[35] Adel's Twin

675 70 2
                                    

Hellowwwww!! Aku mau mengucapkan selamat datang untuk teman-teman yang baru saja membaca TNHMB yang absurd ini. Juga, makasih untuk kalian yang udah mau baca dan vote cerita ini. Nah, ada yang mau rekomendasi dan share cerita ini ke teman2 kalian? Kalo ada, aku mau bilang makasih banyak. Aku seneng banget kalo banyak yang baca dan vote.

Oke happy reading semua!!!
________________________________________________________________

"Bangsat! Mereka mengikuti kita!" umpat Wyne. Ia mulai gelisah dan membuat mobil menjadi tidak stabil.

"Hei, apa kau bisa menyetir?!" tanya Alana kesal. Ia berdecak,"Kita tukar posisi!"

"Tidak. Kau pikir siapa kau beraninya memerintahku?" tanya Wyne sinis.

"INI INDONESIA! KAMI MENYETIR DI KANAN! MINGGIR MANUSIA BARAT!" bentak Alana kesal.

Wyne terkejut melihat wajah menyeramkan Alana. Dengan cepat, ia berpindah untuk menggantikan tugas Alana.

"Anak-anak, sebenarnya apa yang sedang terjadi?" tanya Pia pelan.

"Sesuatu yang berbahaya. Tapi maaf Pia, sebaiknya kau jangan banyak berbicara karena ini masalah hidup dan mati," ujar Wyne panik.

"Plum, di mana kita harus bertemu?" tanya Adel dari ujung sana.

"Lima blok lagi, kita akan bertemu. Sebaiknya, siapkan rencana terbaikmu dan jangan gunakan senjata. Remember, this is Indonesia," ujar Alana.

"We got it. Pastikan ibuku selamat."

"Tenang saja."

Alana terus saja menghindari tempat-tempat yang sepi. Namun, dua mobil penguntit itu datang dan kembali membuntuti mereka.

"Mereka datang, mereka datang~" Alana bersenandung sambil mengetuk-ngetukan jarinya di atas stir.

Polisi! teriaknya senang dalam hati.

Perlahan, ia berhenti di depan sebuah pos polisi di mana para polisi sedang mengatur lalu lintas.

"Kak, ganti rencana. Aku sedang berada di pos polisi. Apa kau bisa mengganti mobilmu?"

"Hah?! Mengganti mobil? Yang benar saja! Ini bukan Amerika kalau saja kau lupa, Nona." suara Dylan terdengar.

"Well, aku tidak tahu soal negaramu itu. Apa kau tidak bisa mencuri mobil?" tanya Alana sarkas.

"I'm on the way. Apa rencanamu, Plum?" sahut Eddie.

"Tabrak mobil ini dari belakang. Bajingan-bajingan itu juga sudah berhenti di beberapa titik. Cogs akan memindahkan target ke mobilmu."

"Wah, kau dan sepupumu benar-benar mirip, hebat dalam memerintah orang," sindir Wyne yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Alana.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah itu, Anak Kecil?" tanya Dylan mengejek.

"Ck. Aku bukan anak kecil! Aku bahkan sudah mendapatkan SIMku, so just shut that fucking mouth!" bentak Alana kesal. Lalu, terdengar kekehan dari Adel.

"Sisanya, serahkan padaku saja."

🐚🐚🐚

ADELIA :

"Ck. Untuk apa kita memeriksanya? Kau tak dengar caranya berbicara yang sombong itu?" Dylan terus menggerutu sedari tadi.

"Ini tanggung jawabku, Kid. Aku sudah melibatkannya," kataku pelan.

"Kalau begitu, dia pasti begitu hebat sampai-sampai kau melibatkannya. Apa lagi yang perlu dicemaskan, hah?"

Cih, orang ini benar-benar menyebalkan! Apa dia tidak bisa menyetir saja?!

"Kepolosannya, tentu saja. She's virgin and I bet she never kissed before!"

"Jadi, kau melindungi dirimu yang lain, hm? Benar kata Wyne, kalian sama," ujarnya sarkas.

Aku memutar bola mataku,"Yeah. Whatever!"

Tak lama, sampailah kami pada tempat yang ditunjukan oleh pelacak milik Eddie yang diletakan di mobil yang dikendarai oleh Nana. Aku sedikit memicingkan mataku melihat mobil itu sudah seperti rongsokan. Terlihat seperti ditabrak dan masuk ke dalam parit. Jantungku berdebar, Apa Nana baik-baik saja?

"Fuck! Gadis itu benar-benar!" umpat Dylan.

Dylan sudah keluar terlebih dahulu untuk memeriksa. Aku pun mengikutinya membuka jalan dari kerumunan orang-orang.

"Permisi, Bu. Apa ada korban?" tanyaku pada seorang wanita paruh baya.

"Aku tidak tahu. Bagian pengemudinya masuk ke dalam parit terlalu dalam. Kami tidak bisa melihatnya," jawabnya membuatku semakin cemas.

Kulihat Dylan mulai melancarkan aksinya untuk membuka mobil itu, namun aku menahannya begitu aku melihat siluet Nana yang tengah meminum kopi di sebuah minimarket di seberang jalan. Whatta relief..

Entah panik atau apa, Dylan pergi menghampiri Nana tanpa mengajakku. Hei.. Apa hanya aku yang berpikiran seperti itu??

"Where the fuck have you been?! Are you insane?! Setidaknya, kabari kami!" bentak Dylan.

Nana diam tak menjawab. Dia mengeluarkan sesuatu dari kantungnya. "Maaf, earphonenya rusak.."

Aku mengambil earphone tersebut. Biarlah Eddie yang akan membetulkannya nanti.

"Bagaimana dengan Tante Pia? Apa dia baik?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Ini berkatmu. Kalau tadi kau tidak ada, mungkin aku sudah kehilangan ibuku. Terima kasih.."

"Bukan masalah. Eum, Kak.. Sebaiknya, kau temui ibumu," sarannya.

"Lalu, kau?"

"Aku masih mau di sini. Aku mau menghabiskan kopiku dan melihat kepanikan orang-orang itu," ujarnya membuatku terkekeh.

"Baiklah, aku pergi. Ayo, Kid!" ajakku pada Dylan.

Kami pun masuk ke dalam mobil dan siap pergi untuk menemui ibuku di rumah Nana, namun perkataan Dylan membuatnya harus tinggal.

"Gadis itu.."

"..tangannya patah."

Aku menoleh ke arahnya,"Sungguh?"

Dia mengangguk.

Aku tersenyum kecil. Apa Dylan sudah masuk ke dalam jebakan manis itu? Sejak kapan dia peduli pada sekitarnya? Apalagi, seseorang yang baru dia kenal.

"Pergilah. Aku titip sepupuku," kataku dan langsung mendapatkan anggukan darinya.

Ahh, ternyata cinta bisa datang kapan saja, ya...

🐚🐚🐚

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang