[36] Terbongkar

677 66 3
                                        

Hellooo.. Maaf gk update tiap hari kaya biasanya. Ide mampet dan lagi nyelesain bermacam2 games yang ada di laptop adek aku. Mianhae 🙏🙏🙏
Aku usahain ntar. Btw, happy reading dan jangan lupa pencet 🌟, yaa :D
________________________________________________________________

Mata Pia berkaca-kaca begitu melihat anak sulungnya sudah berdiri di hadapannya dengan sebuah senyuman lembut. Lalu, terdengarlah sebuah panggilan yang ia rindukan.

"Ibu.."

Ibu dan anak itu saling berpelukan, menyampaikan kata-kata rindu yang selama ini terpendam.

"Di mana Devan?" tanya Pia.

"Dia ada di New York. Dia tidak bisa ikut karena harus mengurus perusahaan," jawab Adel.

Kemudian, mereka duduk di sofa untuk melanjutkan percakapan mereka.

"Oliver? Dia yang membantumu selama ini?" tanya Pia tak percaya. Adel mengangguk dengan polosnya,"Memangnya kenapa?"

Pia tersenyum. "Dia sahabat Ibu saat SMA yang lalu menghilang sampai sekarang. Ck, apa dia sudah menikah?" tanya Pia.

Adel menggeleng. "Belum. Dia baru saja bertunangan dengan seorang wanita bernama, Anne. Mereka akan menikah di awal tahun depan."

"Lalu..bagaimana dengan ayahmu? Apa dia pernah mencari kalian?"

Adel terdiam, ia tidak mengetahui jawabannya. "Sepertinya tidak. Dan aku berharap dia memang tidak pernah mencari kami," jawab Adel datar.

"Ibu..ada sesuatu yang ingin kuceritakan padamu," kata Adel serius. Lalu, mengalirlah cerita tentang Celline  yang berniat jahat pada mereka. Hanya saja, tidak satupun informasi yang diberikan oleh Adel dapat membuat Pia terkesiap. Entah karena memang kepribadiannya yang tenang atau dia sudah mengetahui apa yang akan terjadi.

"Jadi, di mana ayahmu?"

"Di rumah Alfred. Aku menculiknya bersama rekan-rekanku," jawab Adel.

"Alfred? Apa dia juga sahabat Oliver?" tanya Pia.

Adel mengangguk, Apa Ibu juga kenal pada pria tua itu?

"Dia guruku. Dan dia salah satu pria menjengkelkan yang pernah ada di dalam hidupku," jelas Adel.

Pia terkekeh,"Mereka berdua memang tidak pernah berubah."

"Biar kutebak. Alfred juga sahabatmu," tebak Adel. Pia mengangguk.

"Baiklah. Kita harus bahas topik yang lain," putus Pia lalu membenarkan posisi duduknya agar dapat menatap Adel dengan leluasa.

"Adel, apa kau sudah punya kekasih?"

Adel langsung mengalihkan pandangannya. Pipinya juga terlihat memerah. Ia mengangguk kecil dan itu membuat Pia tersenyum,"Ceritakan.."

"Namanya Orion Javier, umurnya 29 tahun. Dia tinggi, rambutnya hitam dan yang terpenting tatapannya yang tajam," jelas Adel dengan mata berbinar-binar.

"Dia sempat dijodohkan dengan anak haram itu dan--" Pia memukul lengan Adel,"Ibu tidak pernah mengajarimu untuk berkata kasar seperti itu, Adel!"

"Tapi dia memang--"

"Janga membantah! Ceritakan dengan kata-kata yang lebih baik," perintah Pia.

Adel menghela napasnya. "Dia sempat bertunangan dengan Vanni dengan dasar perjodohan oleh Ayah dan Raven. Lalu.."

Dan hari itu mereka habiskan dengan bercerita tentang pengalaman mereka selama mereka tak bersama.

🐚🐚🐚

ADELIA :

Aku memeluk tubuh priaku yang sangat kurindukan itu. Dengan rakus, aku menghirup aroma khas yang dia miliki. "I miss you so bad!" katanya sambil memelukku erat.

"How's your work?" tanyanya begitu aku mengurai pelukan kami. Ck, bukannya menanyakan kabarku, dia malah bertanya tentang pekerjaanku!

"Ck. Harusnya kau menanyakan kabarku!" Rion terkekeh lalu mengecup dahiku pelan.

"Aku tahu kau baik-baik saja. Ayo, kita pulang," ajak Rion.

"Hei! Apa kalian akan meninggalkanku?!" teriak Dylan dari belakang.

Rion mendengus,"Cari taksi. Jangan ganggu kami!"

"Ayolah, Kak. Kau ini tega sekali pada adikmu. Lagipula, kita kan serumah, hm?" Dylan mengeluarkan jurusnya. Huft, pria ini benar-benar!

"Duduk di belakang!" ketus Rion pada akhirnya. Dan orang aneh nan menyebalkan itu berjalan melompat-lompat seperti anak kecil ke arah mobil Rion.

Rion terus menggengam tangan kananku selama di perjalanan. Sekali-kali, dia mengecup punggung tanganku yang membuat Dylan mendengus kesal. Ck, dasar pengganggu!

"Bisakah kalian hentikan itu? Kalian terlihat menjijikan.." komen Dylan kesal.

"Kalau kau keberatan melihat kami, turun saja dan pulang sendiri!" ketusku. Dasar pengganggu!

"Ya, aku akan diam."

"Ngomong-ngomong, aku sudah bertemu dengan calon mertuamu, Kak!"

Citt! Rion mengerem tiba-tiba membuat kami terkejut. Argh, Dylan sialan!

"Jadi kau ke Indonesia untuk bertemu ibumu? Kau bahkan tidak mengajakku dan malah mengajak bocah ingusan ini," ujar Rion marah.

"Eum, sepertinya aku melupakan sesuatu di bandara. Aku akan kembali ke sana. Bye!" Kemudian, orang sialan itu pergi dari mobil dan mencari taksi.

Fuck you, Dylan!

"Bee, aku--"

"Apa dia lebih berarti untukmu, hm?" tanyanya sedih. Aku menggeleng kuat,"Tidak. Aku hanya tidak ingin kau dalam bahaya."

"Apa kau tidak bisa mengandalkanku saja?" tanya Rion lesu.

Aku menghela napas. Kalau sudah seperti ini, aku harus bagaimana lagi? Aku harus menceritakan semuanya padanya. Aku tidak ingin bertengkar dengannya.

"Dylan..aku tidak pernah memberitahunya rahasia dan masalah yang kuhadapi selama ini. Dia dengan kurang ajarnya mencaritahu segala hal tentangku bersama Len.."

Dia masih diam dan fokus menyetir. Baiklah, persetan dengan semuanya. Yang jelas, aku tidak mau bertengkar dengannya.

"Aku..adalah putri kandung Jonathan Dexter."

"APA??"

🐚🐚🐚

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang