47.

290 8 0
                                    

Ibu Batz dan Nae yang baru turun dari Taman di atap rumah sakit saling mengucapkan salam dan berpisah di depan pintu rumah sakit. Ketika Nae membalikkan badannya, PD Nam sudah berdiri menghalangi di hadapannya.

"Kenapa kau mengemas barangmu lalu berkeliaran seperti ini? Apa itu tren baru?"

Mendengar ucapan PD Nam yang marah, Nae menciut ketakutan.

"Aku tidak mempan lagi melihat tangisanmu. Kalau saja kau tidak mengemas barangmu, mungkin aku bisa memaafkanmu. Tapi ini benar-benar keterlaluan!" PD Nam meledak memarahinya. Lalu ia mengajak Nae menuju keruang rapat.

"Tidak hanya kau saja, mungkin kita semua juga harus pergi dari tempat ini."

"Sepertinya rumah sakit tidak terlalu senang dengan isu ini ya?" Nae bertanya sambil setengah bergurau. PD Nam mendengus pelan.

"Benar. Seandainya ini acara yang sifatnya menghibur, mungkin kita bisa mengemas adegan ini dengan menarik dan menjadikannya sebagai sarana promosi acara ini," PD Nam tertawa, namun wajahnya terlihat sama kalutnya dengan Nae.

"Biar aku saja yang berhenti. Aku sudah berencana seperti itu. Jadi, aku tidak kaget kalau harus berhenti dari acara ini," Nae berkata dengan tenang. PD Nam menatap wajah Nae lekat-lekat dengan wajah tidak sabar. Nae berusaha tersenyum.

"Ah, makanya tadi aku ingin menghilang diam-diam supaya tidak perlu ada pembicaraan seperti ini. Memang seharusnya seperti ini, kan? Awalnya aku memang bersikeras tidak ingin berhenti dari acara ini. Padahal aku juga bisa mendapat acara tetap ini berkat bantuan PD Nam."

"Lebih tepatnya, berkat kau dan Dokter Batz."

"Ya?" Nae yang tadinya menunduk langsung menatap PD Nam dengan bingung.

"Faktor itu tidak bisa diabaikan. Bisa dikatakan, acara ini memanfaatkan julukan 'ibu hamil nasional' mu dan kejadian salah paham saat itu."

Tidak. Sikapnya yang agresif itulah yang membuatnya terkenal dan mendapat acara tetap ini.

"Ia memercayai kita, saat ini."

"Siapa? Dokter Batz?" Nae membelalakkan matanya. Ia pikir orang itu tidak memercayai dirinya. Makanya ia meminta maaf pada Aom saat itu.

"Ketika menghadiri rapat dan mendengar perkataan mereka, aku benar-benar merasa kalau kau, Dokter Batz, dan tim kita ini benar-benar jodoh. Katanya Dokter Batz berkata di hadapan orang-orang saat rapat kalau ia percaya pada kita. Kau merasa tidak dihitung dalam ucapannya itu? Padahal aku langsung merasa kalau kita ini satu kesatuan."

PD ini habis mendengarkan dongeng yang menyentuh hati ya? PD Nam mencakupkan kedua tangannya.

"Bisa saja aku tidak termasuk," Nae menanggapi perkataan PD Nam dengan skeptis. Orang itu kan kecewa sekali padanya karen telah sedikit membentak Aom.

"Tidak. Ketika aku berkata bahwa kau terancam mundur, ia dengan tegas mengatakan tidak boleh. Sampai suaranya menggema di lobi."

Seketika Nae merasa terharu. Ia rasanya tidak percaya Batz berkata seperti itu setelah menatapnya penuh kecewa seperti sebelumnya.

"Coba kau pikir lagi. Seandainya acara ini berhenti pun, tidak mungkin kau benar-benar mundur secara total. Acara ini sudah berjalan sejauh ini. Tidak mungkin kita dapat mengulang proyek ini dari awal. Lagi pula, sayang sekali apabila acara ini berhenti begitu saja.

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya masalah ini hanyalah karena reporter yang keras kepala dan dunia internet yang mengerikan. Sebaiknya kita lihat dulu perkembangannya. Kalau memang tidak memungkinkan... Yah, apa boleh buat.

Memangnya rumah sakit hanya satu ini saja. Iya kan?" PD Nam mengedipkan sebelah matanya pada Nae.

Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Ia tidak percaya perkataan itu ternyata sangat kuat. Padahal ia takut sekali diusir karena masalah ini, tetapi ternyata masih ada orang yang mau menarik tangannya di situasi seperti ini. Nae mengusap ujung matanya yang tiba-tiba berair dengan ujung lengannya.

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang