[33] Family

676 67 3
                                    

Night everybody!! Sorry update malem. Baru sempet gara2 banyak acara di bulan puasa. Hehe..

Oke happy reading. ❤❤❤
________________________________________________________________

ADELIA :

"Jadi, Nona Summer. Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Alfanso padaku.

Well, saat ini aku sedang berada di Jakarta a.k.a ibukota Indonesia untuk menemui satu-satunya keluarga ibuku yang tersisa. I bet he doesn't know that Mom is in Indonesia. After all, they lost contact.

"Kau tahu Piana Wijaya?" kataku langsung pada intinya.

Matanya membulat seketika. "Kau mengenalnya? Kau tahu di mana dia? Apa dia baik-baik saja selama ini?" tanyanya bertubi-tubi.

Aku tersenyum. Setidaknya, kakaknya tidak membencinya seperti kedua orang tuanya..

"Dulu, dia baik-baik saja, tapi sekarang tidak. Aku tahu di mana dia. Dan, tentu saja aku mengenalnya. Aku bahkan sangat mengenalnya," kataku.

"Be-berapa umurmu?" tanyanya dengan suara bergetar.

"27."

"Apa kau anaknya?" tebaknya langsung. Aku menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Ya. Aku anaknya. Anak pertama dari Jonathan Dexter dan Piana Wijaya. Atau dengan kata lain, aku ini keponakanmu, Paman."

"Ya, Tuhan.." Dia terkesiap.

"Jadi, apa kabar adikku itu?" tanyanya.

Aku menghela napasku dengan berat. "Dia tidak baik-baik saja."

"Apa ada masalah?" Kerutan pada dahinya menunjukan rasa cemas. Aku mengangguk,"Dia terancam. Maka dari itu, aku meminta bantuanmu, Paman."

Dia mengernyit tak mengerti. Lalu, mengalirlah cerita dari a sampai z melalui mulutku ini. Mulutku bahkan sampai tak nyaman karena pegal bercerita. Holy shit!

"Jadi, apa yang bisa kubantu?"

"Bawa dia pulang. Aku ingin menitipkannya padamu. Anak buahku akan terus mengawasi rumahmu dan adikmu itu nanti. Kuharap kau tak keberatan," kataku sekenanya.

"Tentu saja tidak. Aku sudah kehilangan adikku bertahun-tahun. Aku tidak mau kehilangannya lagi," katanya sambil tersenyum.

"Ibu ada di Gili Trawangan. Aku akan mengirimkan alamatnya nanti."

"Lalu, setelah semua ini selesai, apa yang akan kau lakukan, Nak?" tanya Alfo. Ya, biarkan aku memanggilnya seperti itu..

"Hmm.. Aku akan menikah. Dan semuanya akan berjalan normal, begitu juga dengan Devan," kataku.

"Orang tuamu?"

Aku mengedikan bahuku. "Aku akan mencoba berdamai dengan mereka, tapi bukan berarti semua akan kembali seperti dulu. Ayah dan Ibu akan menjalani kehidupan masing-masing dan aku juga Devan akan hidup seperti yang kami inginkan."

"Bagaimana kalau ibumu menikah lagi? Apa kau keberatan?" tanyanya serius.

"Terserah padanya. Kuharap pria itu orang baik," kataku jujur.

"Pertanyaan terakhir.." Aku menatap Alfo yang sedang menautkan jarinya.

"Bagaimana kalau ayah dan ibumu kembali bersama?"

🐚🐚🐚

"Jadi, apa pekerjaanmu sekarang, Kak?"

Saat ini, Adel tengah berada di kediaman pamannya bersama istri dan anaknya. Namun, berhubung Olivia sedang pergi, maka di sinilah ia bersama sepupunya, Alana.

"Eum.. Pengangguran?" jawab Adel sedikit tak yakin.

"Benarkah?? Wah, menyenangkan sekali!" seru Alana dengan mata yang berbinar-binar.

Adel mendengus geli,"Aku seorang pengangguran dan kau bilang itu menyenangkan? Ck, kau memang aneh!"

Bibir Alana mengerucut,"Kau bisa melakukan apa saja dengan menjadi pengangguran, Kak."

"Ck. Apapun itu, yang pasti menjadi pengangguran bukanlah pilihan," ujar Adel.

"Baiklah, baiklah."

Adel kemudian menatap buku-buku yang menumpuk di atas meja belajar milik Alana. Buku-buku kedokteran. Cita-citanya yang tidak tercapai dan Adel tersenyum miris melihatnya.

"Kapan kau lulus?" tanya Adel.

"Dua tahun lagi, Kak."

"Lalu, apa yang akan kau lakukan setelahnya?"

Alana berpikir sejenak. "Eum.. Melanjutkan S2."

"Tidak menikah?" tanya Adel heran.

"Mungkin setelah lulus S1, setidaknya.." kata Alana tidak begitu yakin.

"Pacar?"

"Belum ada yang menarik perhatianku sejauh ini.." ujar Alana cuek. Lalu, ia bertanya,"Bagaimana denganmu, Kak?"

"Aku punya."

"Wahh.. Seperti apa dia?"

Adel berbaring di samping Alana dan ikut menatap langit-langit. "Dia tampan, tinggi, bermata elang dan lembut walau sedikit menyebalkan. Cemburunya sedikit berlebihan," Adel terkekeh mengingatnya.

"Hahh.. Aku benar-benar menginginkan sorot matamu, Kak.." kata Alana dengan nada iri. Adel mengernyitkan dahinya tak mengerti.

"Tatapan penuh pujaan dan cinta. Aku menginginkan itu," jelas Alana.

"Kau ingin jatuh cinta?" tanya Adel. Alana mengangguk. "Apa Kakak akan menganggapku aneh karena aku belum pernah jatuh cinta?" tanya Alana ragu.

"Tentu saja tidak. Asal kau tahu, pacarku itu cinta pertamaku. Dan aku jatuh cinta di umurku yang ke-27," kata Adel.

"Wow. Bagaimana bisa?" tanya Alana tak percaya.

Adel tersenyum miris,"Hanya saja."

"Hanya saja?" beo Alana bingung. Adel mengangguk.

"Aku akan mengenalkanmu pada seorang pria nanti. Kau tidak masalah berpacaran dengan bule, kan?" tanya Adel.

Alana menggeleng,"Tidak. Apa dia tampan?" Alana mulai antusias.

Adel mengangguk. "Ya, walau tidak setampan kekasihku. Dia adiknya. Badannya tinggi, rambutnya coklat, dan dia benar-benar menyebalkan!"

Alana mengibaskan tangannya,"Masa bodoh dengan itu, Kak. Yang terpenting, apa dia bisa membuatku jatuh cinta."

Kemudian, mereka bertos ria karena sependapat. Ternyata begini rasanya memiliki saudara perempuan.. Menyenangnkan! gumam Adel.

🐚🐚🐚

Staying AfloatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang