[26] The Play

743 72 5
                                    

HAAAAIII. Ini baru bisa update karena kemaren sibuk banget sama ujian. Sorry yaa..

Okey. Happy reading!!
________________________________________________________________

"Ck. Kenapa lama sekali?" omel Dylan kesal.

"Sudahlah. Mungkin dia sedikit gugup karena ini misi besar pertamanya," ujar Adel bijak.

Malam ini, Adel dan rekan-rekannya akan menjalankan misi mereka. Dan di sinilah mereka, tak jauh dari kediaman Dexter menunggu Eddie untuk meretas sistem keamanan di rumah itu. Dylan dan Adel sudah siap memanjat dinding tinggi yang menutupi rumah tersebut. Dan Wyne, ia sedang menunggu aba-aba untuk mematikan aliran listrik.

"Eh, apa kau benar-benar akan memberi pelajaran pada mereka? Dengan itu?" tanya Dylan sedikit takut. Bagaimana tidak? Adel membawa tongkat baseball bersamanya.

Adel mengangguk,"Kau mau coba?"

"Heh, tidak. Terima kasih. Lebih baik kau tinggalkan aku sendirian di kandang harimau."

"Ahh, akhirnya aku berhasil. Cogs, kau bisa matikan listriknya!" ujar Eddie yang berada dalam van berjarak satu mil dari rumah itu.

Untuk misi kali ini, Adel memakai pakaian berbeda dari biasanya. Ia menggunakan turtle neck untuk menutupi mulutnya, lalu dilapisi dengan jaket bertudung, kacamata hitam dan topi. Dan semuanya berwarna hitam. Persetan dengan kacamat hitam pada malam hari, yang terpenting adalah ia bisa memberi jalang dan anak haram itu dengan leluasa.

Lampu di seluruh rumah itu mulai mati. Adel dan Dylan mulai memanjat dinding tinggi itu menggunakan alat-alat mereka. Sesampainya di dalam, Adel dan Dylan membius para penjaga dengan senjata mereka, pistol dan panah.

"Beast, aku menuju kamar Dexter," ucap Wyne.

Adel dan Dylan kembali memanjat menuju kamar Jonathan yang berada di lantai tiga melalui jendela.

"Oh, fuck it man! Si tikus-tikus sialan ini menjaga pintu ini dengan rapat. Beauty, Beast, apa yang harus aku lakukan?" tanya Wyne bodoh.

"Hipnotis mereka, Bodoh!" bentak Eddie yang mendengar percakapan mereka.

"Beauty, Beast! Ada penjaga yang akan melewati tempat kalian. Cepat naik ke atas!" ujar Eddie panik.

Adel dan Dylan saling berpandangan, lalu dengan cepat mereka naik.

"Tunggu! Ada pelayan yang masuk ke dalam kamar!" Wyne memberitahu kedua rekannya itu.

"SHIT!" ucap Adel dan Dylan bersamaan.

Apa yang akan mereka lakukan? Bila naik ke atas, mereka akan ketahuan pelayan. Dan bila mereka masih tetap di sana, mereka akan ditangkap oleh penjaga. Pilihan mana yang mereka ambil?

🐚🐚🐚

ADELIA :

Fiuh.. Hampir saja!

Aku dan Dylan akhirnya memutuskan untuk naik ke balkon yang ada di samping jendela milik Ayah. Dan masalahnya adalah apa isi ruangan itu atau siapa yang menghuninya. Dengan kondisi kami yang sedang menempel di lantai, kami tidak bisa melakukan apa-apa. Ya, sialan!

"Lumiere, apa penjaga sialan itu sudah pergi?" tanya Dylan sedikit kesal.

"Aman, Pangeran."

"Cogs, apa pelayan itu sudah keluar?"

Tidak ada jawaban. Apa Wyne tertangkap?

"Cogswort, do you copy?" tanyaku mulai panik.

"Argh, kenapa kalian berisik sekali? Aku baru selesai menghipnotis pelayan tadi. Aku sudah mengambil bajunya, sekarang aku akan masuk. Heh, aku sungguh jenius!"

