17

1.5K 87 6
                                    

Happy Reading. Jika tidak keberatan, mohon vote nya ya 😊

Petikan gitar akustik di cafe sedikit menghibur hati Forlin. Ia sendiri di dalam keramaian cafe tersebut. Cokelat hangat menghangatkan tubuhnya di musim hujan seperti ini. Kedua tangannya menakup gelas putih yang berukuran sedang itu sambil mentap kosong arah pintu masuk.

Terlihat di arah pintu masuk sosok yang ia kenal sedang bergandengan tangan dengan karibnya. Seulas senyuman yang tak pernah mati itu mengukir bibirnya. Baru saja tadi siang ia melihatnya berderai dan berperang dengan air matanya kini ia sudah segar di pandang. Kini Forlin mempercayai perkataan Aditya kemarin lusa. Serli selingkuh. Lebih tepatnya ia kembali dengan mantan pacarnya dulu, Diandra.

Gadis dengan gelas berwarna putih itu tersenyum kecil memandang ke arah Serli. Hanya memandang,tidak menyapa atau menepi di meja mereka berdua. Kali ini ia memberikan waktu cukup untuk Serli agar mengemebalikan suasana hatinya agar menjadi lebih baik. Tidak ingin berlarut-larut di dalam pandangannya, Forlin bangkit dan meninggalkan cafe tersebut. Beruntung Hujan sudah sedikit redah.

Taksi berhenti tepat di depan Forlin, ia masuk dan memberikan alamat yang ia akan tuju kepada sopir taksi.
Getaran ponsel miliknya membuat ia sedikit terkejut. Terlihat disana nama Aditya.Gadis itu segera menggeser gagang telepon berwarna hijau.

"Ha..Halo,dit."

Setelah menunggu sambungan telepon ke ponsel Forlin, akhirnya ia mendengar suara Gadis itu di ponselnya."Halo, ya,lin. Gue tadi di hubungi tante Endah katanya lo nginep di rumah gue malem ini. Tante Endah lagi nyusul om Tio di Bandung. Katanya mau nganterin berkas gitu."

Forlin mengangguk meskipun Aditya tidak melihatnya. "Oke deh. Gue ke rumah lo sekarang, dah."

"Dah."

Setelah menutup panggilan itu Forlin segera mengubah arah tujuannya kepada bapak-bapak berkumis tebal yang sedang berkemudi. Bapak sopir taksi itu tersenyum dan mengangguk.

Forlin sudah ada di depan pintu utama. Ia memencet bel dan beberapa menit kemudian Aditya sudah terlihat disana dengan kaos oblong hitam dan celana puntung di bawah lutut memberi kesan cool.

"Halo Forlin." Goda Aditya dengan senyum jahilnya.

Forlin memutar kedua bola matanya. "Minggir gue mau masuk."

"Lah? Yang tuan rumah siapa yang merintah siapa." Lagi-lagi Aditya menebarkan senyumannya.

"Gue capek,Aditya Wijaya." Forlin mendengus kasar dan menerobos tubuh Aditya. Cowok itu terpental kesamping.

"Gue telfon Ruri ah, biar nginep disini. Kan besok libur, tanggal merah." Ujar Aditya yang sudah tepat di belakang Forlin.

"A-apa sih, Jangan dia lagi sibuk ngurusin bisnis Papa nya."

"Alah bilang aja lo mau berduaan sama gue." Dengan percaya dirinya Aditya memamerkan senyuman smirknya.

"E-emang tante Farah mana?" Tanya Forlin setelah mencerna kembali kata 'berduaan' yang di ucapkan Aditya.

"Kantor."

"Gue tidur dimana?" Tanya lagi Forlin.

"Di kamar gue, tidur bareng." Aditya tersenyum jahil.

"Ewwwh." Forlin berdegik ngeri.

Aditya tertawa melihat ekspresi sahabatnya. Mereka berdua duduk di sofa yang berada di ruang tengah depan televisi. Baru saja ia tertawa namun sekarang ia sudah merubah gimiknya. Ia terlihat lesu karena pikiran yang berkelilig di kepalanya. Siapa lagi kalau bukan masalah berpisahnya dia dan Serli. Tapi ini adalah komitmennya, dimana ia memilih untuk meninggalkan sebelum di tinggalkan. Dimana ia harus menyakitinya lebih awal dari pada di akhir cerita. Sebenarnya semua masalah itu bisa di tuntaskan secara pelan dan tanpa emosi. Tapi karena Aditya yang di kecewakan tidak menerima, jadi keduanya harus menerima kenyataan pahit.

CINTA DIAM-DIAM TERLUKA DIAM-DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang