[41] Damai

682 56 3
                                    

Hellow. Aku mau bahas pertanyaanku kemaren. Aku ketawa baca jwbn kalian, apalagi yang bilang bagian vanni ditampar enyaknya. Bukan, bukan. Mommy aku baik bangeeeett dan lembut, hehe. Jwbn yg bnr adl bagian nyemplung ke bunga2. Kejadiannya pas aku lg dbd. Rasanya sesek banget sumpaahh!

Oke happy reading semuaaaa
Press the star kay?
________________________________________________________________

ADELIA :

Aku terbangun dengan hidung yang terasa gatal dan lidah yang terasa asin. Langit-langit yang putih, bau obat, pasti ini rumah sakit. Sekarang, aku ingat apa yang terjadi. Sialan! Leherku sakit sekali..

Aku mencoba untuk duduk dan mengambil air minum, tapi tubuhku terasa berat sekali. Pada akhirnya, aku mengurungkan niatku.

Kemudian, aku teringat sesuatu. Bagaimana dengan Rion?? Ah, dia pasti baik-baik saja bersama Dylan. Aku tidak perlu cemas.

"Adel, kau sudah bangun, Nak?" Suara serak khas bangun tidurnya terdengar. Dia..ayahku.

Melihatnya, aku jadi teringat kilasan-kilasan itu, di mana aku dan Devan bermain di sebuah taman bersamanya, juga Ibu yang duduk di karpet piknik. Aku menghela napasku, Sepertinya saat itu aku benar-benar akan mati..

"Bisa tolong ambilkan minum?" kataku tanpa menatapnya. Namun, aku yakin dia tersenyum sambil melangkah ke arahku.

Aku meneguk air putih itu sebanyak mungkin untuk menghilangkan rasa asin di mulutku.

"Bagaimana perasaanmu?" tanyanya.

Aku menggeleng pelan,"Leherku sakit, badanku terasa berat, hidungku gatal, dan mulutku terasa asin."

"Tentu saja. Kau diikat, lalu dilempar ke dalam laut. Kau bertahan hidup dan itu luar biasa," katanya.

Oh, itu pasti perbuatan jalang berkepala ular itu..

"Hachi! Hachi!" Sial! Aku benci bersin..

"Aku akan memanggil dokter dan menghubungi yang lain. Kau tunggu di sini."

Pria tua itu melangkah ke arah pintu, namun ia berhenti begitu aku memanggilnya. "Ayah.."

Dia menoleh dan menatapku tak percaya. Aku tersenyum,"Terima kasih."

Matanya berkaca-kaca dan dia tersenyum bahagia. "Tidak. Terima kasih sudah bertahan hidup. Aku bangga padamu." Lalu, dia menghilang dari balik pintu.

Tak lama, munculah Rion dengan keringat di pelipisnya. Dia pasti habis berlari, hihi.. Lihatlah wajah khawatirnya!

"Sugar! Apa kau baik-baik saja? Bagaimana perasaanmu? Ada yang sakit? Kau lapar atau haus? Atau--"

Aku segera menggenggam tangannya sebelum pertanyaannya bertambah banyak dan membuatku pusing. "Aku baik, Bee. Bagaimana denganmu, hm?" tanyaku.

Dia mencium punggung tanganku. "Aku tidak baik-baik saja setelah mendengar bahwa kau dalam bahaya. Apalagi, saat melihat Kid akan memberikanmu napas buatan. Kau tahu, aku sangat tidak rela!" katanya dengan ekpresi marahnya yang terlihat lucu itu.

Aku mengusap keningnya yang berkerut,"Jadi, kau yang memberikanku napas buatan?"

"Tentu saja! Aku tidak akan membiarkan orang lain menyentuh gadisku!"

Kemudian, Dylan muncul bersama Devan dan Ibu. Mereka langsung memelukku. Rion mundur dan duduk bersama Dylan di sofa sambil tersenyum padaku.

"Ya, Tuhan, Kak! Aku tidak akan membiarkanmu melakukan pekerjaan ini lagi," ujar Devan dengan wajah khawatir.

"Aku juga berpikir seperti itu. Mungkin aku akan melakukan pekerjaan yang lain.." kataku menggantung.

"Pekerjaan apa?" tanya Ibu. Aku menatap Rion sambil tersenyum miring,"Ibu rumah tangga.."

🐚🐚🐚

ORION :

"Terima kasih, Rekan.." Adel mengurai pelukannya dengan Dylan. Baiklah, aku tidak akan cemburu karena perkataannya yang mampu membuatku begitu senang. Ahh, aku harus segera melamarnya..

Satu persatu mereka pulang, meninggalkan aku dan Adel berdua. Akhirnya!!

"Bee, apa kau tidak pegal terus-menerus berada di sofa?" tanya Adel yang masih terbaring di ranjang rumah sakit.

Aku menggeleng,"Tidak. Bagaimana denganmu?"

"Aku bosan.." rengeknya kecil. Aku terkekeh dan menghampirinya,"Lalu, apa yang kau inginkan?"

"Pulang."

Aku menghela napas,"Sabarlah, kau boleh pulang besok. Dan ingat, jangan nekat kabur dari rumah sakit dan membuat semua orang khawatir."

"Eum, Bee.." panggilnya. Aku menoleh,"Ya?"

"Bagaimana dengan jalang dan anak haramnya itu?" tanyanya.

Aku mengusap rambutnya. "Jangan bahas itu dulu. Kau harus istirahat."

Dia menarik ujung kemejaku,"Ayolah, beritahu aku.."

Huft, kalau sudah begini aku bisa apa?

"Baiklah. Jalang itu sedang kritis karena tabrakan saat mencoba kabur dari kejaran polisi. Dan, Vanni.."

"Vanni?"

"Dia menghilang tanpa jejak. Aku tidak tahu di mana dia. Polisi bahkan sedang mencarinya.."

"Apa dia membawa kabur sesuatu? Harta Jonathan atau apapun?" tanya Adel.

Aku menggeleng,"Ayahmu tidak kehilangan apapun. Dia hanya kehilangan kalian. Kau tahu, berdamailah."

Alisnya berkerut tak setuju. "Aku sudah berdamai. Jangan cari Vanni. Mungkin dia ingin memulai kehidupan baru di sana."

"Aku tidak ingin berdebat denganmu, Sugar. Aku hanya menyarankan. Aku akan tetap mendukung setiap keputusanmu," kataku sambil mengusap puncak kepalanya.

"Aku..sudah mulai mencoba untuk berbicara dengannya.." akunya tanpa menatap mataku.

"Benarkah? Kerja bagus! Aku akan memberikanmu hadiah," kataku senang.

"Hadi--"

Cup! Aku mengecup bibirnya singkat. "Bagaimana? Kau suka?"

Pipinya bersemu merah. Dia membuang pandangannya,"Kau yang menyukainya!"

Aku mencubit pipinya gemas,"How cute.."

"Ck, aku bukan anak-anak!"

🐚🐚🐚

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang