28. Jealousy

181 33 3
                                    

Budayakan vote&comment. Happy reading

INCREDIBLE THINGS

CAHAYA matahari perlahan semakin terik, Radar melirik jam tangan Daniel Welington kw nya dan melihat jam sudah pukul hampir jam 12 siang.

Radar beranjak dari posisi tidurnya, ia tertidur sekitar 10 menit. Ia ingin sekali keluar, hanya untuk menemui kedua sahabatnya, Keyza dan Adel.

Maka dari itu, ia meraih ponselnya dan berniat untuk mengirim pesan kepada Davin.

Radar : Dav, gue mau keluar sebentar ya. Mau ngobrol sama Keyza sm Adel doang.

Davin : Lah, lo udah mendingan blm

Radar : Udah kok, tenang aja. Lagipula cuman sebentar kok.

Davin : Yaudah, terserah lo.

Ia melangkah keluar dari tenda, cahaya terik natahari mengenai mata cokelat Radar, membuat matanya menyipit sesaat karena tidak kuat akan silaunya cahaya matahari.

Aroma tumis kangkung menyeruak, rasa selera makannya terasa kambuh lagi. Radar mencari-cari sumber dari mana masakan itu berasal.

Ternyata ia mendapati Keyza yang sedang mengaduk-aduk tumis kangkung yang dimasak di wajan berukuran sedang.

"Eh Radar, lo kemana aja?" kata Keyza dengan Adel di sebelahnya, hanya saja Adel hanya membantu menuangkan bumbu seperti garam dan gula. "Lo harus cobain nih tumis kangkung buatan gue. Pasti lo suka."

"Buatan gue juga!" seru Adel. "Buset dah, gue yang dari tadi masukin garem sama gula nggak dianggep sama lo."

"Iya del.. iya.." jawab Keyza sebal sambir memutar kedua bola matanya.

"Yaelah, nih mahluk dua nggak ada berhentinya berantem terus." sindir Aldo. "Key, lo future wife banget sih. Bisa masak tumis kangkung gitu."

Adel hanya bisa menatap iri Keyza yang tersenyum malu dengan gombalan Aldo. Adel dengan sigap, meraih spatula yang berada di tangan Keyza dan mengaduk-aduk tumis kangkung tersebut.

Keyza berdehem sambil menatap Aldo.

"Lo juga, del." ucap Aldo yang membuat Adel berhenti mengaduk lalu tersenyum malu.

Entah jantung Adel berdeguk seberapa kencang mendengar ketiga kata itu. Seandainya suatu saat ketiga kata itu menjadi I LOVE YOU.

"Inget, del. Lo sama Keyza loh." ucap Radar tertawa sedikit yang membuat senyuman Adel perlahan memudar seketika.

Perhatian Radar teralih ketika ia melihat Gibran yang mengarahkan lensa kameranya kearah dirinya. Lelaki itu tampak seperti memotret dirinya. Tetapi, ia takut salah sangka. Atau mungkin lelaki itu sedang menangkap objek lain yang bukan dirinya.

"Foto lo walaupun candid, tetep cantik." ucap Gibran sambil melihat hasil gambarnya.

"Bisa aja, kak Gibran." kata Radar menyengir. "Tapi makasih, hehe." Radar mencoba sopan kepada Gibran, karena mau bagaimanapun Gibran adalah kakak kelasnya.

"Ini hasilnya." kata Gibran sambil menunjukkan hasil fotonya kepada Radar. Foto Radar saat Radar tak sadar bahwa ia sedang difoto. "Bay the way, panggil gue Gibran aja, nggak usah pake 'kak' terlalu formal."

"Oke, makasih ya, hasilnya bagus banget." Radar berdecak kagum. "Lo anak futsal, 'kan? tapi jago fotografi juga ya."

"Pengennya sih, gue jadi fotografer. Tapi kata bokap, dia pengennya gue jadi pemain bola. Biar bisa mengharumkan nama bangsa." jelasnya.

"Widih, boleh juga ya visi misi bokap lo."

"Iya, karena dulu bokap gue dari SMP sampe SMA selalu ikut futsal. Tapi gue nggak ngerti kenapa dia sekarang jadi arshitek." ungkapnya sambil memotret Pohon Pinus. "Kapan-kapan, gue bisa nggak ajarin ko motret foto?"

Radar mengangguk pelan. "Bisa kok, bisa. Apalah gue yang cuman foto ngandelin kamera hape." katanya sambil menyengir.

"Sebenarnya pake kamera hape juga hasil foto lo akan bagus. Tergantung niat lo, Dar." balas Gibran sambil tersenyum memandangi wajah Radar.

Radar tanpa memandang wajah Gibran hanya tersenyum lirih, sebagai tanda hormatnya. Sebenarnya ia heran, ia baru mengobrol dengan lelaki ini sekali saja sudah membicarakan tentang keluarga.

Radar tersipu malu melihat Gibran memandanginya terus sambil tersenyum dan mengarahkan kameranya seakan-akan memotretnya dari samping. "Lo ngapain sih ngeliatin gue kaya gitu?"

"Muka lo pucet, tapi bagus kalo difoto pake kamera gue." balas Gibran seakan-akan membuat Radar tak percaya.

"Bisa aja lo." Radar terkekeh.

Seketika Davin tiba-tiba muncul, lalu menarik tangannya menjauh dari Gibran. Hal itu membuat Radar heran.

"Davin, lo ngapain sih narik tangan gue?" keluh Radar berusaha melepas tangannya namun Davin tetap menahan tangannya.

"Itu tumis kangkungnya udah siap, lo harus makan sekarang." sergah Davin tiba-tiba.

INCREDIBLE THINGS

Sinar matahari perlahan mulai tak terlihat lagi, senja perlahan sudah mulai datang. Angin-angin malam sudah perlahan berdatangan.

Para siswa sedang sibuk packing barang-barang mereka, mereka sibuk memastikan agar barang mereka tidak ada yang hilang.

Radar menggendong travel-bag nya dan bersiap melangkah untuk ke bus. Dia sudah memastikan bahwa barangnya tidak ada yang tertinggal di tenda maupun hutan. Tetapi, ia merasa ada yang aneh. Travel-bag nya basah!

Radar dengan sigap melepas travel-bag nya dan membuka resleting travel bag nya tersebut. Ternyata, isi travel-bag nya tersebut juga ikut basah. Astaga, siapa orang melakukan ini semua?

Dan sampai suatu ketika, ia memukan sepucuk kertas. Kertas itu sedikit basah karena tersentuh dengan barang-barang yang basah di dalam travel-bag tersebut.

Lo udah ngerasa hidup lo bahagia banget ya?

-Karin

Masa bodoh dengan surat itu, lagipula ia tak ingin ambil pusing. Masalah tas nya, tak apa. Ketika pulang, ia bisa menjemurnya. Dan baju-bajunya bisa ia keringkan. Untung saja ponselnya tidak berada di travel-bag nya.

Radar hanya meremuk kertas tersebut dan membuangnya, agar Davin tidak melihatnya.

Seseorang meraih tangannya, dan ternyata Davin. "Davin? ada apa?"

"Gue mau ngomong."

"Ngomong apa?"

"Gue minta maaf soal tadi siang. Tadi itu gue cuman nggak suka lo terlalu baik sama dia. Soalnya cara dia mandang lo itu beda." kata Davin gugup sambil melihat sekeliling, berjaga-jaga agar tidak terdengar Gibran.

"Maksud lo apa? lo cemburu?" Radar membalas. Menurutnya, apa yang dilakukan Gibran adalah hal yang wajar-wajar saja. Lagipula, tak salah jika ia terlalu baik kepada Gibran?

"Nggak, gue ngerasa agak canggung aja. Gue terlalu posesif banget tadi, padahal kan dia sahabat gue. Nggak seharusnya gue potong pembicaraan lo sama dia gitu aja." ucap Davin.

"Nggak apa-apa kok, Dav." balas Radar sambil tersenyum, sorot mata Radar menatap mata Davin dengan tulus. "Sebenarnya niat dia baik banget mau ajarin gue fotografi."

"Maafin gue ya."

"Iya Dav, yaampun. Kalo minta maaf bisa nggak sih sekali aja?"

"Hehe, iya..iya..."

INCREDIBLE THINGS

INCREDIBLE THINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang