INCREDIBLE THINGS
"JADI TERNYATA BEGINI LO DI BELAKANG GUE!!" teriak Davin tiba-tiba.
"DAVIN, APAAN SIH! UDAH!" Radar membantu Gibran berdiri lalu berusaha menjauhkan jarak Davin dari Gibran. "Gue itu cuman makasih sama dia karena dia udah nganterin gue pulang!"
"Makasih karena nganterin pulang sampe malem-malem kaya gini dan mau nyium lo gitu?" teriak Davin sembari menatap Radar dengan serius. "Niat gue disini mau minta maaf sama lo, gue parkir di depan rumah lo. Gue nungguin lo dan apa yang gue dapet?"
Radar menatap Davin tak percaya. "Gue pulang malem karena gue jenguk Karin di rumah sakit, Dav! Karin abis dioperasi, Gibran udah baik banget Dav udah nganterin gue dari sekolah sampe nunggu gue di rumah sakit. Dan kalo soal nyium-nyium itu gue bener-bener nggak tau."
"Di saat kaya gini lo masih ngebelain dia?" elak Davin. Lalu tertawa sedikit, lalu sorot matanya mengarah kearah Gibran. "INI SEMUA GARA-GARA LO!"
BUGGG!!!
BUGG!!!
Sekali lagi, Davin memukul Gibran tepat di pipi kanan Gibran dan satu pukulan lagi tepat di ulu hatinya. Bedanya, Davin memukul ulu hati Gibran menggunakan kakinya, bukan tangannya.
"DAVIN! LO ITU KAYA ANAK KECIL TAU NGGAK?!" teriak Radar. Matanya mulai berkaca-kaca dan memerah, Radar hampir terisak.
"DI SAAT KAYA GINI LO MASIH ANGGEP GUE ANAK KECIL?" balas Davin dengan raut wajah serius. "COWOK MANA YANG NGGAK CEMBURU LIAT PACARNYA 'HAMPIR' DICIUM ORANG LAIN?!"
"Lo memang anak kecil," ucap Radar mengusap air matanya. "Lo inget, waktu gue liat lo dipeluk Karin? jangan fikir gue nggak inget Dav.. lo kira gimana perasaan gue waktu itu? sakit Dav, gue memang cewek tapi gue nggak emosian kaya lo dan langsung main fisik seenak jidat. Apalagi ada pepatah yang bilang kalo feeling cewek lebih tulus dari pada cowok."
Davin terdiam.
"Disini gue nggak ngebela Gibran ataupun lo, tapi lo memang pantes gue bilang anak kecil. Karena apa? lo cemburuan dan lo nggak mau denger penjelasan orang yang ada di hadapan lo."
Davin mengepalkan tangannya, keduanya bersitatap kaku tanpa kata. Sampai akhirnya, Davin melangkah menuju mobilnya. Menghidupkan mesin mobilnya dan langsung pergi begitu saja.
Radar menarik nafas. "Gib, lo pulang aja sekarang."
"Tapi Dar-"
"Pulang," tegur Radar.
Gibran menarik nafas lalu langsung melangkah menuju mobilnya. Lelaki itu menghidupkan mesin mobilnya lalu pergi.
"Radar..." panggil Ralina dari ambang pintu rumah Radar. "Ada apa?"
Radar menggeleng, wajahnya tampak lesu. "Nggak ada apa-apa, ma. Ada tetangga dateng tadi minta mangga."
"Mangga?" Ralina menatap Radar heran. "Sejak kapan rumah kita ada pohon mangga?"
Radar mendesah pelan. "Tau ah, aku mau ganti baju. Mau tidur, ngantuk tau!"
"Eh..tunggu sayang." ucap Ralina yang membuat langkah Radar terhenti.
"Kenapa, ma?"
"Mama batal nikah sama Om Hendra."
Lima detik kemudian setelah keheningan, Radar bersuara. "A... kenapa, kok bisa?"
INCREDIBLE THINGS
"Yaelah, Ra. Santai aja kali, palingan gue besok atau lusa udah bisa pulang." kata Karin dengan santai.
"Serius," Aira mendengus. "gue masih nggak enak nggak bisa jenguk lo lama-lama."
"Nggak apa-apa, Ra. Sekarang gue tanya, apa yang lebih penting dalam hidup lo. Jenguk gue atau nggak belajar untuk ulangan matematika bab 10 yang hanya ada sekali dalam hidup lo?"
"Tapi lo, 'kan sahabat gue." Aira mendengus. "Gue nggak enak kalo ninggalin lo sendiri di sini."
Karin menyeletuk. "Nggak apa-apa, Ra. Lagipula, udah ada pembantu gue kok disini. Jadi gue nggak sendiri."
"Bokap lo nggak jenguk lo, Rin?"
Karin terdiam.
"Keadaan kelas gimana?" tanya Karin. Karin sedang malas membahas apapun yang berhubungan dengan ayahnya. Disaat ia seperti ini, ayahnya masih sibuk dengan urusan kantornya.
"Um... baik-baik aja, besok gue ajak sekelas ya. Buat jenguk lo." kata Aira.
Karin melirik kearah jam dinding yang berada di kamar rumah sakit. "Pulang gih, Ra. Udah jam 8, yakali jam segini lo belum pulang."
"Yaudah, gue pulang dulu ya Rin. Bye." pamit Aira sambil beranjak dari kursi yang berada di sebelah ranjang Karin.
"Bye, Ra."
Aira melangkah menuju ambang pintu rumah sakit, membukanmnya lalu menutupnya lagi. Aira mendengus melihat sosok yan dibencinya ini menunggu di ruang tunggu rumah sakit.
Radit
"Gimana? Karin udah sehat?" tanya Radit.
Aira mengangguk. "Iya, lah. Dia kayanya semangat banget pengen masuk sekolah lagi."
Radit menarik nafas. "Yaudah kalo gitu, gur masuk ya."
"Eits... tunggu." ucap Aira yang menghentikan langkah Radit. "Kalo lo nyakitin sahabat gue 'lagi', gue ancurin muka lo, Dit. Gue nggak main-main." ancam Aira.
Radit meneguk air ludahnya kasar, lalu menarik sedikit rambut Aira. "Iya nenek lampir, elah." cibir Radit.
Radit melangkah menuju kamar rumah sakit Karin, lelaki itu membawa plastik berisi roti kesukaan Karin. Yaitu roti isi cokelat pisang.
"Nih, gue bawa roti kesukaan lo. Rasa cokelat pisang." sambut Radit dengan hangat.
"Lo lagi, lo lagi..." Karin memutar kedua bola matanya malas.
INCREDIBLE THINGS
KAMU SEDANG MEMBACA
INCREDIBLE THINGS
Teen Fiction[Revisi setelah tamat] "Semua berubah semenjak aku bersamanya." -Radara Andaragita- "Aku cinta kamu, hanya tiga kata itu yang selalu ada dipikiranku untuk kamu. Aku akan mengutuk diriku sendiri jika aku menyakiti kamu." -Davin Anugerah- "Seandainya...