37.

348 11 2
                                    

“Aku tahu. Oleh karena itu, cepat telepon kantor koran ini dan klarifikasi hal ini. Wartawan ini kan yang waktu itu mewawancaraimu. Kau tahu kan kalau artikel ini dibuat karena wawancaramu itu?” Batz berusaha keras mengendalikan ekspresi wajahnya.

“Bagaimana kau bisa tahu tentang hal itu?” Aom memutar matanya lalu menatap Batz tajam.

“Memangnya ada orang bodoh yang tidak tahu tentang hal ini di rumah sakit ini? Masa kau tidak tahu? Pasti kalau langsung tahu begitu melihat inisial nama dokter dan nama reporter itu,” Batz yang sudah berusaha bersabar akhirnya meninggikan suaranya.

“Kenapa kau selalu membela perempuan itu?” Suara Aom terdengar sedih dan kecewa.

“Membela?”

“Kau menganggap perempuan itu punya jiwa keadilan yang tinggi karena ingin mengangkat hal ini di dokumenternya? Karena menahan tuntutan pasien itu? Aku melihatnya berbeda.”

“Berbeda?” Batz menegakkan kepalanya yang miring dan menatapnya tajam.

“Bisa saja omongan wartawan itu benar. Bisa saja ia memang memanfaatkanku untuk membuat isu besar seperti itu,” Aom terlihat yakin.

Awalnya Batz juga berpikir seperti itu. Namun, ia juga tidak menganggap pendapat Nae itu salah. Meskipun dokumenter itu belum ditayangkan, namun ia tidak curiga saat Nae berkata ingin lebih membahas masalah sosial di Thailand yang terlihat melalui sikap ibu mertua itu, bukannya fokus pada kesalahan Aom. Tetapi, ternyata tidak seperti itu?

“Aku tidak tahu bagaimana perempuan itu mengatakan tentang ‘orang lain berhak untuk tahu’ ini padamu, tapi ia berkata lain pada ku.”

Berkata lain? Batz benar-benar tidak paham dengan ucapan Aom.

“Aku malas menjelaskannya satu per satu. Intinya seperti ini. Akulah yang salah karena terjebak dalam situasi ini. Perempuan itu tidak mengerti betapa banyak orang yang akan terluka akibat pemikiran ‘orang lain berhak tahu’ nya itu. Mentang-mentng ingin menyelamatkan dokumenternya, membiarkan orang sepertiku ini berkorban bukanlah masalah baginya.”

Batz tidak setuju dengan perkataan Aom. Namun, ia memang cukup sering melihat kasus orang-orang yang terluka karena pemikiran itu.

Apa benar ia perempuan seperti itu? Batz menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pikiran itu. Kemudian ia menatap Aom dengan kecewa. Mau perkataan Aom itu benar atau tidak, ia tetap tidak suka dengan sikapnya yang hanya diam dan menerima artikel wartawan lain yang tidak benar itu dengan pasrah.

“Yang aku tahu, perempuan itu tidak pernah berkata soal ‘hak orang lain untuk tahu’.”

“Apa?” Aom menatapnya terkejut.

“Aku tahu kau merasa tidak terima. Aku paham perasaanmu yang sampai harus mengurusi masalah tayangan TV seperti ini. Namun, perempuan itu tidak membujukku seperti itu. Lagi pula, kau juga bukannya tidak melakukan kesalahan kan. Ia ingin menyampaikan bahwa situasi saat itu jauh lebih parah daripada kesalahanmu.”

Aom terlihat panik dan tidak bisa berkata apa-apa. Batz menghela nafas dan membalikkan badannya.

“Kau segitu percayanya pada perempuan itu?” Aom berkata pada Batz yang membelakanginya.

“Sekarang.” Batz menyahut seadanya dan meninggalkan ruang praktik Aom. Ia ingin memercayai Nae. Selama ini, ia mengenal perempuan itu bukan sebagai perempuan yang egois seperti yang dikatakan Aom.

Batz berdiri di lobi dan memperhatikan sekelilingnya. Nae ataupun anggota tim syuting sama sekali tidak terlihat. Kemana perginya perempuan itu, pikir Batz. Mereka tidak diusir dari rumah sakit ini kan? Tiba-tiba Batz merasa khawatir.

Ia baru saja kembali setelah di panggil ke ruang direkturnya bersama PD Nam.

Direkturnya ingin melihat video yang belum diedit. Kemudian mereka bersama-sama menonton video itu dan berdiskusi.

“Aku mengerti maksud perkataanmu.” Di rekturnya sama sekali tidak terlihat marah. Tetapi ia sepertinya sedikit bingung dan ragu.

“Tapi, di kantor stasiun TV seperti ini, rating penonton sangatlah penting. Kita tidak bisa menayangkan sesuatu hanya karena kita merasa tidak terima akan sesuatu atau sejenisnya. Saat ini, meskipun kalian tetap syuting, tidak bisa di pastikan kapan acara ini dapat di tayangkan.”

“Saat ini, yang terpenting bukanlah kapan acara ini ditayangkan, kan? Sekarang yang penting kita harus menyelesaikan acara ini dulu. Toh sudah sejauh ini,” PD Nam berkata dengan serius.

“Pokoknya sekarang kalian kemasi barang-barang kalian dan pergi dulu dari rumah sakit itu. Pihak rumah sakit juga sekarang sedang berpikir seperti itu. Setelah ada keputusan, terserah kalian kalau mau mulai syuting lagi,”

Direktur menyelesaikan ucapannya lalu menatap Nae dengan tidak sabar.

“Kau sudah lihat ramalan tahun ini belum? Ada yang bilang tidak kalau kau akan jadi isu hangat sepanjang tahun?” Memangnya kalau membuat isu hangat, berarti ia bukan karyawan? Bukannya bagus kalau karyawan di stasiun TV ini bisa menjadi isu, apa masalahnya? Nae membungkuk member salam dengan sebal pada direkturnya lalu keluar ruangan itu.

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang