[16] Gadis Penerjang Kaca

771 78 3
                                    

Happy reading gaessss. Awas typo...

Pencet 🌟 yah!
________________________________________________________________
Aku benar-benar akan mengutuk orang yang menciptakan kaca anti peluru! gerutu Adel dalam hati.

"Kau gila?! Kau tidak menutup hidungmu?!" bentak Dylan begitu Adel sudah ada di sampingnya.

Adel mendengus,"Tidak apa. Kalau aku sampai pingsan, kau yang akan membawaku ke rumah sakit kan, Kid?"

Dylan terdiam, Apa dia memberikan jubahnya pada ayahnya?

"Pakai jubahku kalau begitu--"

"Jangan berkorban untukku lagi, Kid. Lagipula, kalau aku mati, kau bisa lega bukan?" tanya Adel bercanda tapi sukses membuat Dylan terdiam.

"Nah, kau pernah dengar berita tentang panah yang bisa menembus jaket anti peluru?"

Dylan menatap Adel tak percaya. Bahkan tak terlintas di kepalanya.

"Area bawah gedung bagian selatan sudah aman," kata Len mengabarkan.

Adel menggelengkan kepalanya beberapa kali untuk memperjelas pandangannya yang mulai rabun. Ia mulai mengambil satu anak panahya dan mulai mengarahkannya pada tengah kaca membuat seluruh tamu terkesiap.

"Dylan, tolong ikat ini di pinggangku sekarang," pinta Adel.

Selagi Dylan memasang sabuk yang menghubungkannya dengan panah melalui tali, Adel melepaskan panahnya pada targetnya.

Semoga berhasil! pinta Adel dalam hati.

Trek, trek! Kaca itu mulai retak tak lama setelah panah Adel menancap di sana. Butuh sedikit dorongan lagi untuk memecahkannya. Adel mengambil satu panah yang terhubungkan sabuknya melalui tali.

"Kau gila?! Kau bisa terluka!" kata Dylan cemas.

"Aku tahu."

Dylan berdecak. Percuma mengkhawatirkan Adel, ia tidak akan pernah mendengar ucapannya.

"Kalau begitu, jangan mati," ucap Dylan pada akhirnya. Adel mengangguk.

Adel melepaskan anak panahnya hingga menancap pada langit-langit hall. Lalu, ia memencet tombol pada busurnya agar ujung anak panahnya mencengkram erat-erat semen di atas sana.

Dengan cepat, Dylan meminta para tamu yang asik menonton untuk menyingkir, memberi akses untuk Adel untuk mengambil ancang-ancang. Ia akan melakukan akrobat.

Adel berjalan menjauh dari kaca dan Dylan sudah menyiapkan kedua tangannya untuk menjadi lompatan Adel. Adel berlari secepat mungkin dan menggunakan tangan Dylan sebagai lompatannya. Ia melakukan sebuah gerakan akrobatik untuk menambah gaya. Dan dengan memusatkan semua kekuatan di kakinya, Adel mendorong retakan kaca itu.

Prang! Kaca itu pecah dan jatuh ke bawah. Adel yang berayun di luar gedung langsung kembali masuk ke dalam dan ditangkap oleh Dylan.Mereka berdua ambruk dengan posisi Adel di atas Dylan.

Udara segar dari luar mulai masuk dan menggantikan racun-racun itu. Para tamu mulai mendekati daerah kaca untuk bernapas.

"Jennie, bawa Dexter mendekati jendela. Bayimu tidak apa?" tanya Dylan yang masih mengatur napas.

"Ya, kami baik-baik saja."

Dylan mengangkat kepalanya untuk melihat Adel yang masih di atasnya. Wajahnya terluka karena tergores kaca begitu juga dengan tubuhnya. Tapi, bukan itu yang membuat Dylan cemas. Adel pingsan.

🐚🐚🐚

ADELIA :

Aku bisa mendengar napasku sendiri. Badanku terasa berat, bahkan untuk membuka mata saja sulit. Apa berat badanku naik drastis? Memangnya, aku makan apa semalam?

Semalam..apa yang terjadi??

"Ei..dah..dar?" Samar-samar aku mendengar suara aneh. Kenapa terdengar lambat sekali?

Aku mencoba membuka mataku. Rasanya, aku malas sekali bangun. Aku ingin tidur lagi. Tapi, sepertinya banyak yang harus aku selesaikan..

"Adel, jawab aku." Itu suara Len. Jennie hamil dan ITU KARENA ULAHNYA! Apa dia tidak tahu karena itu Jennie masih bekerja?

Bekerja? Ohh, sekarang aku ingat. Sangat ingat. Aku benar-benar ingin berterima kasih pada Oliver.

Devan.. Bagaimana dengannya?

"DEVAN!" teriakku dengan mata yang sudah terbuka. Aku menyentuh kepalaku yang pusing. Sial!

"Hei, Kak. Tenanglah...aku di sini." Devan memelukku erat.

Aku mengurai pelukkan dan mulai menatap sekitarku. Aku membuka masker oksigenku karena merasa sedikit tergannggu, tapi Dylan menahannya. Dylan menggeleng, Jangan.

"Bagaimana bayimu?" tanyaku begitu melihat Jennie sedang duduk di sofa bersama Len.

"Dia baik-baik saja." Jennie mengusap perutnya yang sudah membuncit itu.

Aku yang melihat Len tersenyum, hendak bangkit. Aku akan menghajarnya! Tapi..memang sial sudah. Aku linglung. Ck!

"Hey, calm down a bit, girl. Aku juga ingin menonjok Len sampai kacamatanya tidak berbentuk lagi," kata Dylan kembali me
ndudukanku di atas kasur.

Aku mendesah kesal, lalu menatap Dylan. "Wanda dan Raven. Apa mereka baik-baik saja?"

"Ya. Mom sempat pingsan dan Dad pusing. Tenang, Kakak bisa menghandle semuanya," jawab Dylan.

"Mereka..tidak akan menjengukku bukan? Kau tahu, banyak yang melihat aku menerjang kaca itu dan ayahmu tahu aku di sana. Bagaimana kalau dia curiga tentang luka-luka ini?"

"Kurasa, mereka tidak mungkin melihat. Dan--"

Brak! Pintu terbuka, menampilkan sosok Wanda dan Raven di sana. Panjang umur sekali mereka. Shit!

"Ya, Tuhan, Adel... Apa yang terjadi padamu? Kau ke mana saja kemarin? Aku mencarimu dan Kid!" ujar Wanda cemas.

"Ada apa dengan wajahmu?"tanya Wanda sambil mengusap luka di pipi kiriku. Aku tersenyum,"Aku terluka karena terkena serpihan kaca saat menolong beberapa orang."

"Untungnya, kau bukan gadis yang menerjang kaca itu." Perkataan Wanda membuat jantungku berdebar-debar.

"Nah, siapa pangeran tampan ini, hm? Adikmu?" tanya Wanda sambil menatap Devan.

"Mm, aku Devan, Bibi."

"Jangan panggil bibi. Aku lebih suka kau memanggilku dengan sebutan mom seperti kakakmu." Devan melirikku ragu dan aku mengangguk padanya.

"Baik, Mom dan--"

"Panggil aku dad. Dan, selamat datang di keluarga kami," sambut Raven sambil memeluk Devan.

Eum, sepertinya.. Devan akan menangis..

"Aku keluar sebentar untuk membersihakan diri," kata Devan sambil menunduk.

Aku tersenyum. Inilah rasanya memeliki keluarga.

Dan selanjutnya, dihabiskan dengan perkenalan antara Mom-Dad dengan Len dan Jennie.

🐚🐚🐚

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang