69.

346 12 10
                                    

"Iya juga ya? Lagi pula, Wine juga sudah bertekad untuk membesarkan anak ini seorang diri ketika ia memutuskan untuk hamil.... Tapi, syukurlah. Karena aku telah menyelamatkan anakku sendiri."

Kim yang membungkuk lemas tersenyum puas dan menatap kamar rawat Wine selama beberapa saat. Kemudian ia menunduk lagi dan melangkahkan kakinya.

"Bukankah tidak apa-apa jika ia memberitahu Wine?" Batz menatap Kim dengan cemas.

"Bagaimana kalau ia kecewa?"

Tetapi sepertinya Wine juga tidak akan terlalu benci. Mengingat ia memanggilnya dengan sebutan 'Kim' saja, memberinya izin menjadi wali anak itu, dan sudah cukup akrab selama Kim menjadi dokter yang menanganinya.

Nae dan Batz menatap sedih Kim yang melangkah gontai.

"Meskipun begitu, yang paling penting kan bukan gennya, tapi anak itu sendiri. Kim adalah orang yang rela melakukan yang terbaik demi seorang anak. Lagi pula ia sebenarnya menyukai Wine."

"Oh ya?" Nae terkejut mendengarnya.

"Dokter Kim itu, apa ia punya kebiasaan buruk saat mabuk atau mempunyai kepribadian ganda yabg tiba-tiba berubah menjadi orang lain?"

"Sama sekali tidak. Ia tidak bisa minum alkohol, minum air beras saja ia mabuk. Aku tinggal bersamanya saat sedang magang, kekurangannya paling hanya karena ia orangnya terlalu rapi. Dan satu lagi, menganggap suatu permasalahan dengan santai."

Kalau seperti itu, meskipun tidak sempurna, paling tidak ia hampir sempurna. Sepertinya sedikit menyesal karena menjadi single mom itu bahwa masih ada pria baik yang tidak pernah berubah dari manusia menjadi 'binatang'.

"Tapi kita...." Batz menoleh dan menatap Nae dengan heran.

"Sejak kapan kita berbaikan seperti ini?"

Saat itu, Nae baru menyadari bahwa pundaknya menempel pada pundak Batz dan wajah mereka saling berhadapan.

Begitu Nae terkejut dan menarik badannya menjauhi Batz,  Batz segera memeluk Nae sebelum wanita itu sempat berkata apa-apa.

Kemudian ia segera mencium bibir Nae dengan kasar. Para perawat, keluarga pasien, serta pasien yang melewati mereka sampai terdiam kaku dan terkejut melihat pemandangan itu.

Nae yang menyadari tatapan orang-orang di sekitarnya mendorong tubuh Batz, namun Batz sama sekali tidak melepaskannya.

Kemudian, ia melepaskan bibir Nae dengan suara 'Cup' dan menatap matanya dalam-dalam.

"Sekarang kau merasa bingung kan? Kau tahu tidak, betapa menyesalnya aku tidak melakukan hal ini di lapangan parkir gunung jiri saat itu?"

Jantung Nae kini mulai berdegup kencang. Setelah selama ini jantung nya terasa mati, kini ia merasa seolah jantungnya mulai bekerja kembali.

Ia merasa seolah dilahirkan kembali dengan perasaan yang senang dan gembira luar biasa.

"Wajahmu jadi semakin cantik kalau memerah seperti itu? Berarti aku harus sering-sering berbuat seperti ini padamu di tempat umum," Batz mengecup ujung hidung Nae.

"Waaahhh~"

Tiba-tiba terdengar sorakan gembira. Ketika ia menoleh, ternyata suster yang sedang lewat sambil membawa papan catatannya memandang ke arah mereka dengan takjub.

Kemudian, ia mengacungkan jempol kepada mereka berdua dan pergi menghilang.

Nae menggaruk-garuk wajahnya karena malu. Batz mengerutkan alisnya dan menatap Nae dalam-dalam.

"Mau bagaimana pun, aku akan tetap mendukungmu."

Mendengar ucapan itu, Nae tak kuasa menahan air matanya.

"Kini kau adalah diriku juga. Mengerti? Banyak hal yang harus kita lakukan bersama. Lagi pula, orang-orang di sekitar juga sudah menunjukkan kalau kita ini memang ditakdirkan untuk bersama, kan? Tapi kenapa wajahmu kelihatan khwatir sekali seperti itu? Padahal ada seseorang yang mencintaimu yang selalu ada di sampingmu. Kau menyepelekan ku?"

Batz menghapus air mata yang mengalir di ujung hidung Nae dengan tangannya. Nae semakin memejamkan matanya dan Batz segera menarik lengannya dan memeluk nya erat-erat.

"Sekarang aku tidak bisa jika tidak ada kau. Aku adalah tujuan terakhir bagimu. Dan kau adalah tujuan terakhir bagiku," Nae menempelkan bibirnya di pundak Batz dan mengangguk.

Selama ia berpisah dengan laki-laki ini, ia merasa semua tanda yang mengelilingi mereka bertuliskan 'NO'.

Namun, setelah menyadari bahwa sebenarnya semua tanda itu bertuliskan 'YES', hatinya seolah akan meledak. Lalu, mengenai penyakitnya ini, ia tidak tahu pemeriksaan sulit dan mengerikan apa yang menantinya.

Namun, ia memercayai laki-laki ini dan ia yakin bisa melewatinya bersama-sama, karena laki-laki inilah yang menjadi tujuan terakhirnya.

Setelah melepas pelukannya Batz berlutut di hadapan Nae dan berkata...."

"Nae Sutthata,, Will You Marry Me?" Nae terkejut dan meneteskan air mata setelah Batz melamarnya. Dan Nae berkata...

"Yes..." Lalu Batz memasangkan cincin di jari manis Nae dan tersenyum. Tanpa menunggu lama-lama Batz mencium bibir Nae dengan lembut dan Nae juga membalas ciuman Batz. Mereka berdua berciuman dengan penuh rindu dan Kasih sayang yang sangat amat dalam. 

Beberapa tahun kemudian......"

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang