44.

259 6 0
                                    

"Kalau anakku melihatku seperti ini, pasti ia malu. Katanya membuat ia malu di depan rekan kerjanya..." Ibu Batz berkata dengan malu.

"Tidak apa-apa. Saya sudah cukup akrab dengam beliau karena bekerja sama untuk dokumenter ini. Kalau begitu, kejadian hari ini akan saya rahasiakan. Bagaimana?" Nae tersenyum pada wanita itu.

Wanita itu pun tersenyum dan menatap Nae.

"Ternyata kau akrab dengan anakku, aku jadi lebih malu."

Kalau orang lain yang mendengar hal ini, mungkin akan terdengar seperti candaan biasa seorang ibu dengan teman dekat anaknya.

Namun, karena Nae tahu bagaimana Batz menganggap ibunya, ia rasanya tidak bisa membiarkan hal ini begitu saja.

"Hm, mungkin ucapan saya ini bisa terdengar kurang ajar..." Nae berkata ragu sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sebenarnya ia tidak yakin apa tidak apa-apa ia ikut campur seperti ini, padahal hubungannya dengan Batz juga sedang buruk.

Namun ia ingin menolong ibunya yang sama-sama terlihat sedih, baik saat tersenyum maupun saat menangis.

"Ya?" Ibu Batz menatap Nae sambil memiringkan kepalanya. Ia terlihat seperti gadis remaja. Kenapa Batz tidak bisa dekat dengan ibunya? Padahal aku cepat sekali dengannya, batin NaeNae.

"Bagaimana kalau ibu yang mendekatiny terlebih dahulu?"

Mata Ibu Batz terbuka lebar mendengar pertanyaan Nae. Sorotan matanya seolah berkata 'kau ini tahu apa'.

"Saya sudah tidak punya ibu. Saya pernah bercerita pada Dokter Batz mengenai hal ini, tanpa sepengetahuan teman-teman yang lain. Tapi sepertinya Dokter Batz tidak tahu betapa beruntungnya dia karena masih mempunyai seorang ibu. Menurut saya, mungkin karena ia masih mempunyai ibu. Orang yang tidak punya, seperti saya, pasti langsung menyadari hal ini, tapi sepertinya Dokter Batz masih belum menyadari hal ini, seperti anak-anak. Manusia kan memang seperti itu, tidak sabar kalau masih memiliki sesuatu.

Saya bukannya ingin menasihati Ibu. Karena sifat anak ibu seperti itu, bagaimana kalau ibu yang mencoba menariknya terlebih dahulu? Kalau ibu melakukan sesuatu terlebih dahulu, bisa saja kan ia mengikuti Ibu. Karena menurut saya, pasti Dokter Batz juga ingin berbicara dengan ibunya. Meskipun ia suka ketus, tapi sebenarnya ia sangat perhatian. Ibu juga tahu tentang hal ini, kan?"

Tatapan mata Ibu Batz terlihat bergetar, seolah berkata 'aku tahu dan menurutmu aku belum mencobanya?'

"Setahu saya, keluarga anda hanya terdiri dari Ibu dan Batz saja saat ini. Kalau berdua seperti itu, bukankah Ibu dan Batz tidak akan saling kesepian? Karena kalian berdua, bukan hanya seorang diri. Itu pun bukan sekedar berdua, namun berdua sebagai keluarga," Nae berkata dengan hati-hati sambil memperhatikan ekspresi wanita itu.

Ia sedikit takut karena bisa saja ia malah dibentak karena mencampuri urusan keluarga orang lain. Tetapi, tanpa diduga, wanita itu malah tersenyum padanya.

"Sepertinya kau akrab sekali dengan Batz. Benar, kan?"

Mendengar pertanyaan itu, wajah Nae seketika memerah.

"Ternyata anakku bergaul dengan orang baik."

Ibu Batz menatap Nar dengan puas. Syukurlah karena ia tidak marah. Melihat senyuman wanita itu, dalam hati Nae berharap semoga sejak saat ini Batz tidak kesepian lagi di keluarganya sendiri.

"Aku jadi ingat hal ini setelah mendengar namamu. Katanya pernah ada kejadian memalukan dirumah sakit..."

Wajah Nae kembali merah padam. Berani-beraninya orang yang menjadi tokoh utama di kejadian memalukan itu sekarang malah ikut campur urusan keluarga orang, pikir Nae.

"Zaman dulu, kalau seseorang ingin mengungkapkan kesalahan orang lain, maka ia harus berpikir lebih dari sepuluh kali. Tapi sekarang sepertinya orang langsung berkata begitu saja dan banyak orang yang tidak tahu bahwa ini adalah bentuk peringatan yang paling jujur."

Ternyata wanita ini lebih pengertian daripada yang Nae kira. Kalau dilihat dari sisi ini, ia merasa kalau perkataan Batz itu lebih dari 90% salah. Tidak heran mengingat sifatnya yang tidak sabaran, serta suka berpikir dan bertindak seenaknya.

"Kalau acara itu ditayangkan sesuai dengan pendapat wartawan itu, maka kesalahan akan terlihat ada pada tim yang membuat acara ini. Tapi, setelah bertemu denganmu, sepertinya tidak begitu. Semoga saja masalah ini bisa terselesaikan dengan baik."

Ibu Batz menepuk-nepuk pundak Nae dan berdiri. Jadi, seperti ini rasanya tangan seorang ibu. Berbeda dengan rasa berat dan kuat yang ia rasakan saat ayahnya menepuk-nepuk pundaknya.

Tangan seorang ibu ternyata terasa ringan dan hangat. Meskipun Batz berkata ia tidak pernah berbuat salah apa-apa pada ibunya, ada satu kesalahan yang tidak ia sadari. Kesalahan karena mengabaikan tangan ibunya ini selama ia melewati hari-harinya.

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang