Rumah Sakit, 10.00 AM
Ayah dan Ibu bergegas kencang seolah-olah sedang tengah berlomba lari maraton.
Guratan rasa cemas terlihat di wajah mereka.
Anak mereka satu-satunya tertimpa musibah besar. Semarah apapun mereka tapi ketika mendapati kabar Kevin celaka, hati mereka hancur dan air mata sudah berjatuhan tiada terbendung.
Khususnya sang Ibu, marah dan rasa menyesal bersatu pada.
Saat mereka mengetahui letak ruangan Kevin dirawat, tidak pikir panjang mereka masuk begitu saja. Tidak disangka, melihat tubuh putranya merebah tanpa sadarkan diri membuat batin mereka menjerit. Di tambah melihat Mila yang tengah menunggu tepat di samping ranjang Kevin.
Mila yang kaget langsung berdiri dan memberi hormat, Ibu dengan emosi menghampiri Mila dan menampar Mila hingga terjatuh karena saking kerasnya.
"Plakk!" Suara gamparan tangan Ibu Kevin terasa sakit hingga ulu hatinya.
Ayah langsung menghadap Ibu yang sekali lagi seperti ingin menyiksa Mila dengan kedua cengkraman tangannya.
"Istighfar bu, hentikan bu..." Ayah berusaha merangkul tubuh Ibu yang seperti kerasukan setan 7 sumur.
Matanya merah membara melototi Mila yang tersungkur seraya memegang pipinya yang sakit.
"Kau! Gara-garamu anakku seperti ini! Sudah berapa kali berhentilah mengejar anakku! Sekarang lihat dia... lihat... dia terbaring karena ulahmu! Dia berlaku durhaka karena ulahmu!!" Ibu berteriak histeris. Emosinya sudah lama terpendam hingga memuncak ke ubun-ubun. Bagaikan gunung merapi yang meledak begitu saja.
Mila terdiam, kata-kata Ibu Kevin nyaris meruntuhkan keyakinanya tetapi Mila melihat ke arah Kevin.
Pria itu berjuang untuknya selama ini, terlalu banyak pembuktian yang di berikan Kevin untuk dirinya.
Mila berdiri dan menatap Ibu Kevin dengan tajam.
Mila merasa harus melakukan ini.
"Sampai dunia ini kiamat, aku tidak akan meninggalkan Kevin. Apapun yang anda tuduhkan padaku, hari ini. Detik ini. Aku sudah tidak peduli. Aku akan pergi kemanapun Kevin pergi."
Mila menghampiri Kevin dan duduk di sampingnya.
Ibu Kevin tidak menyangka Mila akan berkata seperti itu.
"Lancang kau anak haram! Statusmu akan menghancurkan Kevin selamanya! Pergi dari sini! Pergi!" Ibu Kevin menyeret tubuh Mila untuk keluar tetapi Mila tiada bergeming.
Ayah berusaha membawa Ibu keluar ruangan, kegaduhan yang ditimbulkan membuat ayah malu pada dirinya sendiri. Dia tidak bisa mendidik istri dan anaknya dengan baik.
"Lepaskan tanganku! Lepasss!!" Ibu Kevin meronta ingin lepas dari cengkraman Ayah.
"Wanita jalang itu harus merasakan akibatnya karena berani mencintai anak kita!" Ibu berusaha mempengaruhi Ayah tetapi malah Ayah menampar Ibu agar sadar diri.
Ibu Kevin terdiam, dia tidak menyangka sekali. Bahkan Mila kaget menutup mulut dengan kedua telapak tangannya.
"Just shut your damn mouth!! Anakku tengan kritis disana dan kau! Ya, kau ibunya malah berbuat gaduh! Apakah hatimu terbuat dari batu! Sekarang turuti kata-kataku atau mulai sekarang kau pergi dari rumahku!" Dengan tegas Ayah berkata seperti itu.
Seolah dalam keadaan skak match Ibu menuruti kata-kata suaminya dan duduk di kursi depan ruang VVIP. Dia menangis karena tidak menyangka suaminya akan semarah itu.
Mila menangis di dalam ruangan tepat di samping Kevin. Dia berjanji akan bertahan meski Ibu kevin menyakitinya secara fisik. Dia akan bertahan untuk Kevin. Dia akan terus berada di samping Kevin.
Tiba-tiba tangan Kevin bergerak, jari jemarinya menyentuh rambut Mila yang terurai di atas tangannya.
"Vin?" Mila melihat Kevin yang mulai menggerakkan matanya sedikit demi sedikit.
Mila segera memencet tombol untuk memanggil suster dan dokter.
Seketika dokter di ikuti suster segera menuju ruangan VVIP dimana Kevin terbaring.
Melihat itu, Ibu dan Ayah Kevin segera mengikuti dokter tepat di belakangnya.
Kini Mila dan semua hanya fokus pada keadaan Kevin. Mila sudah tidak peduli, yang dia inginkan adalah Kevin cepat tersadar dari masa kritisnya. Dia berdo'a agar dia bisa kembali melihat Kevin seperti sediakala.
Kevin membuka matanya secara perlahan, dokter memeriksa kedua mata kevin.
"Pasien sudah melewati masa kritis..." sahut dokter
Semua mendengar kata dokter merasa sangat bahagia.
Kevin sudah sadar dan melihat sekeliling. Dia melihat Mila yang menangis bahagia. Tangan Kevin ingin menggapai Mila, namun dia belum bisa mengangkat tangannya dengan benar.
Melihat tangan kevin menunjuk Mila, Mila segera menghampiri Kevin.
Air mata sudah tidak sanggup Mila bendung dari tadi, semakin deras air mata yang menghujani kedua pipinya.
Ibu dan Ayah Kevin memperhatikan dalam diam. Mereka tidak mengerti kenapa Kevin lebih memilih Mila dibandingkan mereka.
Mila memeluk Kevin seraya menangis, dia tidak ingin kehilangan Kevin lagi. Cukup siksaan batinnya selama ini. Terpisahkan dari orang yang dia cintai sangatlah menyakitkan.
"Aku...tidak apa...apa" Kevin berkata dengan suara yang masih serak parau.
Mila segera menghindar dan menunjukkan Kevin kedua orangtuanya.
Kevin melihat ibu dan ayah seraya tersenyum. Dia hanya ingin menyaksikan Mila dan kedua orangtuanya bersama seperti ini. Apakah mimpi dan do'a selami ini telah Tuhan kabulkan?
Ibu tidak kuasa menahan haru, dia segera mendekati Kevin dan memeluknya. Mencium kedua pipinya. Mencium putra semata wayangnya, anak yang selalu menjadi kebanggaannya.
"Siapa yang melakukan ini padamu, nak? Siapa?" Ibu menangisi nasib putranya.
"Kevin...tidak...tahu..." Kevin menjawab.
Dokter meminta semua untuk keluar ruangan karena akan melakukan serangkaian test. Suster mempersilahkan semuanya untuk keluar dan menutup ruangan rapat rapat.
Mila bernafas dengan lega, kemudian melihat ke arah koridor, nyatanya Ayah Gery dan Andre baru datang.
Sebelum Gery menyapa putrinya, dia melihat Ayah Kevin....
"Pak Gery?" Tanya Ayah Kevin.
"Ya... Bapak? Bukankah Bapak...."
TO BE CONTINUED....
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken (Under Editing)
Novela JuvenilMila seorang wanita tangguh dengan keluarga bergelimang harta harus menerima kenyataan telah kehilangan ayahnya selama dia berusia 7 tahun. Perceraian kedua orangtuanya menyisakan tanda tanya di hidupnya karena dia tidak mengerti apa yang terjadi di...