Chapter 17

186 4 0
                                        

Di Rumah mewah Kevin...

Pagi hari yang cerah, Kevin dengan semangat sudah bersiap untuk pergi. Bi Minah sampai keheranan karena pangeran tampan ini tidak pernah sudah rapi dan wangi sepagi ini.
"Den, sarapan dahulu.." Bi Minah menyiapkan piring.
"Tidak usah, Bi. Kevin makan diluar ada janji dengan teman-teman." Kevin tersenyum kemudian melangkahkan kakinya menuju mobil yang sudah di siapkan oleh supir.
Bi Minah selalu heran, orang kaya tidak pernah sempat makan dirumah. Uang faktor segalanya, tetapi ada baiknya juga dia menjadi pembantu orang kaya. Selain gaji tentunya, makanan disini selalu tidak habis. Bi Minah paling senang dengan makanan, sudah menjadi kegiatan rutin baginya menghabiskan stok makanan sebelum kadaluwarsa juga buah-buahan sebelum layu di kulkas. Indahnya menjadi pembantu orangkaya, apalagi pangeran tampan itu tidak pernah rewel ataupun merendahkan bawahannya. Pokoknya, dia sangat senang terbukti dengan berat badan Bi Minah yang semakin naik. Apalah daya, baginya mubazir setiap makanan dibuang. Di kampung jarang sekali dia menemukan makanan enak terus, kebanyakan asin, sambel dan lalap. Alangkah bahagianya Bi Minah...

Kevin melihat jam tangannya, edisi rolex terbaru bisa dia dapatkan dengan mudah. Pukul menunjukkan 08.15 menit, dia sudah meluncur menuju kedainya dikawasan sebuah Mall, Jakarta Selatan.

Sedangkan Mila sudah bersiap untuk berbicara pada Ibunya sebelum bertemu dengan kevin juga yang lainnya.

Ibu Sri ternyata sudah menunggu Mila di lantai bawah, dia melihat Mila yang sudah bersiap untuk menemui Kevin pastinya.

"Ibu hanya ingin mengetahui keputusanmu? Apa kamu mau menikah tanpa dihadiri Ayahmu?" Ibu Sri tetap pada kekukuhannya.

Mila tidak berkata apa-apa, dia menjawab Ibu Sri dengan diam seribu bahasa.

Ibu Sri mengetahui jika Mila tidak setuju dengan keputusannya. Tetapi dia yakin Mila akan tetap melanjutkan pernikahannya dengan Kevin atas dasar cinta.

"Jika itu yang ibu harapkan, Mila hanya ingin berkata semoga Ibu bahagia dengan segala keputusan Ibu..." Mila tersenyum.

Dia mencium tangan Ibu Sri dengan tulus, dalam hati Mila sangat menyayangi Ibunya ini. Dia ingin membalas semua perjuangan yang telah beliau korbankan.

Mila kemudian melihat nenek yang sudah membaik. Mila mencium kening nenek, seolah itu adalah ciuman terakhir Mila pada nenek.

Suasana rumah mulai tenang dan kondusif. Hanya Andre yang tidak terlihat, mungkin Andre masih tidur.

Mila berjalan menuju mobil yang telah terparkir.

Ibu Sri melihat Mila yang tidak kembali menoleh ke arahnya. Mila seolah hilang kontak dengannya. Ibu Sri merasa terluka dengan keputusannya. Namun, itu demi kebaikan Mila. Dia melakukan itu agar tidak ada lagi yang terluka.

Mila pergi tepat pukul 09.00 pagi, macet sudah menjadi kebiasaan rutin. Jakarta kota yang tidak pernah berhasil, setiap berganti pemimpin tidak ada satupun yang mampu mengatasi macet dan banjir.

Mila mengesampingkan pemikiran politiknya. Dia sudah pusing memikirkan hidupnya. Mila melihat jadwal penerbangan menuju Paris. Dia sudah memboking tiket pesawat dan telah mendapatkan pekerjaan disana bersama seorang teman sewaktu dia mengenyam pendidikan di Amerika.

Tepat jam 10.00, Mila menarik nafas dalam-dalam. Kini dia sudah sampai di depan resto Kevin. Mobil Kevin sudah terparkir begitupula teman lainnya. Mila memberanikan diri melangkah masuk, terlihat wajah-wajah yang penuh dengan kebahagiaan. Namun, dia pula yang akan membuat kebahagiaan itu hilang seketika.

"Mil! Sini, untung tepat jam 10.00 kamu datang." Aneu menghampiri Mila dengan bahagia.

Rani dan Rudi melihat ke arah Mila seraya tersenyum.

Broken (Under Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang