9

1.7K 99 6
                                    

"Cantik." Gumam Ruri.

Sayangnya gumaman itu terkait ditelinga Forlin. "Kenapa?"

Ruri yang dari tadi memandang wajah Forlin langsung dengan cepat dan salah tingkah memperbaiki posisi duduknya lalu mengalihkan pandangannya kedepan. "Oh,enggak." Ruri menggeleng cepat.

Forlin tertawa kecil karena melihat kelakuan Ruri yang seperti itu. Bahkan ia tidak mendapatkan koreksi ucapan Ruri satu menit yang lalu,namun ia sudah tahu karena ia sendiri yang mendengar pujian itu.

Forlin menoleh ke arah Ruri yang ada di sampingnya. Memegang kemudi.
"Oh iya, kok Rere nggak ikut jemput gue?"

"Gue suruh beli bahan buat bikin sate."

"Kenapa belinya nggak bareng- bareng gue?" Tanya Forlin. Masih memandang Ruri.

Orang yang ada disamping Forlin hanya diam. Menatap jalan di depan dengan teliti.
Nggak tau aja kalo gue maunya berduaan sama lo. Ruri membatin.

"Woy Ruri!" Sergah Forlin.

Ruri terkejut. Tubuhnya sempat terguncang. Lalu segera memandang Forlin.cengengesan.

"Mikir jorok lo ya? Sampe menghayal gitu. Fokus dong fokus liat jalan." Raut wajah Forlin sedikit cemas. Cemas karena ia takut akibat Ruri bisa tertimbas olehnya.

Ruri tertawa."Tadi lo ngomong apa? Gue nggak denger." Ia memicingkan matanya.

"Dasarr budek. Kuping di samping sih." Forlin tertawa.

Ruri ikut tertawa. "Emang kuping disamping."

Forlin tersenyum, seketika wajahnya berubah drastis, sedih. Mengingat kejadian disekolah. Wajahnya tertunduk menatap kedua tangannya yang tergeletak diatas pahanya. Rambut yang ia sengajau urai terjatuh helai demi helai menutupi kedua pipinya.

Laki-laki yang ada disampingnya sesekali menengok ke arah perempuan yang duduk di samping seberangnya. Ia tahu bahwa Forlin sedang memikirkan sesuatu, namun ia belum tahu apa sebenarnya masalah yang menyelimuti pikiran perempuan cantik itu.

"Jangan terlalu dipikirin. Nanti sakit lagi,gimana?"

Forlin perlahan mengangkat kepalanya,lalu menatap Ruri. Ia tersenyum simpul. "Nanti boleh nggak gue minta anter nyari kado?" Tanya Forlin, mengalihkan topik pembicaraan yang Ruri utarakan beberapa menit yang lalu.

Ruri mengangguk tersenyum "Boleh."
Forlin tersenyum, dan mengalihkan pandangannya menatap jalan didepan. Hening.

***

Suasana didapur sangat menegangkan bagi Forlin. Ini baru pertama kalinya bertempur dengan alat-alat dapur .

Sementara Rere sedang asyik memotong daging ayam. Forlin memang memegang pisau mini di tangan kanannya,namun ia sangat bingung untuk mencari kesibukan.
Ruri memandang Forlin dengan senyum yang mengelitik, karena melihat ekspresi Forlin saat itu. Kebetulan Ruri saat itu hanya disibukkan membuat bumbu sate. Penampilan Ruri saat itu sangat cute dengan celemek kotak-kotak yang ia pakai.

Ruri menghentikan pekerjaannya lalu mengambil alat panggangan berbekiu itu. Ia mengangkatnya dan membawa benda yang tinginya satu meter itu ke halaman belakang rumahnya. Setelah ia menyimpannya tepat disamping kursi yang ia sudah susun tadi siang, ia mengusap keningnya. Entah karena kecapek_an karena mengangkat benda itu atau apa.

Ia tidak tahu bahwa noda hitam dari alat penggangan itu menodai wajahnya di bagian keningnya. Sisanya noda itu melekat di tangan kanannya. Ruri berjalan menuju ke arah Forlin yang masih tertegun melihat pisau yang ia pegang.

Ruri mengambil pisau mini itu lalu menyimpannya di tempat pisau yang terbuat dari kayu itu. Ia mengambil tusukan sate dan memberikannya kepada Forlin.

CINTA DIAM-DIAM TERLUKA DIAM-DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang