[40] The Death

694 55 2
                                    

Halo semuaaaa.. Eum, di bagian chapter ini ada yang aku tulis berdasarkan pengalaman pribadi. Bisa tebak yang mana?

Happy reading dan jangan lupa pencet 🌟...
________________________________________________________________

ADELIA :

Sore ini, aku sedang berada di kediaman Javier untuk menemui Raven dan Wanda yang meminta penjelasan atas segalanya. Dan di sinilah aku bersama Dylan yang sedang menatap Wanda yang masih terkejut mendengar siapa aku sebenarnya, apalagi mengenai pekerjaan Dylan selama ini. Kenapa semua reaksi orang sama ya?

"Mom, maafkan aku. Sejak lahir, aku tidak bisa sebaik Kakak. Dan akhirnya aku menemukan tempat terbaikku. Aku tahu Mom dan Dad akan menentang keinginanku ini, maka dari itu aku menyembunyikannya. Tapi, inilah aku, Mom. Dylan si Pesuruh Profesional Kelas Kakap Yang Dibayar Mahal," ujar Dylan dengan tangan yang bertaut.

Wanda memeluk Dylan dengan erat,"Tidak, Kid. Maafkan kami, kami terlalu egois dan tidak memikirkan perasaanmu.."

"Nah, nah. Sekarang, sebaiknya kalian selamatkan Rion. Tentang asisten ayahmu, Adel, aku akan mengurusnya," ujar Raven.

Aku mengernyitkan dahiku,"Kau mengenal Gary?"

"Well, aku sering bertemu dengannya setiap kali berurusan dengan ayahmu. Sekarang pergilah, jangan biarkan dia menunggu lebih lama lagi."

Aku dan Dylan mengangguk, kemudian pergi ke dalam mobil di mana Eddie dan Wyne berada. Kami langsung pergi menuju tempat Rion berada.

"Wyne, kau terlihat tampan dengan kostum pelayanmu," pujiku. Wyne langsung mendelik,"Kau ini memuji atau mengejek, hm?"

"Sudahlah, lebih baik kita bahas rencananya," putus Dylan. Wow, dia terlihat seperti pemimpin yang hebat kali ini. Apa mungkin karena ini misi penyelamatan kakaknya?

"Wyne, kau masuk dan hipnotis para penjaga agar mereka tertidur dan cari posisi Rion. Eddie, alihkan pandangan kamera cctv dan hubungi polisi. Dan Adel akan bersamaku dalam penyerangan. Mengerti?"

Kami bertiga mengangguk. Wyne keluar dari mobil dan Eddie mulai meretas kamera cctv. Sedangkan aku dan Dylan, kami menunggu aba-aba dari Wyne.

Dua puluh menit kemudian, suara Wyne mulai terdengar. "Zona A dan B aman. Kalian bisa masuk. Aku akan masuk ke dalam kamar Rion."

"Dylan, bisa kau pinjamkan aku satu pistolmu?"

Dylan mengernyit. "Untuk apa? Bukannya kau kesulitan menggunakan benda ini?" tanyanya heran.

"Ayolah. Aku akan kesusahan untuk mamanah, Tuan. Aku takut kalah cepat," kataku.

"Apa kau akan melakukan serangan terang-terangan?" Aku mengedikan bahuku,"Mungkin saja."

Lalu, dia memberikanku sebuah pistol putih yang terlihat baru dan juga..cantik? Aku menatapnya.

"Ambilah dan jaga baik-baik." Itulah kalimat terakhirnya, sebelum pergi lebih dulu ke dalam villa itu. Baiklah, aku harus menyusulnya.

Aku mulai mengikuti langkah Dylan melewati para penjaga yang terlelap di bawa pengaruh hipnosis milik Wyne.

"Fuck it! Guys, target dirantai!" ujar Wyne membuat kami terkejut.

"Aku akan mencarinya. Kau pergilah," kataku pada Dylan. Dylan mengangguk, lalu menyusul Wyne.

Aku mulai melangkah mengelilingi setiap ruangan di villa ini. Sampai, langkah kakiku terhenti karena sebuah suara di dalam sebuah ruangan di hadapanku. Aku mencoba mendengarkan percakapan tersebut.

"Dasar anak tidak tahu diuntung! Kau memberikannya ponsel?! BODOH!"

Plak. Bunyi tamparan yang cukup kuat terdengar. Fuck! Itu pasti jalang itu. Kenapa dia begitu kasar pada anaknya sendiri?

"Susah payah aku merencanakan semua ini dan kau membocorkannya?! RASAKAN INI!" Dia pasti sudah gila!!

Dengan panik, aku membuka pintu itu dan mendapati sebuah tape yang tengah dimainkan dan..

Bugh! Aku tahu pasti pukulan itu mengenai otak belakangku. Aku merasakan pusing yang begitu hebat. Dan sebelum semuanya menggelap, aku melihat wanita itu tersenyum bersama salah satu anak buahnya yang gemuk.

I'm fucking swear, aku akan membuatmu kurus di penjara, Sumo!

🐚🐚🐚

ADELIA :

Semuanya bergerak dan hanya aku yang diam. Itu membuatku pusing, sekaligus bingung. Apa yang terjadi?

Aku bisa mendengar suara-suara milik orang-orang, tapi terdengar seperti monster yang berbicara slow motion. Perlahan, aku mulai merasakan tubuhku melayang dan semuanya menjadi terbalik. Entahlah, aku hanya merasa terbalik walaupun aku tidak bisa melihat apapun. Lalu, semuanya tenang. Begitu tenang.

Aku mulai membuka mataku. Aku berada di sebuah tempat yang tinggi, penuh dengan bunga yang sangat indah. Mereka tulip-tulip yang berwarna hitam. Menyeramkan, tapi begitu indah. Aku mulai menggerakan kakiku menuju ujung dari jalan setapak ini dan melihat ke bawah. Tulip-tulip di sana tidak lagi bewarna hitam, mereka penuh dengan warna-warni yang sangat indah. Entah mengapa, aku mulai tertarik untuk menjatuhkan tubuhku ke dalam sana.

Aku melompat dengan segala keberanianku. Empuk sekali sehingga dapat menenggelamkanku di dalam sana. Aku mulai merasa tidak dapat bernapas. Sesak, namun damai. Kupejamkan mataku dan kilasan-kilasan memori-memori menyedihkan itu bermunculan mengingatkanku kepada keinginanku untuk mati.

Apa aku akan mati sekarang? Katanya, sebelum mati akan ada kilasan memori kehidupan yang terlihat. Apa seperti ini rasanya? Sekarang aku mengerti.

Mati itu..

Damai.

🐚🐚🐚

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang