[18] The Special Price Client

771 72 3
                                    

Hello from the other sideeeeeeeeeee!
Update, update.. Gk tw lagi sih mw ngmng apa. Ya udh yaww.

Jangan lupa pencet 🌟 untk support cerita ini yaa. Thanks! 😘
________________________________________________________________

"Kau sudah sehat, Adel Kecil?" tanya Alfred.

"Ck. Aku selalu sehat, Alfred Tua. Ini hanya luka kecil.."

"Jadi, kau kembali bekerja?" Tanpa basa-basi lagi, Alfred bertanya.

Adel menggelengkan kepalanya,"Kau tahu betapa aku mencintai pekerjaanku ini, Alfred. Tapi, adikku ingin aku menjauhi pekerjaan berisiko ini."

"Selalu untuk adikmu, hm? Kau benar-benar kakak yang baik. Dia pasti sangat beruntung," puji Alfred membuat Adel tersenyum.

"Hah! Jangan terlalu sering memujinya, Alfred. Lihat, hidungnya mekar seperti babi," ledek Dylan.

"Memangnya kenapa, hah?! Kenapa kau selalu mengomentari apa yang aku lakukan? What the fuck is wrong with you, jerk?!" bentak Adel kesal.

Alfred menggeleng-gelengkan kepalanya melihat dua murid kesayangannya itu yang tidak pernah berubah. Mereka masih tetap anak-anak.

"Hei, cukup. Apa kalian tidak malu dilihat junior kalian? Kalian harusnya memberikan contoh yang baik pada mereka," omel Alfred.

Junior yang dimaksud adalah Wyne dan Eddie. Mereka berdua menggantikan posisi Len dan Jennie di dalam tim itu. Wyne sebagai hipnotis dan Eddie sebagai hecker.

"Eh, tidak apa, Guru. Ini cukup seru," komen Eddie yang malah mendapatkan tatapan tajam dari Adel dan Dylan.

"Jadi, siapa yang akan kita temui, Alfred?" tanya Dylan.

"Klien spesial. Dengan harga spesial, tentunya," jawab Alfred.

"Kau benar-benar mata duitan, Pak Tua!" ledek Dylan.

Adel yang tengah sibuk dengan pinselnya usai bertengkar dengan Dylan, tiba-tiba angkat bicara. "Hei, mari diskusikan kode nama baru kita."

"Kau akan kembali bekerja?" tanya Alfred.

Adel mengedikan bahunya,"Fifty-fifty. Lihat dulu apa yang ditawarkan oleh 'klien spesial dengan harga spesial ini'."

"Kau, A. Eddie, E. Wyne, W. Dan aku, D," ujar Dylan.

"Hei, apa kodeku tidak terlalu panjang? Double u? Yang benar saja!" protes Wyne.

"Nah, nah. Coba yang ini. Aku Beauty, Eddie Lumiere, Wyne Cogsworth, dan Dylan.." Adel menggantung kalimatnya.

"BEAST!" seru Eddie dan Wyne.

"Nice choice.." timpal Alfred.

Dylan merengut kesal,"Hei, itu tidak adil!"

Adel melipat tangannya angkuh,"Tidak bisa! Sudah ditentukan."

Dylan mengibas tangannya kesal,"Ya, ya, ya. Whatever.."

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah labirin besar. Mereka berlima turun dan mulai memasuki labirin tersebut dalam pimpinan Alfred.

Eddie berdecak kagum,"Aku benar-benar tidak menyesal sudah bekerja keras.."

"Jadi ini rasanya turun ke lapangan.." kata Wyne tak kalah kagum.

Setelah tujuh menit berjalan, akhirnya mereka menemukan sebuah ruang kaca dengan sebuah meja panjang dan banyak kursi. Di dalamnya duduk seorang pria yang memunggungi mereka. Mereka masuk dan Alfred menekan sebuah tombol yang membuat ruang itu tak terlihat karena merefleksi.

"DAD?!" teriak Dylan tak percaya. Adel juga tak kalah terkejutnya. Sedangkan Eddie dan Wyne mengatakan hal yang sama,"Dad?"

"Dia ayahmu?" tanya Wyne.

"Alfred, jangan bilang--"

"Ya. Dia klien spesial dengan harga spesial yang kita bicarakan tadi," jawab Alfred.

Adel menepuk tangannya sekali membuat Dylan mengerti. "Jadi, tawaran apa yang Anda berikan pada kami, Tuan Javier?"

Raven sedikit terkejut dengan suasana yang berubah. Keempat orang itu duduk di hadapannya, sedangkan Alfred duduk di sampingnya. Raven berdeham,"Aku ingin kau mengambil hakmu, Nona Sum--oh, bukan. Nona Dexter."

Raven tersenyum miring melihat keterkejutan Adel. Namun, selanjutnya, dialah yang terkejut.

"Aku tidak pernah tertarik untuk mengambil hakku, Tuan Javier. Hidupku sudah sangat baik," jawab Adel penuh percaya diri.

"Lalu, bagaimana dengan warisan ayahmu. Apa adikmu tidak terganggu dengan keputusannya?" tanya Raven lagi.

Adel mendengus,"Perusahaan kami memang baru berkembang, Tuan. Itu sudah cukup. Adikku bukanlah orang yang tergila-gila akan harta." Kami hanya memikirkan satu sama lain, tambah Adel dalam hati.

"Kau tahu, harusnya kaulah yang bersanding dengan Orion. Aku merasa sudah ditipu oleh sahabatku sendiri."

"Well, itu suatu keuntungan untukku, Tuan. Aku tidak perlu terlibat dengan perjodohan konyol itu."

"Lalu, bagaimana dengan Dylan?" tanya Raven berniat menjebak gadis itu.

"Kami sudah bersama tujuh tahun lamanya, Tuan. Tanpa harus berbicara, aku bisa mengetahui apa yang dia mau dan sebaliknya. Kami bisa bekerjasama dengan baik," jawab Adel tanpa ragu.

"Ya. Dia benar. Kami adalah teman dalam perang, Tuan." Dylan ikut menatap Raven.

"Lalu, kenapa kau tidak pernah mengusulkan temanmu itu untuk mengambil haknya?" tanya Raven pada Dylan.

"Karena dia sudah cukup bahagia sekarang. Dan dia tidak serakah akan apapun," dukung Dylan.

Raven diam, pikirannya mulai berpencar. Kedua anak ini benar-benar akan menjadi ancaman untuk Celine dan Vannia, pikirnya.

"Lalu, kenapa Anda ingin melakukan hal ini? Alasan karena Anda merasa tertipu bukanlah alasan yang kuat, Tuan," tanya Adel.

Sejenak, Raven terdiam.

"...karena Joe tidak terlihat bahagia, Adel."

"Itu bukan urusanku," kata Adel dingin. "Dia sudah menentukan pilihannya, jadi dia harus menanggungnya," tambahnya lagi.

"Pia. Di mana dia?" tanya Raven membuat badan Adel menegang.

"Dad, cukup!" Dylan menggebrak meja.

"Dia tidak akan menerima tawaranmu. Ayo, pergi!" Dylan mulai mengiring Adel untuk pergi dari ruangan itu.

"Tawaranku tidak memiliki batas waktu, Dexter," kata Raven sebelum Adel dan Dylan benar-benar keluar.

Eddie dan Wyne berpamitan dan ikut keluar. Meninggalkan Raven bersama Alfred yang sedang tersenyum penuh kemenangan.

"Sekarang, kau tahu bagaimana hubungan mereka, bukan?"

"Ya. Sebuah rangkaian yang begitu berbahaya."

Sementara itu, Dylan tengah merangkul Adel untuk keluar dari labirin itu. Dylan cukup tahu kalau pembicaraan tadi begitu sensitif untuk Adel.

"Nah, sekarang kita ke mana?" tanya Wyne.

"Eum. Apa Alfred masih lama?" tanya Dylan.

"Tenang, tenang. Aku sempat menabur beras hitam tadi. Ayo ikuti aku!" kata Eddie bangga.

"Kerja bagus, Lumiere."

"Thanks, Cogs!"

Adel tersenyum melihat rekan-rekan barunya itu. Dia juga harus ceria agar tidak merusak suasana.

"Hei, Dylan.." panggil Adel tanpa menatap Dylan.

"Ya?"

"Temani aku minum."

🐚🐚🐚

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang