[29] Before After

742 66 3
                                    

Ehem, ehem. Tes, tes, satu dua tiga..
Oke. Halo semuaaaaa!! Aku balik lagi setelah absen dua hari, hehe. Ngomong-ngomong, hari ini akhir dari ukk yang menyebalkan *horee* dan akhirnya ide muncul setelah urat terus yang muncul di jidat. Btw, akhir2 ini adegan so sweet mulu ya? Bentar lagi aksinya datang kok.. Kalem..

Udahan deh bacotnya. Happy reading.. Jangan lupa tekan 🌟 yaa. Love uu 😘😘
________________________________________________________________

ADELIA :

Kembalikan Jonathan. Atau aku akan menghabisi ibumu!

Ckckck. Padahal, dia duluan yang mencelakai adikku. Huh, kenapa pagiku yang cerah harus dirusak dengan selembar surat dengan tinta darah yang baunya begitu menjijikan? Jalang itu benar-benar..

Aku memegang sudutnya dengan jijik dan membuangnya ke kotak sampah. C'mon that's blood, man!

Aku duduk di samping Devan yang tengah meminum kopinya sambil membaca koran. "Bagaimana dengan Len? Apa dia bekerja dengan baik?" tanyaku memulai pembicaraan.

"Hm. Dia sangat bisa diandalkan dan pekerja keras. Oh, kudengar sebentar lagi anaknya akan lahir. Apa itu benar?"

Aku mengangguk,"Ya. Kandungan Jennie sudah berusia hampir sembilan bulan. Jangan lupa memberikannya cuti."

"Tentu saja."

"Bagaimana dengan Franda? Apa dia masih pacarmu? Aku sudah lama tidak melihatnya," kataku.

Devan menutup korannya,"Ck. Bagaimana Kakak akan melihat. Dia sering datang ke kantor saat jam makan siang, sedangkan Kakak sudah lama tidak ke kantor."

Adel hanya diam dan selanjutnya Devan juga ikut diam. Sampai, Adel menyampaikan sesuatu yang mampu membuat bola mata Devan keluar dari tempatnya.

"CEPAT! KITA HARUS MENJEMPUT IBU!" ujar Devan panik.

"Hei, duduk dan tenangkan dirimu, Dev. Lihat apa yang akan aku lakukan," ujar Adel penuh percaya diri.

Adel menekan sebuah tombol pada ponselnya.

"Halo?"

"Selamat siang, Nona Dexter.." sapa Adel sinis.

"Adelia.. Ada apa kau menghubungiku? Apa kau takut dengan ancaman kami?" tanyanya dengan penuh percaya diri.

Adel tersenyum sinis,"Heh, aku menghubungimu hanya untuk memperingatimu dan ibu jalangmu itu."

Tidak ada balasan dari Vannia. Adel yakin saat itu juga Vannia sedang menahan amarahnya, terlihat dari senyuman penuh kemenangan yang tersungging di bibirnya.

"Jangan ancam aku ataupun orang-orang yang di sekitarku. Sekali saja kalian melakukan itu, dunia akan tahu siapa sebenarnya aku. Oh, tentu saja kalian akan rugi besar karena tidak sedikitpun darah Dexter mengalir di tubuhmu, anak haram. So now, shut your fucking mouth and fuck off!!"

Tut! Adel memutuskan sambungan dengan angkuh membuat Devan terperangah.

"Hei, tutup mulutmu itu!" ujar Adel sambil terkekeh.

Devan tersenyum,"Kau tahu, Kak, kau jauh berbeda dengan kakakku yang dulu. You're stronger now and brave enough."

🐚🐚🐚

ORION :

Oh, baiklah. Aku merindukannya! Fuck it! Aku tidak bisa mengenyahkannya daru pikiranku. Argh, rasanya kepalaku mau pecah. Aku bahkan tidak bisa berkonsenterasi pada rapat penting tadi pagi.

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang