Ibu Sri sudah lama menunggu Mila untuk sarapan pagi bersama, aneh memang tidak biasanya putri satunya ini berlaku seperti itu.
"Coba kamu cek kakakmu, apakah dia baik-baik saja. Takutnya kakakmu sakit." Suruh Ibu kepada Andre yang sudah melahap makanannya dengan penuh semangat.
Andre hanya manggut lalu segera melaksanakan mandat Sang Ibu. Andre naik ke atas dan bertemu langsung dengan pintu kamar Mila. Seketika Andre mengecek dahulu apakah ada suara di dalam sana dengan menempelkan telinganya di daun pintu. Alhasil tidak ada suara apapun, mulai rasa khawatir menyeruak dalam hatinya, "Jangan-jangan Kak Mila benar sakit.." Pikir Andre tanpa basa-basi, dia membuka pintu kamar Mila secara perlahan.
Melihat kamar Mila yang berantakan membuat Andre semakin cemas, apalagi tidak adanya sosok Mila di sudut manapun ruangan kamar.
Segera Andre turun kebawah dengan tergopoh memberikan laporan.
"Bu, Kak Mila tidak ada di kamar!"Mila melajukan mobil di tengah hiruk pikuk kota Jakarta di pagi hari. Dia mendengarkan musik, kemudian masuk kesebuah area parkiran. Hari ini tanpa sepengetahuan Ibu, Mila pergi untuk meringankan beban sejenak. Setiap malam Mila selalu bermimpi buruk, apa yang disampaikan oleh Ayah membuat Mila tidak dapat tidur dengan nyenyak. Apa yang sebenarnya Ayah dan Ibu sembunyikan darinya selama ini. Rasanya semua itu telah menghilangkan kenyamanan dalam hati Mila, ketenangannya telah terusik sehingga Mila sulit untuk berpikir jernih. Mila sengaja mematikan handpone, agar tidak ada satupun manusia mengganggunya. Dia benar-benar ingin sendiri dan ingin pergi jauh menenangkan diri.
Mila masuk ke sebuah cafe, pelayan disana melihat dengan heran karena tidak biasanya wanita yang sering nongkrong di cafe ini datang pagi hari.
"Hai...coffe late, please..and with two sugars...thanks.." Mila segera mencari pojokan favoritnya.
Meski Mila mencoba untuk melarikan diri dari kebingungannya, tetap saja semua menjadi lamunan.
Mila sengaja tidak mengikat rambutnya, dia biarkan tergerai begitu saja. Jalanan begitu padat, inilah Jakarta. Semua sibuk dalam dunia masing-masing.Sementara Kevin di rumahnya masih dalam keadaan tertidur pulas, lelah dan letih terasa badannya. Kamar Kevin begitu luas disertai tempat tidur berukuran king size ini benar-benar membuatnya semakin enggan beranjak dari tidur.
Kevin terbangun karena alarm di hp berdering dengan keras tiada hentinya. Dia mematikan alarm tersebut dan melihat beberapa pesan dan missed call. Kevin mengecek satu persatu pesan dan semua berasal dari wanita-wanita yang entah dari mana mereka mendapatkan nomor pribadi Kevin. Belum lagi di beberapa snapchat di akun medsosnya. Kevin membiarkan semua itu karena baginya impian paling dia inginkan adalah mendapat pesan dari wanita pujaannya yang tidak pernah satu kalipun melintas di hp yang kata orang canggih ini. Kevin melihat jam dan segera menuju kamar mandi. Setelah melakukan serangkaian aktivitas kamar mandi dengan pakaian yang sudah melengkapi tampilannya hari ini, Kevin bersiap untuk turun ke bawah. Rumah mewah dengan desain modern, bagaikan istana mewah yang sengaja dibangun untuk kehidupan serba glamour. Para pembantu sudah hilir mudik melaksanakan kewajibannya, keluarga Kevin memiliki 20 pembantu termasuk satpam dan penjaga keamanan. Rumah Kevin sudah menggunakan beberapa kamera keamanan, melihat tuan muda tampan sudah bersiap untuk sarapan. Bi Minah dengan senyuman menyambut Kevin di ruang makan, dengan sigap tangkas makanan tersaji dengan cepat.
"Den, kata Ibu minum susu setiap pagi ini amanah loh... Bibi sudah siapkan..." Bi Minah tersenyum cengengesan menanti respon tuan muda tampan tersebut.
"Kevin bukan anak-anak, Bi. Ibu sedang di LA jadi tidak akan tahu..." Kevin membuang susunya ke washtapel. Dari dahulu susu adalah minuman rutinnya tetapi semakin Kevin terus meminumnya tiada henti, semakin muak dia melihat susu tersebut. Mungkin pemuda lain mabok karena alkohol, Kevin sudah jera dan mabok dengan susu.
"Yahh...Den jangan dibuang.. sayang mubazir...." Bibi kecewa melihat air susu terbuang di washtapel dengan percuma. Kevin tidak mendengar ocehan Bi Minah, dia memulai sarapan pagi dengan melihat hp karena ada beberapa pesan.
MELODY "Vin, aku ingin ketemu hari ini!"
Kevin tersenyum sinis, kemudian masa bodoh. Hari ini dia harus mengunjungi beberapa restoran padangnya. Mengapa harus Padang? Alasannya karena dia sangat menyukai masakan Padang, terutama rendang sapi yang enaknya sudah di akui oleh dunia internasional. Ini adalah bentuk kecintaan sekaligus impiannya untuk menjadikan hobby kulinernya sebagai pondasi utama dalam kesuksesan bisnisnya.
Menjadi anak tunggal dari keluarga terpandang membuat Kevin terbebani. Karena orang lain hanya melihat sisi penampilan orangtuanya saja, tanpa ada pengakuan atas diri pribadinya. Dengan semangat kerja keras Kevin membangun usahanya sendiri, pertama dia menjual mobil miliknya dari hadiah kedua orangtuanya ketika dia berulangtahun di umurnya yang ke-17. Orangtua Kevin tidak mempermasalahkan hal tersebut, dan segera menggantinya dengan mobil yang baru tetapi Kevin menolak untuk diberi mobil. Kevin ingin membeli mobil dari hasil kerja kerasnya menggolangkan uang penjualan mobil ke bisnis mandirinya yaitu resto kuliner namun tidak dipungkiri pula Kevin mendapatkan bantuan dari orangtua karena mobil tersebut. Alhasil Kevin sudah menabung hasil uangnya sendiri meskipun orangtua dengan kukuhnya tetap memberikan fasilitas mewah baginya karena dia adalah anak tunggal. Oke sekali lagi anak tunggal, bukan salah Kevin menjadi anak tunggal dan menggenggam tahta sebanyak ini. Banyak orang yang bertanya kenapa dia tidak dapat memiliki saudara seperti kakak atau adik? Hmmm...panjang ceritanya dan cukup Ibunya yang menyimpan kenangan pahit karena beliau di diagnosa lemah kandungan sehingga sulit untuk memiliki keturunan kembali. Dan jangan salahkan Kevin mengapa selain tampan dia adalah pewaris tunggal saham pertambangan batu bara yang membuat wanita sibuk mengejarnya dan pria sibuk membullynya. Sungguh beruntung kehidupan Kevin, namun dia tidak lupa untuk berbagi dengan orang yang tidak mampu dengan komunitas sosialnya.Hp Kevin berdering, Kevin segera menyudahi sarapan dengan meminum satu gelas jus jeruk yang segar. Kevin melihat id pemanggil dan terkesiap karena tidak biasanya Ibu Sri menelepon. Kevin segera mengangkat panggilan Ibu Sri.
"Ya tante?" Terdengar suara kecil yang cemas dan memohon Kevin untuk mencari dimana Mila.
"Ya, Baik. Kevin akan berusaha mencari Mila. Tante tenang saja, Mila tidak akan kemana-mana. Oke... nanti Kevin telp kembali setelah Kevin bertemu Mila..." Kevin segera mematikan hp dan lari menuju pintu garasi.Kevin tidak menyangka Mila akan kabur dari rumah karena hal yang memang benar dirasakan sangat rumit dihadapi oleh Mila sendiri. Kevin berusaha untuk menelepon no hp Mila beberapa kali tanpa pernah tersambung, sungguh mengecewakan karena Mila mematikan hp-nya.
"Mil...apa yang ada di pikiranmu?? SHITT!!!" Kevin memukul kemudi dahulu kemudian segera melajukan mobilnya untuk mencari dimana Mila.
Mila melajukan mobil menuju villa yang tak lain milik Ibunya sendiri di daerah puncak, Bogor. Mila memparkirkan mobil setelah gerbang dibuka oleh penjaga villa tersebut.
"Waduh..non Mila, kenapa tidak bilang dulu sama mamang kalau mau kemari...mamang belum sempat membereskan tempat tidur." mang John berkata sambil membuka pintu.
"Mendadak mang, biarin mang." Mila langsung menuju lantai atas dan membuka pintu teras atas. Udara begitu segar, terlihat mendung menghiasi langit. Seperti hatinya saat ini, rasanya ingin memeluk Ayah dan Ibu sambil menatap gerimis yang mulai berjatuhan dari atas langit. Suasana seperti apa itu? Kasih sayang yang terlupakan 18 tahun lamanya.
Mila begitu kecewa dengan pertemuan saat itu karena Ayah telah memiliki jalannya sendiri. Sungguh persimpangan yang harus tetap memisahkan mereka. Kenyataan ini sungguh pahit, karena tetap saja harapan tinggalah hanya sebuah harapan. Semua harus dikubur dan entah harus bagaimana agar Mila mampu menerima kenyataan.
Berat, lebih berat dibandingkan bebannya untuk meraih gelar di Amerika. Pendidikan ternyata tidak menjamin manusia untuk sempurna. Tiada yang sempurna, Tuhan disana yang sempurna membuat skenario cerita hidupnya terasa berat. Apakah salahnya?
Apa gunanya menyalahkan Tuhan dalam hidupnya. Apakah tidak boleh dia kecewa karena beban ini? Keluarga, satu-satunya yang membuat Mila haus akan kasih sayang. Ayah dan Ibu adalah penopang kehidupan, meski terpisah tetapi mengapa terasa jauh jarak antaranya dengan mereka. Mila adalah wanita rapuh, tidak sekuat yang mereka bicarakan. Ambisi tidak dapat melengkapi lubang hati. Cinta. Cinta apakah itu? Kevin mengatakan cinta dihadapannya namun Mila takut semua mengecewakan pada akhirnya. Mila merasa tidak pantas untuk dicintai oleh siapapun, mungkin hilang kepercayaan Mila pada arti cinta. Dia takut mengalami hal serupa. Bukankah hukum karma berlaku jua?
Terdengar suara mobil yang terparkir di bawah, Mila melihat siapakah yang mengusik perang batinnya kala itu. Kevin turun dari mobil, mang John segera membuka payung, dia menghampiri Kevin lalu mempayungi tubuh Kevin dari gerimis.
Mila terpaku, mengapa Kevin ada disini?
Mila segera mungkin turun ke lantai bawah, dia melihat Kevin yang penuh dengan kekhawatiran. Terlihat Kevin sedang bertanya-tanya kepada mang John, rambutnya sedikit basah. Pemandangan yang tidak pantas bagi seorang Kevin. Apa yang hendak dia cari disini?

KAMU SEDANG MEMBACA
Broken (Under Editing)
Novela JuvenilMila seorang wanita tangguh dengan keluarga bergelimang harta harus menerima kenyataan telah kehilangan ayahnya selama dia berusia 7 tahun. Perceraian kedua orangtuanya menyisakan tanda tanya di hidupnya karena dia tidak mengerti apa yang terjadi di...