Aku dan Dylan mendengus. Lalu, perlahan, aku mengintip ke dalam ruangan yang terhubung dengan balkon tersebut. Gelap. Tapi, ada dua orang di sana. Dua orang yang sangat aku kenali. Jalang dan Anak haramnya. Heh, sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menyiksa mereka malam ini..

"Hei, Beast, Beauty. Kau bisa masuk sekarang. Sudah aman," ujar Wyne.

"Hei, kau tidak ikut?" tanya Dylan yang sudah bersiap untuk melompat ke jendela.

Aku tersenyum dan meletakkan tongkat baseballku di pundak. "Targetku ada di kamar ini. Pergilah dan beri aku waktu lima belas menit dari sekarang. Dan, tolong minta Wyne untuk mengunci kamar ini."

Dylan pergi. Aku mulai membuka pintu balkon perlahan dan masuk ke dalam kamar yang masih gelap itu. Untungnya, walaupun ini musim gugur angin tetap tenang dan kedua makhluk itu memunggungi balkon.

Layaknya di panggung teater, lampu menyalan saat aku sudah di dekat mereka. Hmm.. Mungkin, lain kali aku harus mencoba masuk klub teater. Ya, aku benar-benar akan mencobanya. Harus.

Mereka berdua berdiri terkejut dengan kehadiranku. "Si-siapa kau?" tanya si jalang ketakutan.

"Kau ingin apa? Uang? Aku bisa memberikanmu seba--"

Prang! Aku menghancurkan vas bunga yang berdiri di sampingku dengan tongkat baseballku. Anak haram itu berteriak bersama ibunya. Mereka berlari ke arah pintu dan mencoba membukanya. Heh, sia-sia. Dasar makhluk bodoh!

Aku mendekat dan mereka berlari menuju pintu. Aku tersenyum merasa ini adalah penampilan terbaikku sepanjang masa.

Aku mulai menghancurkan cermin dan segala perhiasan milik mereka yang sedang sibuk berusaha membuka pintu yang terkunci. Mereka berteriak meminta pertolongan. Oh, pelajaran berharga. Tidak selamanya ruangan kedap suara akan menyenangkan.

"Ku-kumohon..jangan lakukan ini pada kami. Aku..akan memberikan apapun padamu.." suara anak haram itu bergetar hebat.

Aku sedikit merendahkan suaraku,"Keluarkan semua barang berharga kalian. Tiga puluh detik."

Aku terkekeh melihat mereka yang tergesa-gesa mengeluarkan semua harta mereka. Mulai dari laci sampai bawah kasur. Lalu, kulihat jalang itu hendak meraih fotonya bersama anaknya, tapi dia mengurungkannya.

"Open it.." ujarku. Dia menatapku ragu-ragu, lalu melempar pandangan pada anaknya. Anak haram itu menggelengkan kepalanya. Fuck!

"I SAID OPEN IT! ATAU AKAN KUSIKSA KALIAN BERDUA!!!" teriakku kesal.

Mereka berdua tersentak. Jalang itu langsung melepaskan foto itu dari tempatnya, menunjukan sebuah brankas.

Aku kembali memcahkan barang-barang yang bisa kupecahkan. Oh, ayolah. Aku hanya punya tujuh menit lagi. "CEPAT!" teriakku lagi.

Dia mulai menekan passwordnya dan pintu brankas itu terbuka. Aku menyuruhnya menjauh dan mulai medekati brankas itu. Oh, tidak lupa aku menodongkan sebuah pistol ke arah mereka. Ngomong-ngomong, pistol itu kucuri dari saku Dylan. Hehe..

"Jangan lakukan apapun."

Aku mengambil semua surat yang ada di dalam sana karena hanya itu yang ada di sana. Lalu, aku akan memasukannya ke dalam jaketku.

Aku berjalan mendekati sebuah kalung dengan berlian kecil di sana. Aku tahu, itu kalung ibuku. Aku mengambilnya tak lupa setumpuk uang dollar yang cukup banyak.

Setelah itu..

Aku pergi. Mudah bukan?

🐚🐚🐚

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang