Chapter 11

402 10 0
                                    

Langit terlihat mendung, Kevin dan Mila masih terduduk terpaku dihadapan Ayah Mila yang sesekali menghela nafas panjang.
"Alasan ibumu meninggalkan Ayah adalah karena ketidakmampuan Ayah untuk membahagiakan kalian dengan harta. Ayah teramat miskin bagi ibumu, dan itu hak ibumu untuk mencari kebahagiaan untuk hidupnya sendiri." Nasrudin mengepal tangannya yang begitu kering, garis-garis urat tangannya terlihat tidak sekekar dahulu.
"Tetapi sampai sekarang, ibu tidak menikah kembali. Ibu sibuk mengejar harta untuk kebahagiaan kami. Tahukah Ayah, anakmu ini telah menyelesaikan studi di Amerika berkat jasanya. Coba Ayah bayangkan, betapa berat perjuangan Ibu selama ini tanpamu! Coba bayangkan bagaimana perasaan Ibu yang sebenarnya. Apakah Ayah tahu?" Mila sedikit terbawa emosi intonasinya penuh dengan amarah namun dia mencoba meredam semua itu seketika.
Melihat kondisi Ayah saat ini, berat bagi Mila untuk tidak terbawa emosi. Nasrudin hanya terdiam, bingung dan matanya menatap kosong keluar ruangan.

Flashback Nasrudin.

"Ayah, hari ini mau pergi kemana?" Tanya Mila kecil pada Nasrudin.
"Hari ini bagaimana jika kita memancing di sungai? Apakah kamu setuju?" Nasrudin menyiapkan jala untuk pergi ke sungai.
"Ayah, Mila belum menjawab. Mengapa Ayah sudah bersiap-siap?" Tanya Mila keheranan.
"Karena putri kecil Ayah ini akan selalu Ayah bawa kemanapun Ayah pergi. Ayo pakai sandalmu... Mari kita memancing!!." Ajak Ayah dengan penuh semangat. Ayah menyiapkan sendal Mila dan memakaikan pada kedua kaki putrinya, dengan riang gembira, Mila menggenggam tangan Ayah.
"Ayah, apakah ikan disana besar sekali?"

Present.

"Sayangilah ibumu dengan baik Mila. Jagalah dia..." Ucap Nasrudin seolah tiada dendam maupun kebencian yang tersirat dihatinya.
"Hanya karena harta...hanya karena Ayah miskin. Ibu tega memisahkan kita, dan mengapa Ayah menyuruhku untuk menyayangi Ibu? 18 tahun mila berpisah dengan Ayah tanpa pernah dia mengatakan sepatah kata pun untuk menjelaskan semuanya. Kemudian Ayah hanya berkata seperti itu?." Mila meneteskan air mata seolah tiada keadilan bagi dirinya selama ini.
"Jangan membencinya Mila, suatu hari kamu akan mengetahui alasan ibumu yang sesungguhnya. Bersabarlah, Ayah tidak akan bisa mengatakan hal apapun lagi. Biarkan waktu yang menjawab semua kebingunganmu..." Ayah memegang tangan Mila, tangan kecil putrinya yang selalu dalam genggaman.
"Dimanapun dirimu, adikmu dan meski Ayah sudah tidak ada di dunia ini. Ayah akan selalu menyayangimu, maafkan kekurangan Ayah yang tidak bisa membahagiakan kalian..." Ayah menghapus genangan air matanya, hanya pasrah dan ketidakberdayaan yang dia perlihatkan.
"Jika Mila bersama Ayah, Mila akan sengsara. Keputusan ibumu sangat tepat, dan biarlah Ayah menjadi seperti ini. Lemah dan tiada berdaya untuk kalian, Ayah bukanlah Ayah yang terbaik untukmu. Ayah penuh dengan kekurangan...Maafkan Ayah Mila..." Suara Ayah begitu lirih, serak parau mengiringi tangisannya. Seorang Ayah akan melakukan apapun untuk anaknya namun Sri adalah wanita yang tidak dapat diganggu apabila dia sudah mengambil sebuah keputusan. Tiada orang yang mampu menahan kepergiannya. Harga diri adalah harga mati untuknya. Demikian yang membuat Nasrudin sadar, bukanlah dia menjadi kebahagiaan bagi seorang Sri. Maklum saat menikah Sri masih berumur belia, banyak ambisi dan keinginan yang terpendam selama pernikahannya yang tak terealisasikan. Betapa rapuh pria tua dihadapannya ini, terendahkan dengan konsekuensi yang diperbuat oleh Ibu. Kebencian menyeruak dihati Mila, mengapa Ibu tega melakukan hal ini karena Ayah bukanlah siapa-siapa.
Haruskah Aku membencimu Ibu? Menyalahkan semuanya padamu? Mengapa? Mengapa?
"Mila tidak bisa berlama-lama disini Ayah, Ibu akan khawatir. Tetapi mengapa aku harus menurutinya sedangkan Ibu tega memisahkan anaknya sendiri dengan Ayahnya? Ibu seperti apa dia..." Mila tidak percaya dengan kenyataan ini. Ibu Sri, seorang Ibu yang hebat bagi Mila dan adiknya. Tegar dan penuh dengan rasa kasih sayang terhadap anak telah melakukan hal yang membuat Mila sangat marah. Mila ingin marah padanya, dia ingin bertanya alasan dibalik Ibu melakukan hal itu padanya dan adiknya. Tiba-tiba Nasrudin mengelus rambut Mila.
"Maafkan dia Mila. Ibumu yang telah melahirkanmu. Tidak satupun Ibu di dunia ini yang ingin menyakiti anaknya sendiri..." ucapnya pada Mila yang tertekan dengan semua kebingungan yang ada.
"Dia menyakiti Mila, 18 tahun Mila dalam tekanan. 18 tahun tidak mengetahui keberadaan Ayah. Jika memang kalian berpisah, mengapa dia tidak memberikan alamat Ayah padaku? Mengapa dia malah melenyapkan semua kebahagiaan Mila? Apakah itu sifat seorang ibu yang telah melahirkan anaknya? Apa benar hanya karena harta membuat Ibu begitu tega? Apakah benar karena kemiskinan membuat Mila kehilangan Ayah selama 18 tahun! 18 tahun!! Coba Ayah bayangkan kesendirian Mila saat itu? Mila sangat rapuh...." Mila menangis, Kevin mencoba menenangkan Mila.
"Ingin pergi rasanya...Mila ingin pergi meninggalkan kenyataan ini. Semua teman Mila memiliki Ayah yang selalu berdiri saat anaknya menerima penghargaan dari gurunya. Meski tidak ada dirimu, aku persembahkan semua itu untukmu, Ayah. Aku berharap meskipun kita tidak bertemu tetapi hatimu dapat merasakannya. Saat semua anak tersenyum melihat Ayah mereka datang menjemput, dan hanya supir taxi yang menjemputku betapa pilu diriku ini, Ayah. Meski ada beberapa teman Mila yang juga mengalami perceraian orangtuanya tetapi mereka mempunyai kesempatan untuk bertemu meski satu minggu, meski satu bulan sekali mereka selalu bisa bertemu. Kenapa aku tidak???" Mila terlalu emosi, dia sangat ingin mengetahui hal fatal apa yang membuat Ibu tidak ingin dia bertemu dengan Ayah.
"Semua karena Ibumu tidak ingin kamu mengingat siapa Ayahmu Mila, waktunya kamu untuk dewasa dan menerima kenyataan bahwa Ayah bukanlah siapa-siapa untukmu bahkan untuk adikmu." Nasrudin berkata dengan tenang meski dia begitu sedih melihat keadaan Mila saat ini.
"Ayah sangat egois, ayah seorang laki-laki dan sebagai seorang ayah melihat anaknya adalah sebuah hak yang tidak dapat diganggu gugat oleh Ibu sekalipun. Jangan katakan ayah tidak berdaya, ayah mampu! Tetapi ayah tidak mau berusaha dan terus lari dari kenyataan."
Mendengar perkataan Mila, ayah tertegun. Nasrudin tidak berkata apapun, dia menerima dengan baik semua perkataan Mila. Nasrudin menyadari sudah menjadi bagian dari hidupnya mengalami kepahitan ini.
"Semoga engkau bahagia anakku, apapun yang Mila katakan pada ayah semua itu benar. Ayah membuat Mila kecewa, sekali lagi maafkanlah ayahmu ini...maafkanlah ayah...." Ayah menangis.

Hanya ucapan itu yang terus terngiang ditelinga Mila saat dalam perjalanan pulang menuju Jakarta.

Maafkan...

Apakah semudah itu memaafkan? Siapakah yang seharusnya Aku benci selama ini? Sekali lagi, Aku tak mampu membenci Ayah maupun Ibu. Mereka berdua adalah orang yang berharga di dunia ini. Bagaimana mungkin Aku menimpakan semua kekecewaan ini hanya kepada seorang Ibu. Sungguh berat perjuangan Ibu selama ini, membesarkan kedua anak dengan tangannya sendiri. Kemudian, Ayah. Mengapa Ayah seperti bukan Ayah yang dulu dia kenal. Apakah waktu telah merubah Ayah selama ini. Aku tidak faham, Aku kesal, sedih dan ingin berteriak lantang mengeluarkan kekesalan hati yang menyesakkan dada.
Kevin menghentikan mobil menuju sebuah restoran, dia melihat Mila yang tengah berperang batin.
"Ayo kita makan dulu, Mil. Hentikan semuanya, kamu harus memakan sesuap nasi. Jika tidak, kamu akan jatuh sakit." Suruh Kevin agar Mila segera turun dari mobil.
"Aku tidak mau pulang, Vin." Mila menangis.
Kevin terdiam, ingin rasanya dia ambil semua beban Mila saat ini. Kevin keluar mobil, kemudian dia menendang keras mobil mewahnya hingga terdengar keras dan membuat mobil sekitar menyala.
Mila kaget setengah mati, Kevin terlihat begitu marah dan kembali masuk ke dalam mobil dan berdiam seribu bahasa.
"Kenapa? Apakah kamu marah karena Aku tidak turun dari mobil?" Tanya Mila kebingungan, rasa kagetnya belum hilang.
"Karena Aku tidak bisa melakukan apapun untukmu! Aku memang bodoh!" Kevin benar-benar kesal pada dirinya sendiri.
"It's fine, Vin. Kamu sudah berusaha dan melakukan apapun untukku. Ini bukan salahmu. Aku, Aku hanya sedih." Kata apa yang harus Mila ucapkan pada Kevin yang sangat berjasa untuknya.
"Aku tidak ingin melihatmu menangis, saat kamu menangis hatiku sesak. Seolah Aku tidak dapat bernafas, Aku berusaha agar tidak memperlihatkan semua ini padamu. But, I was Failed. Aku gagal, aku ingin membahagiakanmu dengan mempertemukanmu dengan Ayahmu tetapi apa yang terjadi. Semua ini adalah kesalahanku!" Kevin menyalahkan dirinya sendiri.
"No, anything will be allright. Apa yang kamu lakukan benar. Ok, im so sorry. Maaf jika aku membuatmu merasa seperti itu." Mila memegang tangan Kevin.
Kevin melihat Mila, seharusnya dia tidak berbuat hal yang membuat Mila semakin sedih.
"Ok, I Love You." Kevin berkata itu dengan jelas.
Mila terdiam sejenak, "What?" Apakah pendengarannya salah.
"Aku cinta padamu! Aku cinta padamu, Mila!" Kevin memastikan pendengaran Mila.
Kevin melihat handphonenya yang menyala, meninggalkan Mila yang terpaku.
Apakah benar seorang Kevin mencintai Mila?
Kevin pergi ke CFC terdekat, dia membeli makanan dan kembali ke mobil.
"Makanlah, maaf tadi Ibuku menelepon." Kevin melihat Mila yang masih terdiam.
"Ada apa, Mil? Apa kamu tidak mau ini? Aku akan gantikan." Sesaat Kevin hendak mengambil kembali makanan itu.
"Mengapa kamu mencintaiku, Vin? Bukankah diluar sana masih banyak wanita yang lebih baik bagimu?" Tanya Mila sambil menatap jari-jarinya yang terus menggenggam tisu.
"Siapa? Wanita mana?" Kevin tidak mau terlalu terbawa suasana yang mulai semakin melowdrama.
"Kamu tidak serius? Aku bingung, mengapa kamu mencintaiku? Apa yang kamu inginkan dariku?" Mila berkata-kata entah kemana maksudnya.
Kevin mengetahui jika Mila terlihat canggung, wanita dihadapannya ini tidak pandai bersandiwara.
"Apakah kamu mencintaiku, Mil?" Tanya Kevin serius.
"Apa maksudmu, kita ini adalah sahabat bukan? Kenapa harus secepat ini." Mila semakin salah tingkah.
"Ini sudah sekian lama, Mil. Apalagi yang harus Aku tunggu? Aku tahu jika tidak mungkin kamu mencintaiku." Kevin tersenyum sinis, dirinya merasa kecewa dengan tanggapan Mila dengan membawa persahabatan.
Mila bingung harus berkata apa, ada sedikit rasa bahagia yang tidak dia mengerti. Apakah dia juga mencintai Kevin?
"Bolehkah aku mencintaimu? Meskipun kamu berkata tidak, sebelum janur kuning melengkung, sebelum kamu menjadi milik siapapun. Aku akan terus mencintaimu, bahkan sampai nafasku berhenti." Kevin memastikan hal itu pada Mila. Sudah cukup baginya untuk terus berpura-pura selama ini. Hari ini, dia akan ucapkan apapun yang selama ini dia pendam. Sudah sekian lama, bahkan kepergian Mila ke Amerika cukup membuatnya semakin menderita memendam perasaannya sendirian. Berapa wanita yang dia acuhkan untuk wanita di sampingnya ini? Ya, memang hanya Mila yang selalu membuatnya semakin jatuh cinta. Dia terperosok terlalu dalam, dan dia tidak mau membayangkan bagaimana jika Mila menolaknya. Karena hal itu tidak akan terjadi, Kevin yakin jika sebenarnya Mila mempunyai perasaan yang sama untuknya hanya biarlah Mila tenggelam dalam kebingungannya. Suatu hari nanti, wanita disampingnya ini akan mengucapkan kata cinta padanya. Kevin sangat percaya diri.

Broken (Under Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang