28.

482 13 2
                                    

"Baiklah," Nae membungkam mulutnya dan menunduk. Ia bisa merasakan tatapan mata Batz sedang mengawasi dirinya saat itu.

"Nah, ayo mulai lagi!"

PD Nam memberi aba-aba pada staf lalu berkata 'shoot'. Batz mengepalkan tangannya dan memberi semangat kepada Nae. Nae rasanya ingin bertanya langsung apa orang ini juga menjadi donor atau tidak. Seolah mendeteksi pikiran aneh di otak Nae, Batz langsung berkata, "Sebagai pendonor, harus ada rasa tanggung jawab atas anak yang lahir dari sperma yang mereka donorkan. Karena tanggung jawab itu juga dianggap penting, maka bisa dikatakan bahwa sistem ini termasuk sistem yang bagus. Kabarnya akan segera muncul bank ovum juga, lho. Sebaiknya dilihat juga dari sisi lain. Jangan dianggap sebagai 'menghambur-hamburkan' sperma saja."

Batz menutup kalimatnya dengan tersenyum lembut. Begitulah. Benar juga ucapannya. Bagi orang yang tidak merasa kekurangan atau membutuhkan hal ini, bukan berarti mereka akan menentang sistem ini. Tetapi setelah mengetahui baik buruknya, sistem ini visa memberikan harapan baru bagi mereka yang kekurangan dan benar-benar membutuhkan. Pokoknya, asalkan sistem ini tidak menimbulkan kekhawatiran atau menganggu hubungan seseorang seperti dirinya.

"Biasanya, nama pendonor itu dirahasiakan kan?"

"Benar."

"Lalu, bagaimana apabila anak yang dilahirkan itu menderita penyakit genetik, atau membutuhkan donor, misalnya sumsum tulang belakang atau organ lain dari ayah genetiknya?"

"Kalau seperti itu, mereka baru bisa bertemu apabila pendonor itu menyetujuinya. Solusi ke depannya juga harus dibicarakan, kan. Hal ini pun tidak bisa dipaksakan. Selain itu, orang yang mendonorkan spermanya juga harus siap mental saat menemui anak yang terkena penyakit genetik atau masalah lainnya. Memang tidak ada peraturan hukum resmi yang mengatur tentang hak ini. Meskipun mengacu pada peraturan rumah sakit, kadang masalah ini juga diselesaikan sesuai kesepakatan bersama."

"Oh, begitu...." Nae bergumam sambil menganggukkan kepalanya. Melihatnya seperti  itu, Batz hanya melipat tangannya dan menatapnya dengan kagum dan heran.

"Ada apa?" selesai wawancara, Batz bertanya singkat pada Nae.

"Tidak apa-apa," Nae menggelengkan kepalanya.

"Kalau kau geleng-geleng begitu, jadi kelihatan lebih imut, kan," Batz berbisik pelan dengan canggung. Orang ini, dia memang suka membuat orang merinding seperti ini ya? Meskipun demikian, Nae semakin menikmati hubungannya dengan laki-laki ini. Ia sama sekali tidak ingin melepaskan laki-laki ini.

"Oh iya, kau tahu siapa dokter yang menangani bank sperma di rumah sakit ini?" PD Nam tiba-tiba datang dan bertanya pada Batz.

"Dokter Cha. Memangnya kenapa?" raut muka Batz berubah seketika dan menjawab pertanyaan PD Nam.

"Kami ingin merekam gambar daftar pendonor dan penerima donornya untuk data."

"Tapi data seperti itu biasanya rahasia..."

"Nanti akan kami buramkan. Hanya ingin lihat bentuknya secara garis besar saja."

"Kalau begitu, coba kuhubungi dokter itu dulu," Batz berinisiatif menelepon dokter itu.

"Terima kasih," PD Nam tersenyum dan mengucapkan salam pada Batz. Nae juga tersenyum kecil pada Batz yang sedang menelepon dan meninggalkan ruangannya. Kemudia ia mengikuti PD Nam menuju ke ruangan dokter Cha."

"Dokter Cha katanya tidak mau diwawancara," PD Nam berkata pada Nae yang mengikutinya.

"Siapa tahu. Aku standby saja, lagi pula hari ini kan memang ada jadwal syuting," Nae berkata sambil mengangkat bahu.

"Wah, kau ini sudah seperti pro ya, NaeNae Sutthata," PD Nam menatap Nae dengan puas. Nae pun tertawa ringan pada PD Nam.

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang