22.

516 16 0
                                    

Setelah menu utama mereka diangkat, Nae yang menunggu hidangan penutup akhirnya tidak tahan dan berdiri meninggalkan meja.

"Mau kemana?" Wine bertanya sambil menyendok es krim di mangkuknya.

"Cari angin sebentar. Dessert-ku nanti kak Wine habiskan saja."

Nae berdiri meletakkan tangannya di atas meja seolah ingin membalikkan meja itu dan berjalan ke luar restoran.

Rasanya sedikit lebih lega setelah menghirup udara luar. Nae duduk di tangga batu di depan restoran. Ia tidak mengerti kenapa dirinya merasa seperti ini. Ia tidak mengerti mengapa dirinya merasa tidak senang melihat Batz dan Wine. Ia juga merasa bersalah pada Wine. Perasaan ini sama seperti saat ia melihat Batz bersama Aom. Apa karena waktu itu ia berciuman dengan Batz? Setelah menganggap bahwa laki-laki itu brengsek, apa sekarang ia menyesal?

Nae melepaskan karet yang mengikat rambutnya dan menikmati angin yang meniup rambutnya.

"Tumben kau melepas ikatan rambutmu."

Nae yang terkejut mendengar suara Batz langsung memegangi rambutnya.

"Kau ini kenapa sih? Aku kan hanya bercanda. Padahal menurutku cantik, kok."

'Cantik' katanya? Benar juga kata Pii, sepertinya orang ini memang gila. Hari ini ia benar-benar aneh.

Nae lalu melepas rambutnya lagi dengan malu-malu. Kalau cantik, ya....

"Sepertinya dokter senang sekali saat berada bersama wanita hamil."

"Oh ya?" Batz tertawa pelan.

"Kupikir dokter tertarik pada dokter Aom. Ternyata dokter tergila-gila pada single mom ya?" Nae baru sadar kalau ucapannya itu penuh rasa ingin tahu.

"Kau cemburu?"

"Apa?" Nae mengerutkan alisnya.

"Hahahaha. Habisnya, nada bicaramu itu seperti orang yang merajuk," wajah Batz terlihat senang.

"Ah, sudahlah. Lebih baik aku diam saja," Nae bangkit dari duduknya.

"Kau juga sepertinya tidak keberatan mendapat perhatian dari sikap Kim. Tidak apa-apa kalau Kim mendekatimu?"

Orang ini menghampiriku karena ingin menanyakan hal ini untuk Kim?

"Memangnya ada cewek yang tidak suka mendapat perhatian?" Nae balas bertanya dengan sinis lalu berbalik meninggalkannya sambil merapikan dan mengangkat rambutnya kembali. Ketika ia hendak mengikat rambutnya, ikat rambutnya terlepas dari tangannya dan terbang terbawa angin.

"Ah!"

Nae terkejut dan segera membalikkan badan sambil menjulurkan tangannya, berusaha menangkap ikat rambutnya itu. Tanpa sengaja, tubuhnya menabrak Batz yang mengikuti di belakangnya. Batz pun mengulurkan tangannya berusaha menangkap ikat rambut itu. Akibatnya, wajah mereka kini saling berhadapan.

"Ah..."

Nae yang tidak sengaja masuk ke pelukan Batz terdiam kaku dengan wajah yang merah dan malu.

"Kau tahu tidak, kapan cewek tahu kalau dirinya sedang jatuh cinta?" Batz bertanya sambil tersenyum.

"....Yaaaa?"

Nae yang panik dan terkejut hendak membalikkan badannya. Namun tiba-tiba, Batz kembali menangkap lengannya. Tatapan mata Batz di depan hidungnya itu seolah akan menelannya dan nafas Nae terhenti di buatnya.

"Saat mereka mulai merajuk seperti anak kecil."

Seketika ia juga, rasanya wajah Nae memerah karena panik.

"Lalu, kau tahu kapan laki-laki sadar kalau dirinya sedang jatuh cinta?"

Batz menatap mata Nae dalam-dalam. Nae tidak bisa berkata apa-apa dan hanya berkedip sambil memandangi matanya yang semakin lama semakin mendekat itu.

"Saat laki-laki itu bertindak seperti orang bodoh karena ucapan cewek itu."

"I, itu..." Nae tidak bisa melanjutkan ucapannya dengan bibirnya yang bergetar.

"Membuat laki-laki itu terus mengawasinya. Rasanya aneh. Kau tahu betapa banyak hal yang ku pikirkan saat ini gara-gara hal itu? Aku yang sekarang ini bukan aku yang dulu lagi."

Batz menatap mata Nae lekat-lekat, seolah hendak memasukinya. Nae rasanya tercekik dengan tatapan itu sehingga ia diam tidak bergeming.

"Aku merasa seperti orang bodoh belakangan ini. Kau tahu kenapa?"

"Bagaimana aku bisa tahu..."

"Tapi aku tahu mengapa kau bertingkah seperti anak kecil hari ini."

"Apa?"

"Aku ini, pada dasarnya adalah orang yang sangat rasional. Tapi belakangan ini aku menjadi sangat emosional. Dan ini bisa saja menjadi peringatan awal."

"Apa?"

Nae seolah terbius oleh tatapan itu sehingga ia tidak berkata atau berbuat apa-apa selain mengulang-ulang pertanyaannya.

"Tingkahmu yang sering tidak terduga itu seperti kembang api yang terkubur di pantai berpasir yang terlupakan begitu saja. Namun jika salah melangkah, bisa tiba-tiba meledak dan mengejutkan orang-orang di sekelilingnya. 

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang