24

1.2K 78 48
                                    

HAPPY BIRTHDAY TO ME🎉

VOTE YAA😊

____________________________________

"Aku cinta sama kamu,Ri." Safa sesugukan di atas ranjang. Sesekali ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Sudah dua hari perempuan itu tinggal di apartemen Ruri. Bagaimana bisa ia mengusir gadis itu? Bagaimana bisa ia menyeretnya keluar begitu saja? Ruri tidak bisa melakukannya. Ia juga dulu pernah cinta, ia pernah sayang . Bukan sikap kekana-kanakan yang harus ia lakukan sekarang. Di sisi lain juga ia ingin memuaskan hasratnya. Kobaran api yang telah padam kini berkoar lagi. Namun hati masih merasa bersalah kepada Forlin.

"Aku udah bilang, kalo aku udah punya pacar." Ruri berdiri di depan Safa. Ia juga pusing kalau harus berurusan dengan Safa dan gadis itu menyeretnya ke masa lalu. Rasanya ia ingin sekali saat itu juga lompat dari apartemennya yang ada di lantai 20.

"A-aku nggak apa-apa jadi yang kedua."

What? Gila ini cewek. Minta di botakin

Dengan gampangnya Safa bilang seperti itu. Memang ia mau. Tapi keputusan ada pada Ruri. Mana mungkin ia menduakan Forlin. Perempuan yang ia cinta sekarang, perempuan yang mau memaafkan semua kesalahannya? Lantas saja Ruri menggeleng.

"Aku nggak bisa mempermainkan cinta,Saf. Sebrengsek-brengseknya aku. Aku nggak bisa ngelakuin hal itu. Karena itu menyangkut hati kalian." Ruri tampak Frustasi. Namun ia berusaha agar tidak keras kepada Safa.

Safa masih saja menangis. Bahkan lebih parah dari sebelumnya. "Ka-kalo gitu putusin dia. Kita balikan. Aku mohon. Selama ini aku nyariin kamu,ri."

"Kemarin siapa yang lepasin aku demi cowok nggak jelas? Kamu kan? Trus kenapa kamu nyariin aku?" Tanya Ruri beruntun. Setelah itu ia mengambil napas sepelan mungkin.

Safa menelan salivanya. "Iya, aku. Makanya aku mau kita seperti dulu. Sebagai permohonan maaf aku sama ka-"

"Aku udah maafin." Ruri memotong ucapan Safa. Ia mengambil posisi duduk di sanping Safa. Menenangkan agar Safa diam dan tidak menangis lagi. Tangan kanannya mengelus pucuk kepala gadis itu sampai belakang kepalanya.

Perlakuan Ruri membuat Safa menatap Pria itu lekat-lekat. Ruri mengusap air mata yang mengganggu penglihatannya di daerah bawah mata indah gadis itu. Mata berwarna abu-abu gelap itu menatap sendu ke arah Ruri.

"I love you." Nyaris tak bersuara. Seperti berbisik namun mereka saling berhadapan. Ruri tersenyum dan memeluk perempuan itu. "Aku juga cinta sama kamu, tapi bukan berarti kita harus melukai hati seseorang yang nggak bersalah," Gumam Ruri. "Kamu ngerti kan?"

Anggukan Safa terasa di dalam tubuh Ruri. Ruri tersenyum. "Kamu bisa kapan aja ke apartemen ini. Bahkan aku pastiin kita selalu ketemu kapan aja. Tapi dengan satu hal."

"Apa?"

"Kamu tau kan aku sibuk?"

Safa melepaskan pelukan itu lalu mengangguk.

"Ada atau nggak adanya aku di sini. Kalau kamu mau nungguin aku, nggak apa-apa. Nanti kalau kangen tinggal hubungi aku, ya. Jadi nanti aku samperin. Soalnya aku bisa jadi tidur di rumah atau disini."

Safa mengangguk tersenyum. Namun satu pertanyaan lagi terlintas di pikira nnya. "Terus, hubungan kita?"

"Tanpa status."

Safa tidak masalah dengan ada atau tidak adanya status. Yang ia hanya inginkan dekat dengan pria itu. Tadi memang ia merengek untuk menjadi yang kedua. Tapi setelah Ruri mengatakan kalau ia bisa keluar masuk dari apartemennya kapan pun yang ia mau? Safa tampak legah. Sekarang ia tersenyum. Ruri mencium kening gadis itu.

CINTA DIAM-DIAM TERLUKA DIAM-DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang