16.

608 18 0
                                    

"Apa yang terjadi?" Pii bertanya dengan napas yang tersengal-sengal.

"Katanya ia kerja di sebuah rumah makan."

"Dengan perut seperti itu?" Pii terkejut mendengarnya.

"Bayi di dalam perutnya sungsang. Meskipun ia tahu, sepertinya ia sengaja tidak memberitahu kita. Kondisi badannya juga tidak baik, jadi dokter menyarankan untuk dioperasi. Aku tadi yang tanda tangan," Nae menjelaskan situasinya dengan singkat.

Pii Sutthata sepertinya sangat terkejut. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri lalu terduduk lemas di kursi tunggu rumah sakit.

"Cepat katakan. Apa bayi Pekae itu benar bukan anakmu?" Nae yang duduk di sebelah Pii berkata dengan serius.

Pii tidak menjawab apa-apa. Setelah beberapa saat, barulah ia membuka mulutnya.

"Tolong ambilkan air, dong. Aku haus sekali karena tadi berlari sampai kesini."

Nae menatap wajah adiknya selama beberapa saat dan membelikan minum untuk adiknya. Pii membuka botol minuman itu dengan kasar, meminumnya sampai habis sekaligus dan melempar botolnya ke dalam tempat sampah. Kemudian ia berkata seolah akan mengaku.

"Aku menyukai anak itu."

Nae terkejut. Jadi, adiknya yang seperti preman itu bisa jatuh cinta juga?

"Sejak aku SMP. Mungkin P'Nae tidak tahu, tapi dia tinggal di sekitar rumah kita juga. Dulu kupikir dia anak pindahan karena tidak punya teman. Jadi, aku menyukainya. Aku juga tidak tahu, kenapa aku menyukai orang yang tidak punya teman seperti itu..." Pii berkata pelan, seolah mengingat-ingat masa sekolahnya dulu. Apa keinginannya untuk melindungi anak itu sama dengan keinginannya untuk menjaga nenek?

"Aku tadinya ingin membantunya karena fisiknya terlihat lemah. Sepertinya ia juga tidak membenciku saat itu. Tapi... Intinya ini semua salahku. Karena aku baik padanya, ia jadi dekat denganku. Akibatnya, ia juga jadi dekat dengan teman-temanku. Tiba-tiba saja, ia sudah seperti itu."

Pii menghela napas lalu menyandarkan kepalanya ke tembok.

"Kau tahu Pim, kan? Anak yang lebih parah dariku. Tahun lalu, anak itu menipu juniornya dan lari membawa seluruh uang tabungan juniornya itu. Saat itu, ia menghilang bersama Pekae. Saat itu, aku juga baru tahu kalau Pekae tidak mendapat kasih sayang dari keluarga asuhnya. Jadi, ketika anak yang tidak pernah jatuh cinta dan tidak pernah mengenal pacaran itu bertemu Pim yang pintar merayunya, sepertinya anak itu menyukai Pim. Sial. Padahal aku saja tidak pernah memegang tangannya karena takut."

Pii meninju kepalan tangannya sendiri ke telapak tangannya dan menelan ludah dengan pahit. Sepertinya Nae tahu sekarang mengapa Pii panik sekali ketika disuruh tidur satu kamar dengan Pekae.

"Ketika aku mengajak Pekae kerumah, Pim baru meninggalkannya begitu saja. Ia tidak punya tempat tujuan dan datang kembali ke daerah lingkungan kita. Kedua orangtuanya melapor untuk memutuskan hubungan keluarga dengan anak itu dan pindah dari situ. Mungkin karena ingat denganku, Pekae membawa koper besar ke tempat billiard.

"Makanya kau mengajaknya pulang? Perempuan yang hamil karena orang lain?"

"Habisnya bagaimana? Meskipun anak itu kurang ajar, tapi dia tetap temanku. Lagi pula aku masih menyukai Pekae sampai sekarang."

"Suka... Sampai sekarang?" Nae membelalakkan matanya.

"Iya. Aku sebenarnya senang melihat ia datang kembali. Aku merasa berterima kasih karena ia mencariku saat tidak punya tempat tujuan, bukannya malah menghilang di luar sana. Aku ingin menjaganya. Anak itu sudah di buang dua kali, ah tidak, tiga kali termasuk oleh keluarga asuhnya. Aku juga tidak bisa ikut membuangnya. Iya kan?"

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang