Cempaka yang berdiri di kelilingi beberapa prajurit nampak sangat cemas dengan jari jemari bertaut di depan dada. Sementara para prajurit hanya diam menyaksikan pertarungan berdarah itu. Gedang tak mengerti mengapa mereka diam saja, bukannya membantu Satria mengalahkan Aria. Ia tak tahu bahwa sudah menjadi aturan tak tertulis dalam kerajaan setiap pertarungan antara para ksatria hanya boleh dilakukan satu lawan satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANGSAT
РазноеGedang tak habis pikir kenapa orang tuanya sepertinya sangat menginginkan ia menyukai laki-laki, padahal ia sendiri adalah seorang laki-laki juga. Hal itu bukan perasaan Gedang saja. Kenyataannya orang tuanya lebih menyukai kalau dirinya membawa tem...