13

1.7K 84 0
                                    

"Seriusan lo udah pacaran sama Ruri?" Tanya Serli bersemangat. Ia tersenyum sambil berloncat bahagia. "Akhirnya sahabat gue nggak jomblo lagi." Sambungnya sembari menyubit pipi Forlin. Gadis itu memukul pelan tangan yang mencubit pipinya. Ia meringis kesakitan .

"Aduh sakit bego. Baru berita jadian. Belom berita married udah heboh aja."

Serli tertawa. Se bego apa sahabat yang ada di depannya ini? Bahkan berita yang menyenangkan ini ia malah biasa-biasa aja. "Lo itu kenapa sih,lin? Cukup bego di pelajaran Fisika minat ya! Jangan sama cinta."

Forlin mendengus kasar. Senang sih iya, hanya saja sedikit was-was dengan hubungannya dengan Ruri. "Gue takutnya hubungan ini nggak berjalan dengan mulus."

"Yaelah,lin. Hubungan itu nggak enak kalo mulus semulus jalan baru. Lurus selurus jalan tanpa tikungan tajam. Nggak ada tantangannya." Mendengar ucapan Serli, ia mengangguk samar. Tatapannya masih saja lurus memandang koridor depan kelas yang sudah ramai.

"Yaa.,yaudah deh. Gue ke atas dulu." Forlin berjalan meninggalkan Serli. Menuju lorong koridor yang membawanya ke tangga.

"Tapi kan habis istirahat pelajaran pak Guntur."

Forlin menengok ke belakang dan menggeleng was-was . Sampai sekarang ia tidak pernah lagi menjalani hukuman dari guru bahasa Indonesia yang paling boring itu. Datang hanya duduk di kursi guru, memberikan jawaban pilihan ganda dan menyuruh anak muridnya mencari sebab dari sebuah jawaban tersebut. Pantas saja Forlin boring. Tapi bukan itu sihh.. alasan yang paling awal lah kenapa dia tidak mau masuk ke kelas jam bahasa Indonesia.

Begitu pas kepergian Forlin ke lantai atas dengan bunyi bel masuk kelas berbunyi. Serli masuk dan seepatnya duduk di bangkunya. Pak Guntur barusan masuk ke dalam kelas. Guru yang satu ini memang sangat disiplin waktu. baru beberapa menit bel berbunyi ia sudah berjalan di depan kelas. Pak Guntur menghentikan langkahnya di depan papan tulis. Membalikkan badannya sehingga menghadap ke arah anak anak yang sudah duduk rapi. Matanya memicing mencari wajah yang tidak asing itu. Ia menyapu seluruh ruangan itu dengan pandangan yang tidak biasa

"Forlin mana?" Tanyanya ketika matanya tepat di bangku Serli. "Ada tasnya tapi nggak ada orangnya. Makhluk gaib ya teman kamu?." Tanyanya ngelawak. Murid menunduk dan menyembunyikan tawanya.

"DIAM!"

Semua murid menjadi diam. "Siapa nama kamu?" Tanya pak Guntur sambil memandang Serli.

"Se-Serli pak." Jawab Serli gagap.

"Pokoknya kamu harus kasi tau teman kamu yang satu itu. Pak Guntur nyariin kamu. Kalo nanti pulang sekolah nggak muncul-muncul juga, liat aja nanti." Ujar Pak Guntur sambil melotot. Serli mengangguk samar. Tidak kuat melihat wajah garangnya.

"Hukuman nggak di jalani, pelajaran saya di abaikan." Pria tua itu masih saja mendumel.

Sudah pukul dua siang, Forlin sudah turun dari lantai paling atas. Ia bersenandung sambil berjalan santai. Kelas sudah kosong, hanya sisa tasnya yang ada disana.

"Ekhem." Suara berat nan horor itu membuat Forlin berhenti di setengah perjalanannya menuju bangku barisan belakang. Matanya melotot. Mulutnya ia bekam dengan kedua tangannya. Ia tahu suara siapa itu barusan. Tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia hanya mematung di kejauhan tiga meter dari tempat pak Guntur berdiri.

"Kemana saja kamu?" Tanya pak Guntur dingin.

Forlin berbalik dan menunduk. "S-saya mau ngambil tas pak," ia gugup. Pak Guntur mengangkat telunjuknya ingin marah tapi alhasil Forlin sudah bersuara lebih dulu. "I-iya pak tenang aja. Saya nanti bantuin pakde Marijo kok." Forlin tersenyum menyembunyikan ketakutannya. ia berlari mengambil tas dan setelah itu berlari lagi ke arah pintu kelas. Meninggalkan pak Guntur yang sudah geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak muridnya yang cantik itu.

CINTA DIAM-DIAM TERLUKA DIAM-DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang