Kediaman Kevin di malam hari...
Dia mendapat telpon dari orangtuanya, besok sore mereka sudah sampai di Indonesia.
Rudi memarkirkan mobil di depan rumah Kevin yang megah, di sambut Bi Minah yang segera membuka pintu dan menunjukkan dimana Kevin berada. Kevin berada diruang tempatnya bekerja, menghitung pundi-pundi penghasilan dari resto padang yang semakin hari semakin laris saja.
"Malam, bos. Restoran di Bandung meminta dekorasi tempat. Aku sengaja menyempatkan diri kesini untuk memberitahu......" Rudi mengambil nafas perlahan.
"Jika aku, jadian dengan calon none betawi... calon primadona seantero Jakarta...Miss Betawi..." Sambung Rudi berharap temannya ini memberikan tepukan yang sangat gemuruh."------------------"
"------------------"
But, tidak terjadi apapun. Rudi memberikan wajah datar kemudian duduk dengan wajah yang menunjukan mode garing.
Kevin tersenyum geli saja, karena tidak lama pun hubungan itu akan kembali kandas.
"Napa lu senyum begituan? Gue yakin lu membayangkan gue yang nggak bener, bukan?" Rudi membaca pikiran Kevin. Ekspresi membuktikan bahwa wajah dan hati itu selalu selaras.
"Sudahlah, bahas yang penting saja. Besok gua traktir kalian semua. Sekitar jam 10 pagi sampai jam 1 siang. Karena sore orangtua gua pulang, gua harus jemput mereka di Bandara." Kevin menyandarkan tubuhnya di sofa yang nyaman.
"Eh, Vin. Pertama inget dekorasi resto di Bandung. Kedua, lu yakin menikahi Mila?" Rudi memastikan saja.
"Oke. Gua serius, Rud. Gua kaga ada waktu buat main-main. Gua mau tanya, ini rahasia. Lu pikir Mila cinta nggak sama gua?" Tanya Kevin dengan serius.
"Sebagai sahabat yang jujur, dan anti korupsi. Mila kaga cinta tuh sama lu, Vin. Dari dulu Mila menutup hati ke semua cowok. Gua pernah di datangi beberapa teman gua yang lain, mereka meminta no hp Mila namun tidak pernah mendapat sambutan. Tipe cewek seperti Mila itu High Class, bro. Gua aja kagak berani soalnya dari otak saja gua nyadar diri, cuma lu kali ya yang pantas dengan Mila soalnya lu kan anak konglomerat." Rudi duduk selonjoran, dia melihat Kevin yang termenung.
"Tapi Mila setuju menikah dengan gua, Rud. Gua tidak mau berpikir macam-macam dan membuat rencana gua gagal." Kevin melihat beberapa Wedding Organizer yang berlomba-lomba untuk menjadi WO pernikahannya. Dia berniat untuk mengajak Mila melihat WO mana yang sesuai dengan keinginan Mila.
"Orangtua lu semua setuju?" Rudi kembali selonjoran sambil melihat buku catatan bisnis Kevin yang fantastis.
"Gua yakin mereka setuju, karena jika tidak gua tetap menikahi Mila." Jawab Kevin tanpa beban apapun.
"Lu bisa dikeluarkan dari ahli waris sama bokap lu! Gile, berani betul. Lu siap hidup seadanya?"
"Gua punya bisnis, tabungan dan ijazah pendidikan, Rud. Gua kaga khawatir, selama Mila menjadi pendamping gua. Bodo amat yang lainnya. Gua memang dikatakan bodoh atau dungu sama wanita lain. Tapi gua udah mencoba untuk move on dari Mila yang tidak pasti. Gua stress, Rud. Mila ada di otak gua, dimana pun gua inget terus sama dia." Ucap Kevin.
"Lu kena pelet tingkat angkasa, Vin. Memang Mila segitunya ya di hati lu. Tetapi emang bener sih. Dia cantik, pintar dan satu lagi yang dia punya. Dia wanita baik-baik, dia tidak sembarangan bergaul. Cewek Jakarta menurut gua kebanyakan gaya, tidak ada yang apa adanya menerima gua....gua sedih....sedih banget...." Rudi mendesah sedih.
"Siapa yang mau sama gua, coba lu bayangkan tiap kali gua dapat gebetan kemudian gua kenalkan lu pada mereka. Lu tau hal ini yang membuat kehidupan percintaan gua tidak berjalan mulus. Lu penyebabnya...mereka kepincut sama lu. Mereka banding-bandingkan gua sama lu! Sakittttt hatiii guaaa....sakitttt...." Rudi mengelus dada beberapa kali.
Kevin tersenyum geli.
"Tenang, gua bentar lagi pensiun menjadi penyebab kekandasan cinta lu, Rud." Kevin melihat Bi Minah yang masuk membawakan minuman dan cemilan.
"Den, jangan tidur terlalu malam. Inget pesen dari orangtua ya...." Bi Minah dengan lembut mencoba mengingatkan Kevin.
"Terima kasih, Bi" Sambut tangan Rudi yang sudah menerkam minuman dan beberapa cemilan di tangannya.
Kevin mengangguk, kemudian Bi Minah bergegas keluar ruangan.
"Menurut gua, Vin. Mila seperti trauma perpisahan orangtuanya. Gua kagak pernah tuh liat wajah bokap Mila seumur gua menjadi sahabat lo pada." Rudi melihat Kevin dengan seksama.
Kevin tidak berkata apa-apa.
"Jika lu mengulang traumanya, Vin. Maaf-maaf aja nih contohnya lu nggak setia. Abis lu!" Rudi langsung melahap makanan yang ada di tangannya.
"Oh ya! Apa perlu gua temuin ayah Mila lagi? Gua lupa, Rud. Gua belum meminta izin Ayahnya dan Gua ingin beliau ada sebagai wali nikah Mila. Cuma... gua bingung... bagaimana dengan Ibu Sri?" Kevin merasa buntu.
"Memang kenapa, itu kewajibam bokapnya keles. Mana mungkin ibunya melarang bokapnya untuk jadi wali nikah. Ade-ade aje." Rudi cengenges tidak mengerti.
"Kamu tahu, mereka itu mempunyai konflik yang tidak diketahui oleh siapapun. Mila, anaknya sendiri menjadi korban. Gua nggak mau melihat dia kecewa ataupun sedih. Tapi bagaimana pun gua harus mendatangkan bokap Mila untuk merestui pernikahan kami. Shittt!!! Gua nggak kepikiran kesana." Kevin memukul sofa.
Rudi mengerutkan dahi, "Seserius itukah bro?"
Kevin menyadari jika hal itu akan memakan waktu yang banyak.
"Ayah mila berada di Cirebon, kami bertemu dengannya pun dengan segudang misteri. Gua rasa, ada masalah yang belum bisa di atasi oleh orangtua Mila meskipun mereka sudah berpisah." Kevin tidak tahu apa masalah yang terjadi 18 tahun silam.
"Ya lu coba tanya ke bokapnya Mila, apa yang sebenarnya terjadi. Ibunya juga coba lu tanyakan kenapa mereka enggan bertemu. Gua yakin Ibu Sri itu orangnya baik hati cuma mungkin bokap si Mila itu keterlaluan menyakitinya hingga Ibu Sri menyimpan dendam yang dalam sama bokapnya." Rudi mencoba menebak situasi.
"Rud, asal lu tahu bokapnya Mila itu lembut baik hati dan berwibawa. Dari awal bertemu dengan bokapnya. Jauh dari kata pria yang menyakiti istrinya." Bantah Kevin.
"Kebayang calon bini lu, Vin. Dia menyimpan trauma tingkat tinggi. Gua takut Mila jadi psychopat..." Rudi menganggap seolah ini semua drama action di film headshot.
"Rud, pendapat lu jauh sekali. Jangan sampai gua naik pitam. Mila wanita yang kuat dan tegar, dia lalui semuanya dengan sabar. Dia memendam hal buruk yang terjadi di masa kecilnya dengan rapih. Nggak mungkin Mila berubah menjadi sosok yang seperti lu katakan." Kevin merasa sedih.
"Sorry, Vin. Gua salah, gua bukan ahli psikologis." Rudi tidak enak hati.
Kevin tidak berkata apapun, dia berdo'a dalam hati wanita yang selama ini menginspirasi dirinya tidak berubah menjadi sosok yang mengerikan seperti yang Rudi katakan barusan. Kevin percaya Mila wanita yang kuat, dan secara logika masalah Mila bukan masalah seperti tragedi pahlawan revolusi yang menyematkan luka yang dalam bagi keluarga yang ditinggalkan.
Sejauh apapun ini masalah yang sepele. Masalah yang harusnya tidak menyebabkan dampak yang besar dalam kehidupan Mila. Dia sudah lalui kesukaran tinggal sendiri di Amerika sana. Mana mungkin? Dia berpendidikan yang tinggi. Mana mungkin? Mungkin saja?
"Kepala gua mau pecah!!" Kevin teriak.
Rudi yang sedang melamunkan pacar barunya sontak kaget.
"Woles, Vin. Besok kita ketemu dengan Mila dan selesaikan masalah bagaimana dengan Bokapnya itu. Lu pemikir juga ya, pemikir kalau masalah Mila. Masalah dekor resto lu cancel terus. Auuu ah gelap...!" Rudi siap-siap untuk pulang.
"Oke, besok jangan ada alasan tidak datang!" Ucap Kevin tegas.
"Siap!! Masalah gratisan gua no. 1, kagak usah khawatir!" Rudi menepuk bahu Kevin lantas keluar ruangan. Bi Minah mempersilahkan Rudi di pintu keluar, para satpan bersiap membuka gerbang.
"Bi, gua titip Kevin. Takutnya dia mimpi buruk semalaman." Rudi tersenyum pada Bi Minah.
Bi Minah belum sempat menjawab, Rudi sudah masuk mobil dan tidak lama mobil melaju menuju gerbang halaman. Bi Minah sempat bingung, namun pikirannya sudah tertuju ke sayuran yang harus dibeli besok dan makanan saji yang harus di hidangkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/73893075-288-k273444.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken (Under Editing)
Novela JuvenilMila seorang wanita tangguh dengan keluarga bergelimang harta harus menerima kenyataan telah kehilangan ayahnya selama dia berusia 7 tahun. Perceraian kedua orangtuanya menyisakan tanda tanya di hidupnya karena dia tidak mengerti apa yang terjadi di...