27

1.3K 65 44
                                    

Mereka telah sampai di rumah Forlin. Gadis itu tidak henti-hentinya menangis. Aditya berusaha menenangkan Forlin. Aditya memeluk gadis itu. Forlin juga memeluk Aditya. Dari di dalam mobil sampai di rumah,Forlin belum memberi tahu apa alasan ia menangis.

"Lin, ayo cerita sama gue." Aditya mengelus pucuk kepala Forlin.

"Fe-Feral,dit." Ia kembali tersedu.

Aditya terlihat bingung. "Feral kenapa?"

Forlin mengambil napas pelan. Ia masih saja menangis. "Gue nolak dia, tadi di Rooftop dia masukin cincin di jari manis gue."

Aditya terkekeh. Ada apa dengan Forlin? Bahkan hanya menolak seseorang yang memasukkan cincin di jari manisnya ia sampai menangis dan tidak bisa diam. "Ya trus? Masa gitu doang nangis sih, cengeng ih."

"Kata dia gue sama dia resmi tunangan. Gue nolak dia dan dia keliatan marah. Sebelumnya dia bilang, dia cinta sama gue. Dia suka sama gue pas gue di bully sama kakak kelas waktu MOS. Dia yang bikin gue berhenti nangis saat itu." Jelas Forlin di dalam tangisannya.

Aditya terdiam mendengarnya. Ia sesekali menelan salivanya. Tangannya masih bergerak ke atas bawah mengelus kepala sahabatnya. "Dia hebat, dia cinta sama lo dari dua tahun yang lalu. Dan masih nungguin lo sampai sekarang."

Mendengar itu, Forlin terdiam dari isaknya.
Gimana hebatnya gue yang cinta sama lo dari umur sepuluh tahun? Forlin membatin.

Forlin tersenyum pasi. Ia memejamkan matanya. Isak tangisnya terhenti. Ia tertidur dalam tangisnya. Aditya tahu bahwa gadis yang ada di dekapannya itu sudah tertidur. Ia mengusap air mata Forlin dan tersenyum. Setelah itu, ia ikut memejamkan matanya dan tertidur.

Feral tersenyum miris. Tangannya ia kepalkan. Lalu menonjok tembok kamarnya di rumah Mahendra. luka-luka sudah terlihat di jari tangannya yang menyentuh tembok brrwarna putih itu.

"Gue punya cowok. Dan gue juga nggak suka sama elo." Kata-kata Forlin terus menggema di dalam pikirannya. Apa dia salah melakukan tindakan tadi? Ia melakukannya hanya ia takut perempuan yang ia suka di renggut orang lain. Sifat egonya yang mendorongnya melakukannya.

Sekali lagi ia melakukan tindakan yang bodoh. Ia memukul tembok itu berkali-kali sehingga bagian tangan yang ada di depan terluka.

Para Asisten Rumah Tangga yang bekerja di rumah besar Mahendra terlihat cemas. Ia menunggu majikannya untuk keluar. Mereka menunggu di depan pintu. Asisten Rumah Tangga tertua sudah tahu sifat asli Feral. Ia memang seperti itu semenjak Ibunya meninggal. Bahkan jika ia benar-benar sedih dan sangat kecewa, ia mengalami depresi dan tingkah lakunya bak orang gila.

***

Sudah pagi dan Endah yang melihat Aditya dan Forlin hanya tersenyum. Enggan untuk membangunkan mereka. Setelah menyiapkan sarapan untuk mereka, Endah pergi meninggalkan rumah. Melaksanakan aktivitas yang wajib ia datangi setiap hari.

Forlin terbangun dan menyadari dirinya masih di dalam dekapan Aditya. Ia tersenyum lalu memejamkan matanya kembali. Begitu hangat yang Forlin rasakan. Andai setiap harinya seperti ini, namun Realita menyadarkan akan takdirnya sekarang.

"Morning." Aditya bergumam. Ia tersenyum. "Gue tau lo udah bangun dari tadi."

Forlin terkekeh.

"Ketawa lagi. Lo memanfaatkan kesempatan ini kan? Dah ketebak." Aditya mengelus pucuk kepala Forlin.

Forlin melepaskan pelukan itu lalu tersenyum. Aditya memperbaiki posisi duduknya. "Gue memanfaatkan kesempatan ini karena lo nggak sesering dulu duduk di dekat gue. Nggak sesering dulu meluk gue."

CINTA DIAM-DIAM TERLUKA DIAM-DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang